MOVERE
Penulis: Wahyu Indra Pratama Dorfianmovic
Tebal: 69 halaman
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
Harga: 50.000
QRCBN: 62-250-5357-265
Tenang Yang Terusik
Sayup lembut hembusan angin mengayun pepohonan. Sejuk udara menusuk sampai ke tulang-tulang. Kokok ayam bersahut-sahutan, menandakan pagi telah pun datang.
“April… ayo bangun nak, udah jam 7 ini, kamu udah telat!” Suara bising teriakan ibu membangunkanku.
“Ha? Masa iya? Sebentar, Bu!” aku tersentak dan bergegas bangun dari kasur.
Mungkin dari luar ibu mendengar suara bantingan pintu disusul suara guyuran air yang amat riuh.
“April, jangan boros air. Air mahal!” teriak Ibu.
Tak lama suara ibu hilang, mungkin ibu sudah kembali ke dapur dan menyiapkan sarapan pagi.
***
Hai, kenalin namaku April, usiaku 16 tahun. Aku lahir dari hangat pelukan seorang perempuan yang amat sangat tangguh menghidupiku seorang diri tanpa bantuan siapapun. Aku merupakan anak perempuan tunggal dari Ibuku yang dikenal orang sebagai Bu Minah. Ayahku, Pak Naim, sudah tiga tahun meninggal dunia. Tepat di saat usiaku 13 tahun. Waktu itu aku sedih sekali kehilangan sosok ayah.
Namun Perempuan tangguh itu selalu memiliki ribuan cara untuk menyemangatiku. Ibu dengan kesedihan yang disembunyikannya selalu saja berkata, “April harus semangat ya, Nak. April harus belajar dengan giat, April harus selalu bahagia, selalu semangat, biar bisa jadi orang sukses. Ayah pasti bahagia lihat gadis kecilnya tumbuh besar dengan bahagia pula.”
Aku mengembalikan hidupku dari kata-kata ibu yang sangat menyentuh jiwa ragaku. Aku bertekad untuk terus giat belajar dan berusaha untuk menaikkan derajat orang tuaku. Apalagi semenjak kepergian Ayah, banyak yang berubah dari kehidupan kami, terutama dari segi ekonomi. Untuk menyambung hidup kami berdua, Ibu kini bekerja di laundry yang tak jauh dari rumah kami.
Kami tinggal di salah satu kampung yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Ibuku dikenal sebagai tukang masak masakan khas melayu terenak di kampungku. Tak jarang ibuku diminta oleh warga menjadi tukang masak pada acara hajatan mereka. Lumayan bisa sedikit membantu perekonomian keluarga, yang isinya hanya kami berdua.
Kadangkala aku juga membantu ibu. Tapi ibu lebih senang kalau aku belajar. Karena kata ibu, lebih baik aku fokus untuk belajar dan meraih cita-cita.
Saat ini aku sedang duduk di bangku SMA, tepatnya di SMA Negeri 45. Sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah. Awalnya aku sangat senang belajar di sekolah. Bertemu dengan teman-teman yang baik juga asyik. Namun, belakangan ini aku menemukan beberapa kendala yang mungkin bisa membuat sekolahku berantakan.
Senin Malam Tak Terduga
Namanya Syakira Anandatasha, biasa dipanggil Kak Kira. Tutor Muda OHM Academy yang mengampu pelajaran biologi. Dia dikenal sebagai tutor yang sangat menyenangkan dan riang. Kak Kira disenangi adik-adik di OHM Academy. Adik-adik menyukai cara dan pembawaan Kak Kira saat menjelaskan, selalu menyenangkan, mudah dipahami dan selalu diberikan praktik-praktik dalam kehidupan sehari-hari yang membuat siswa semakin memahami materi.
Kak Kira biasanya masuk ke kelas kami pada hari senin malam. Tapi malam ini, Kak Kira belum juga datang. Tak biasanya Kak Kira terlambat. Padahal biasanya Kak Kira selalu datang tepat waktu, bahkan masuk kelas lebih dulu sebelum pembelajaran dimulai.
Hampir setengah jam kami menunggu Kak Kira, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Kak Kira datang dengan wajah pucat. Bibirnya biru lebam, kulitnya yang putih semakin membuatnya pucat pasi.
“Mohon maaf, kakak terlambat, ya,” kata Kak Kira.
“Kakak kenapa?” tanya Shifa, salah satu siswa di kelas kami.
“Kakak sedang tidak enak badan,” jawab Kak Kira.
Hari itu kelas biologi terasa sangat dingin dan hening. Kak Kira lebih banyak diam setelah memberikan kami selembar kertas kuis yang harus dikerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar