Goresan Pena Kehidupan
Penulis:
Widad Rifda Ul-Haq, Kevin Septiyan, Vera Nurfarhiyatin, Joya Esliana, Nuria Alfi Zahrah, Destri Prastia, Dewi Nur Hayati, Nisa Aisyah, Muhammad Rafi Alhafizh, Putri Tsuraya Salsabila, Nabila Karima
Tebal: 162 halaman
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
Harga: 70.000
ISBN: 978-623-6271-77-3
Pertemuan virtual, perbedaan geografis, sinyal yang tak stabil, dan ketidakpastian pandemi akan berakhir mewarnai lahirnya buku ini. Ada sebelas goresan kisah kehidupan dari sebelas pena berbeda. Pembaca akan disuguhkan beragam kisah penuh makna dan hikmah kehidupan. Buku antologi ini kami sadari sebagai batu loncatan untuk menelurkan karya yang lebih baik lagi. Selamat membaca!
Buku antologi ini merupakan buah karya dari Kelas Minat Bakat Kepenulisan Fiksi Batch #1 yang diadakan oleh Bidang Pengembangan Akademik, Bakat dan Keilmuan yang diadakan pada awal tahun 2021.
Buku yang memiliki judul besar Goresan Pena Kehidupan yang menjadi tema besar secara keseluruhan dari buku ini. Hikmah merupakan poin terpenting dalam sebuah penulisan.
Barakallah kepada para penulis yang terhimpun, harapannya semoga kebermanfaatan ini meluas dan menjadi wasilah dalam amal jariyah. Berharap juga awal dari buah kelas ini bisa menjadi pemantik semangat dan semoga senantiasa menginspirasi dalam kebaikan.
Ambil Hikmahnya Aja
Malam yang tenang itu, tiba-tiba dipecahkan oleh gebrakan yang membuat semua para PKL (Pedagang Kaki Lima) menjadi kelimpungan. Bak petir di siang bolong, Maryam yang sedang asyik tidur di dalam gerobak pun langsung tersentak bangun. Razia PKL yang mendadak itu membuat Umi Maryam dengan sigap mengambil gerobak untuk mengangkut barang-barang dagangan sebelum disita oleh para Satpol PP. Semua pedangan sibuk dengan urusannya masing-masing. Saat itu hanya Maryam dan Kak Siti sebagai kakak tertua yang membantu uminya agar bisa terhindar dari kejaran para Satpol PP dikarenakan Abi Maryam sedang mengadu nasib di kota metropolitan dan hampir tiga bulan lamanya tak kunjung pulang. Maryam yang saat itu masih kelas enam sekolah dasar harus membantu uminya mendorong-dorong gerobak yang beratnya berpuluh-puluh kilo dengan tubuh cekingnya.
Cahaya Sang Penerang
Di suatu tempat yang sangat sepi lagi gelap gulita hanya ada satu penerangan. Cahaya yang berdiam diri sendirian. Dengan tatapan kosong melihat ke depan. Suasana yang sangat mencekam membuat bulu kuduk Cahaya berdiri. Dia melihat seseorang di depannya yang tidak ia kenal. Yang membuat dia lebih takut, seseorang tersebut memanggil namanya. Lama-kelamaan suara panggilan itu semakin kencang, semakin dekat, hingga Cahaya pun kaget ternyata seseorang itu ialah ayahnya sendiri. Sang ayah menghampiri Cahaya yang sedang sendirian hanya ingin bilang,
“Cahaya, Ayah titip ibu ya dan jaga diri kamu baik-baik. Jangan sampai ibumu merasa kecewa apalagi sampai menangis. Ayah ingin pergi dulu," ucap sang ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar