Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Inovasi Pendidikan Pesantren

 


Inovasi Pendidikan Pesantren

Penulis: Siti Umul Khoiroh, M.Pd. & Abd. Rohman, S.Pd.I.

Tebal: 89 halaman

Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm

Harga: 50.000

QRCBN: 62-250-3881-167



Inovasi pendidikan merupakan sebuah upaya inovasi dalam rangka pemecahan masalah dalam dunia pendidikan yang mencakup beberapa hal yang berkaitan yakni hubungannya dalam komponen sistem pendidikan, tingkat lembaga pendidikan, dan sistem pendidikan nasional. Seluruh inovasi pendidikan dapat mencakup segala hal tidak terkecuali produk maupun sistem pendidikannya. Inovasi apapun dapat diinvensi sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang ingin diperolehnya, memudahkan, dan mengarah pada kemajuan itu sendiri.  Salah satu lingkungan pendidikan yang dapat melakukan inovasi adalah Pesantren.

Pesantren memiliki istilah lain seperti Pondok, funduq, atau disebut pula sebagai asrama. Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dan pengajaran mengenai ilmu-ilmu ke-Islam-an dengan berdasar pada kitab kuning dan ilmu lainnya secara klasik atau non klasik yang berada di Indonesia. Al-Furqan menyebut bahwa pondok pesantren berada di Indonesia karena istilah tersebut hanya berada di Indonesia, walaupun di negara yang lain secara sistem dan pola pendidikannya sama dengan pondok pesantren, tetapi penyebutan istilah pondok pesantren hanya berada di Indonesia. 

Pesantren dikenal masyarakat umum sebagai tempat untuk belajar agama dengan mengaji kepada sang kiai. Dalam definisi yang sempit akhirnya tidak sedikit yang memiliki stereotip bahwa pesantren hanya ditujukan para santri untuk mengaji saja. Namun, seiring berkembangnya pola pikir dan aktivitas santri yang semakin tampak di lingkungan masyarakat, pemikiran tersebut kini bergeser pada penempatan posisi pesantren yang mulai banyak mengalami inovasi dengan menyeimbangkan pendidikan informalnya dengan pendidikan formal. Salah satu cerminannya dapat dibuktikan dari yang mulanya santri di pondok pesantren hanya menjalankan aktivitas informal dengan mengaji saja, kini bahkan santri dapat menjalankan aktivitasnya di pondok tetapi juga tidak tertinggal dengan aktivitas formalnya di sekolah. Harapannya, pesantren sebagai salah satu lembaga di Indonesia dapat berkontribusi melahirkan generasi bangsa yang kompeten keilmuan dunia dan akhiratnya.

Beriring dengan pesatnya perkembangan zaman, pondok pesantren mulai melakukan adaptasi dan transformasi ke arah baru yang mengarah pada terwujudnya beragam inovasi yang selaras dengan zaman yang senantiasa berubah dan berkembang.  Disebutkan pula bahwa salah satu hal yang dapat dilakukan oleh pondok pesantren agar senantiasa adaptif dengan zaman, yakni dengan aktivitas yang ada di pesantren harus menuju ke arah perubahan di mana dalam hal ini pesantren tidak hanya fokus pada satu wilayah aspek saja melainkan seluruh unsur di pesantren seperti bangunan pondok, sistem pendidikannya, manajemen kepemimpinan, keuangan dan sebagainya. Ini dilakukan guna penyesuaian dengan zaman sekaligus menjawab dan membantu menjawab kebutuhan masyarakat tetapi juga tidak lupa menjaga tradisi syariat. 

Paparan sebelumnya juga telah dibahas dalam Al-Qur’an Surah Al-Qashas ayat 77 yang berisi anjuran kepada umat Islam untuk menciptakan kehidupan yang seimbang baik di dunia maupun di akhirat.  Kesuksesan kehidupan duniawi bisa diraih dengan cara mempelajari ilmu umum. Sedangkan kesuksesan hidup di akhirat bisa dicapai dengan menguasai ilmu keagamaan. Ilmu keagamaan bisa diperoleh secara mendalam melalui pondok pesantren karena di dalam pondok pesantren memang difokuskan untuk melahirkan generasi muda yang berakhlak karimah seperti yang dianjurkan oleh agama. 

Jika wajah pesantren tidak mengalami inovasi, maka pesantren akan menjadi kurang banyak diminati oleh masyarakat dan para remaja. Hal ini disebabkan karena banyak sekolah-sekolah yang memasukkan unsur keagamaan yang tidak sedikit, bahkan dikemas dengan sangat menarik sesuai dengan perkembangan zaman. Muzakky et.al memaparkan bahwa dalam bidang pendidikan telah berubah menjadi digital mengikuti perkembangan. Sistem pendidikan yang mulanya manual, masih kuno, serta primitif, kini menjadi berbasis teknologi. Sudah banyak sekolah-sekolah yang sudah memiliki e-library (perpustakaan digital), menerapkan e-learning (pembelajaran digital), e-book (buku daring), dan berbagai inovasi yang lainnya. 

