Copyright @ by. SRI HINDRIYASTUTI, S.Kep., Ns., M.N
Jln. Gua Pancur km 3 Jimbaran Kayen Pati
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Kata Pengantar
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Indonesia menjadi salah satu dari lima negara di dunia dengan frekuensi terbanyak dalam tertimpa bencana. Selain akibat dari posisi Indonesia yang berada di cincin api (ring of fire), Indonesia juga terletak dalam empat lempeng tektonik yang mengakibatkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana. Tidak aneh jika sebutan sebagai “supermarket” bencana, disematkan untuk Indonesia.
Buku ini hadir memberikan banyak informasi terkait jenis bencana, khususnya yang banyak dialami oleh Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, memahami berbagai macam bencana menjadi hal yang penting, agar masyarakat bisa mengantisipasi dampak yang timbul akibat bencana.
Sebagai buku yang lahir dari hasil penelitian penulis, buku ini menggarisbawahi tentang pentingnya peran tenaga kesehatan khususnya perawat dalam keterlibatan di bidang bencana. Buku ini juga menekankan bahwa dalam prakteknya di daerah bencana, pengetahuan perawat terkait kesehatan jiwa para korban bencana masih minim sehingga perlu kiranya institusi pendidikan keperawatan mulai melibtankan kontent keperawatan jiwa paska bencana dalam mata ajar menejemen kebencanaan yang sudah menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan keperawatan di Indonesia yang didasarkan pada kurikulum AIPNI (Assosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia).
Terakhir, semoga buku ini bisa bermanfaat, tidak hanya untuk dunia keperawatan, tapi masyarakat secara umum.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sri Hindriyastuti, S.Kep., Ns., M.N
Daftar Isi
KEPERAWATAN JIWA BENCANA___1
Kata Pengantar___4
Daftar Isi ___6
PENDAHULUAN___8
INDONESIA, SUPERMARKET BENCANA___9
ANEKA RAGAM BENCANA___12
MANAGEMEN KEBENCANAAN DI INDONESIA___27
MASALAH KESEHATAN FISIK PASKA BENCANA___33
MASALAH KESEHATAN JIWA PASKA BENCANA___40
TENAGA KESEHATAN DALAM BENCANA___45
PERAN PERAWAT DALAM MANAGEMEN BENCANA___51
STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK PSIKOSOSIAL PADA BENCANA___63
TRAUMA HEALING PASKA BENCANA___69
STRATEGI PELAKSANAAN TEKNIK KOMUNIKASI PADA KELOMPOK BESAR___73
Daftar Pustaka___88
Profil penulis___91
PENDAHULUAN
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat dan wilayah yang terkena.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa bencana merupakan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
INDONESIA, SUPERMARKET BENCANA
Bencana alam secara langsung memberikan dampak buruk pada kehidupan manusia, lingkungan fisik, biologis dan sosial. Dampak buruk ini akan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup masyarakat yang berkepanjangan.
Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), melaporkan bahwa pada tahun 2012 di seluruh dunia telah terjadi 357 kali bencana alam yang menyebabkan 122.900.000 korban dan lebih dari 9.655 orang meninggal dunia dengan kerugian diperkirakan mencapai US$ 157.300.000.000 akibat kerusakan yang terjadi.
Lima dari 120 negara yang paling sering terkena bencana adalah Cina, Amerika Serikat, Filipina, Indonesia, dan Afganistan menyumbang 38,1 %dari total bencana.
Berkaitan dengan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat bencana alam seperti yang diuraikan di atas, pada tahun 1994 PBB mengeluarkan deklarasi pencanangan dimulainya dekade tahun 1990 – 2000 sebagai dekade kerjasama internasional dalam usaha mengurangi dampak bencana alam terhadap umat manusia di dunia yang disebut sebagai The Yokohama Strategy Plan and Action.Deklarasi tersebut pada intinya merupakan suatu pernyataan dari seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa telah terjadi perubahan yang mendasar pendekatan “the post disaster management” ke pendekatan “pre disaster mitigation, prevention and preparedness strategies”.
Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong rawan terhadap kejadian baik bencana alam maupun karena tindakan manusia, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti keragaman sosial budaya dan politik. Berdasarkan The World Risk Index 2016, Indonesia ditetapkan sebagai negara yang berisiko tinggi terhadap bencana dengan index risiko 10,24% (kejadian bencana: 19,36%, kerentanan: 52,87%).
Selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2010 – 2014 jumlah kejadian bencana di Indonesia mencapai 1.907 kejadian bencana, terdiri dari 1.124 bencana alam, 626 bencana non-alam dan 157 bencana social. Sedangkan untuk tahun 2014 jumlah kejadian bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana alam (49%), 197 bencana non-alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian bencana tersebut menimbulkan jumlah korban sebanyak 1.699.247 orang, terdiri dari 957 orang korban meninggal dunia, 1.932 orang luka berat/dirawat inap, 694.305 orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang hilang dan 1.001.662 pengungsi.