Muzakky, Mahmuudy, dan Faristiana dalam jurnalnya memaparkan hasil penelitiannya bahwasanya pesantren di era digital 4.0 memiliki tantangan tersendiri bagi santri pesantren. Tantangan tersebut di samping itu adalag revolusi digital yang begitu cepat, bahkan terbatasnya insfrastruktur teknologi juga menjadi tantangan tersendiri serta dampak negatif yang mungkin saja diterima. Namun, banyak peluang yang diterima ketika pesantren dapat sukses mengintegrasikan teknologi. Peluang yang merupakan dampak positif tersebut di antaranya adalah meningkatnya akses informasi dan proses pembelajaran secara daring, santri dapat memanfaatkan teknologi untuk memperluas jaringan, serta adanya pengembangan kurikulum yang adaptif. 

Peran pendidik serta dukungan pesantren sendiri menjadi hal yang sangat penting untuk keberhasilan pengintegrasian teknologidi pesantren. Tidak hanya peran pendidik atau ustadz dan ustadzah di pondok pesantren, bahkan Kolaborasi pesantren dengan lembaga pendidikan dan industri teknologi juga menjadi dinilai penting. Muzakky, Mahmuudy, dan Faristiana memaparkan pesantren perlu untuk beradaptasi dan berinovasi sebagai bagian dari revolusi digital. Pandangan masa depan pesantren menekankan pentingnya adaptasi dan inovasi ketika menghadapi tantangan serta memanfaatkan peluang yang ada. 

Pendidikan baik dalam lingkup sekolah, perguruan tinggi, tidak terkecuali pondok pesantren sudah seharusnya mampu merespon dinamika dan perkembangan zaman dengan kreatif, inovatif dan transformatif tetapi tidak meninggalkan apa yang sudah menjadi identitas atau ciri khasnya. Dengan demikian pesantren akan tetap eksis, semakin berkembang, dan tidak akan tertinggal. Ini menjadi lebih patut dan selaras dengan kaidah “al-muhafadzah ‘ala qadim as’sholih wa al-akhdz bi al-jadid al-ashlah” yang berarti bahwa menjaga nilai lama yang baik serta mengadopsi nilai baru yang lebih baik. Maka merupakan suatu yang lazim bila beberapa pesantren di Indonesia telah banyak berkembang dengan membawa tradisi baru yang belum ada sebelumnya. 

Inovasi merupakan suatu hal yang baru baik berupa ide, segala hal yang bersifat praktis, cara atau metode, hingga barang yang dibuat oleh manusia yang dirasakan sebagai hal yang baru bagi masyarakat yang mana hal baru itu digunakan untuk pemecahan problem atau sebagai jalan mencapai tujuan.  Sebagai sesuatu yang baru bagi masyarakat, inovasi terkadang menjadi sulit diterima. Keberhasilan inovasi dalam lingkup pendidikan banyak menghadapi hambatan dan penolakan oleh pelaksana inovasi. Alasan yang mendasarinya cukup variatif, ada lembaga atau dari pendidiknya yang tidak terlibat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan inovasi sehingga dianggap sebagai suatu hal yang bukan menjadi identitasnya melainkan milik orang lain sehingga tidak perlu diadopsi. Ada pula yang masih tetap bertahan dengan apa yang sudah berjalan lamanya sehingga tidak ingin mengubahnya karena menurutnya sudah baik dan sudah sesuai dengan mereka. 

Hambatan-hambatan inovasi tersebut akhirnya memposisikan para santri sebagai salah satu unsur dari pesantren kepada dilema dengan arus lingkungan eksternal yang mana realitas sosialnya memang sedang berubah akibat berkembangnya sains dan teknologi. Sementara pada lingkungan internal pesantren, keseluruhan sistemnya berjalan di bawah kendali pesantren terutama kiai yang menjadi tokoh yang paling berpengaruh di pesantren, yang mana tiap pesantren memiliki kultur hingga formasinya masing-masing yang mungkin saja berbeda baik dari sisi proses kepemimpinannya, proses pendidikannya, maupun interaksi sosialnya. 

Pesantren bahkan pernah dituding sebagai lembaga yang terbelakang dan tertutup terhadap perkembangan zaman. Dawam Rahardjo sebagaimana dikutip oleh Asnawan bahkan juga pernah menyatakan pesantren menunjukkan bahwa ia ibarat bangunan luas yang tidak pernah berubah. Persepsi ini bahkan bertolak pada realitas bahwa pesantren sebenarnya adalah sangat dinamis dan elastis menghadapi dinamika zaman.  Salah satu bukti bahwa terdapat pesantren yang hingga kini masih tetap ada sesuai perkembangan zaman adalah Pondok Pesantren Putri Salafiyah Bangil dan Pondok Pesantren Ali Ba’alawi Kencong Jember. Dalam penelitian Syarifatul Marwiyah, dibuktikan bahwa keduanya sebelumnya adalah pesantren salaf kemudian menjadi pesantren khalaf yang terlihat dari adanya sekolah formal, namun keduanya masih tetap mempertahankan sistem salafnya. 

Pendidikan di pesantren juga semakin berkembang dengan adanya adopsi sekolah formal. Namun, ini tidak seharusnya menjadi sisi yang mesti diperhatikan saja. Masih banyak sisi lainnya yang harus menjadi perhatian pesantren agar terus sesuai dengan dinamika zaman. Ketua Lakspesdam PBNU juga pernah menyoroti cara pandang umat Islam di Indonesia masih begitu tekstual dalam pemahaman literature. Kitab kuning sebagai literature pesantren harus mengadopsi cara pandang, prinsip, serta menerima adanya realitas sosial sekaligus perkembangan zaman saat ini. Oleh karenanya, penting bagi pesantren untuk mengajarkan makna penting rekonstektualisasi yang berdasar pada pengambilan nilai baru yang lebih baik.  Sehingga kiai, ustadz/ustadzah, atau tokoh-tokoh yang menjadi anutan santri harus senantiasa meng-upgrade metode dan media pengajaran kitab kuning agar sesuai dengan kondisi zaman sekarang. 

Salah satu pesantren yang terus berinovasi adalah pesantren Mabdaul Maarif Jombang Jember. saat kepemimpinan Kiai Ahmad Zaini Syafawi pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember hanya mengajarkan ilmu dasar membaca Al-Qur’an, Kiai Ahmad Zaini Syafawi yang berpewatak kalem memiliki misi agar generasi muda bersedia untuk tinggal dipondok pesantern saja tanpa membebani mereka dengan pelajaran pondok yang banyak, kegiatan pondok hanya seputar mengaji ba’da ashar dan ba’da Isyak saja selebihnya waktu mereka bisa digunakan untuk menegrjakan tugas sekolah. Hal ini menjadi boomerang bagi pondok pesantren Mabdaul Maarif Jombang Jember karena menurunkan kualitas santri yang terlalu minim dalam menerima ilmu agama di pondok pesantren. Pondok hanya dijadikan sebagai tempat istirahat dan lebih banyak waktu mereka digunakan untuk sekolah di luar dan mengerjakan tugas sekolah, ketika masuk pondok pun juga tidak ada pretest yang harus dijalani oleh calon santri. Selain itu sistem pendidikan di pondok juga dijalankan kurang maksimal. 

Pada masa Kiai Ahmad Zaini Syafawi, Pondok Pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember memiliki santri hanya sejumlah 100 hingga 150 santri saja. Pada waktu, fokus pembelajarannya hanya seputar dasar-dasar kitab, cara membaca kitab, dan cara memaknai kitab. Sementara pada local kelasnya, terdiri dari 3 lokal santri Putra yang meliputi Kelas Wustho 1, Kelas Wustho 2, dan Kelas Wustho 3 serta 3 lokal untuk santri Putri yang meliputi Kelas Wustho 1, Kelas Wustho 2, dan Kelas Wustho 3. Waktu itu, asrama putri juga masih berlantai satu. Pada zaman Kiai Ahmad Zaini Syafawi ini, pendidik/ustadz/ustadzahnya diambil dari santri alumni. Pada masa beliau juga sering mengalami kekosongan pada jam diniyah karena kurangnya kesadaran akan pentingnya kedisiplinan para ustadz/ustadzahnya. 

Pada masa kepemimpinan Agus Nizam Masyhuri, kurikulum pendidikan dalam pondok ini menjadi lebih jelas dan terarah dan diatur dengan tertib serta berjenjang mulai tingkat pengenalan, pemantapan, pengembangan materi bagi santri berdasarkan hasil tes sebelum mereka masuk pondok. Di antara inovasi yang dilakukan pada masa Agus Nizam Masyhuri adalah adanya tes masuk pondok bagi santri baru agar selanjutnya dapat dipetakan kemampuan santri tergolong kelas Pra Diniyah atau bahkan jenjang yang lebih tinggi dari itu. Dari hasil pra observasi, terdapat lonjakan santri pada masa kepemimpinan Agus Nizam Masyhuri. Kini telah tercatat sekitar kurang lebih 411 santri yang terdaftar di pondok pesantren tersebut. 

Adapun pada metode dan fokus pengajarannya lebih kompleks dan mendalam yang meliputi adanya pembiasaan muhafadzah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas santri agar lebih baik, memasukkan pelajaran tafsir, memahami kitab-kitab, taqrib, nahwu, tafsir, serta mengajarkan santri untuk melakukan tafsir. Pada segi fasilitas kelas santri, kini juga terdapat 13 lokal kelas yang terdiri dari 3 lokal kelas Ula  yakni Ula 1 Pa, Ula 1 Pi, Ula 2 Pa, dan Ula 2 Pi. Karena ada keterbatasan jumlah Ustadz/pendidik maka khusus untuk kelas Ulya hanya dijadikan 3 lokal kelas untuk Ulya yakni (Ulya 1, Ulya 2, Ulya 3) di mana kelas tersebut berisi gabungan santri putra dan santri putri. Di samping itu juga terdapat 6 lokal kelas wustho yang terdiri dari Wustha 1 Pa, Wustha 2 Pa, Wustha 3 Pa, Wustha 1 Pi, Wustha 2 Pi, dan Wustha 3 Pi. Untuk asrama putri saat ini juga sudah berlantai dua. Sementara asrama purtra pun juga sedang dalam proses pembangunan untuk membangun gedung berlantai dua. 

Pada zaman Agus Nizam Masyhuri, kini ustadz-ustadzahnya bukan hanya berasal dari alumni pondok pesantren, tetapi merekrut alumni santri dari Pondok Lirboyo dan Sidogiri yang bermukim di daerah Jombang atau dekat dengan pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember untuk membantu menjadi ustadz/ustadzah di sini. Dengan masuknya alumni dari pondok-pondok tersebut otomatis membawa dampak yang positif dan membawa inovasi dalam pembelajaran di Pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember hal ini muncul akibat dari perbedaan proses pendidikan yang mereka alami dengan ustadz/ustadzah yang berasal dari alumni Pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember. Selain merekrut ustadz/ustadzah alumni di luar pondok Mabdaul Maarif Jombang Jember, Agus Nizam Masyhuri juga membuat kebijakan  baru dengan menyediakan guru piket pada kelas diniyah dengan tugas guru piket akan membadali atau menggantikan mengajar ustadz/ustadzah yang berhalangan hadir atau izin ketika jadwal mereka mengajar. Sehingga dipastikan proses belajar mengajar pada kelas diniyah dapat berjalan secara maksimal tanpa adanya kelas yang kosong karena ketidakhadiran ustad/ustadzahnya. 

Beberapa inovasi pendidikan yang dilakukan di Pondok Pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember sebagaimana paparan sebelumnya sekilas menunjukkan adanya perubahan dari segi kurikulum pesantren. Program pembelajaran yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember telah mengalami inovasi kurikulum. Inovasi kurikulum sendiri merupakan suatu gagasan mengenai kurikulum yang dinilai baru sebagai usaha pemecahan masalah yang terdapat dalam pendidikan.

Sementara dari segi sarana sebagai Inovasi Pendidikan Dalam Meningkatkan Kualitas Santri Di Pondok Pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember juga telah mengalami perubahan yang semakin baik dibanding sebelum-sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dari hasil pre observasi peneliti bahwasanya pesantren ini telah bertransformasi sarana dan prasarananya. Pada masa Kiai Syafawi, sarana prasarana pondok putri yang terdiri dari kamar, kamar mandi, musholla putri. Begitu pula dengan pondok putra, hanya saja ada satu tempat tinggal untuk pengurus dan masjid. Sedangkan pada masa sekarang, pondoknya semakin besar dengan kamar yang lebih banyak dan bertingkat, bahkan hingga saat ini masih terus dilakukan penambahan lokal untuk sekolah diniyah, lokal untuk kamar santri yang mondok di sana, aula untuk kebutuhan santri, dan sebagainya. 

Pendidik yakni dalam hal ini adalah ustadz dan ustadzah di pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember juga telah melakukan upaya untuk senantiasa berinovasi meningkatkan kualitas santri di pondok pesantren Mabdaul Ma’arif Jombang Jember yakni dengan merekrut ustadz/ustadzah alumni santri pondok pesantren lain serta menerapkan metode setoran yang bisa mengantarkan santri hafal alfiyah. Disamping itu juga semakin bertambah santri yang menghafal Al-Qur’an 2 juz, 3 juz, hingga 20 juz, para ustadz dan ustadzah juga mendelegasikan santri-santri diniyah yang sudah Aliyah untuk melakukan pengabdian pada masyarakat dengan beberapa bentuk seperti membantu mengajar di sekolah formal, bahkan para santri juga diterjunkan menjadi pemandu istighosah di lembaga pengajian yang terdapat di masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640