Berdasarkan statistik kejadian bencana dalam periode antara 1 Januari sampai 11 November 2016, dilaporkan terjadi 1.985 bencana alam di Indonesia. Angka statistik ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Dari 1.985 bencana tersebut di antaranya adalah 659 kejadian banjir bandang, 572 kejadian angin puting beliung, dan 485 kejadian tanah longsor. Bencana alam ini menyebabkan 375 orang meninggal dunia, dan 383 orang menderita luka-luka.
MASALAH KESEHATAN FISIK PASKA BENCANA
Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 3 fase: (1) penyakit akut akibat gempa, (2) penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca gempa, dan (3) masalah kesehatan mental akibat gempa. Penyakit akut pasca bencana adalah penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Pada kasus gempa, penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gempa adalah cedera akibat reruntuhan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang. Hal ini teramati pada kejadian gempa besar di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Penelitian Maegele, dkk (2006) menunjukkan bahwa pada kasus gempa besar dan Tsunami di Aceh cedera anggota gerak bawah dan patah tulang adalah yang paling umum dijumpai. Penyakit ikutan pascabencana dapat berhubungan langsung dengan kejadian bencana akibat hilangnya sumber kebutuhan primer dan akibat rusaknya infrastruktur penunjang.
Pada hari-hari pertama sampai dengan minggu pertama masalah utama yang menjadi fokus perhatian adalah ketersediaan pangan. Penelitian Rossi, dkk (2007) menunjukkan bahwa ketersediaan pangan menjadi masalah utama pada beberapa hari pasca bencana. Hal ini sangat mungkin karena rusaknya area pangan dan rusaknya akses mendapatkan sumber makanan. Kerusakan pangan menjadi kendala utama karena pangan menjadi kebutuhan pokok para pengungsi selain pengobatan.
Penyakit ikutan pasca bencana dapat muncul akibat rusaknya infrastruktur penunjang. Simak peningkatan kasus leptospira yang signifikan akibat tercemarnya air oleh tikus pada banjir di Jakarta. Pada kondisi ini kejadian luar biasa infeksi saluran pernafasan akut, diare, dan penyakit kulit menular mudah merebak di tempat-tempat penampungan pengungsi yang padat. Penelitian Grievink, dkk (2007) menunjukkan besarnya masalah kesehatan akibat penyakit ikutan pasca gema dapat menetap sampai dengan 18 bulan.
Kajian Wilder-Smith (2005) memperlihatkan bahwa kondisi tempat pengungsian pada kasus-kasus bencana sangat memudahkan transmisi penyakit dari satu orang ke orang yang lain. Penyakit yang umum menular di tempat pengungsian adalah diare, infeksi saluran pernafasan akut, dan penyakit kulit infeksious (MMWR, 2005). Tindakan pencegahan yang memadai dan penemuan kasus sakit secara dini harus dilakukan. Beberapa bulan sampai dengan tahun pascabencana masalah kesehatan yang menonjol adalah masalah kesehatan mental.
Trauma berkepanjangan akibat reaksi stres akut saat bencana bisa menetap menjadi kecemasan yang berlebihan. Banyaknya kasus gangguan tidur kronis akibat cemas yang berlebihan pada para korban gempa di Yogyakarta bisa menjadi contoh. Stres pasca trauma merupakan masalah kesehatan utama di daerah bencana. Stres pasca trauma menimbulkan beban kesehatan yang tidak sedikit.
Pasien dengan stres pasca trauma akan berkali-kali mengunjungi fasilitas kesehatan dengan berbagai keluhan fisik yang berganti-ganti. Sekali waktu ia akan datang dengan keluhan sakit kepala. Di lain waktu dengan nyeri tengkuk dan di waktu yang berbeda dengan nyeri perut. Hal ini di dunia medis dikenal dengan nama gejala psikosomatik.
Penyakit pasca gempa bukan hanya terjadi sebagai akibat langsung dari gempa namun juga terjadi beberapa hari sampai tahun setelah gempa. Pada kondisi segera setelah gempa tindakan medis yang cepat dan tepat harus dilakukan. Pasien dengan patah tulang, luka robek harus mendapatkan perawatan yang memadai untuk mencegah kejadian infeksi. Bantuan harus juga difokuskan untuk mencegah muncul dan merebaknya penyakit-penyakit infeksi di tempat penampungan. Infrastruktur pendukung kehidupan harus dipulihkan sesegera mungkin. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa rusaknya infrastruktur air bersih meningkatkan risiko yang sangat signifikan untuk penyebaran penyakit menular di tempat pengungsian.
Akses para korban terhadap fasilitas kesehatan harus terjamin. Seorang pengungsi yang sakit harus dapat memperoleh bantuan kesehatan dengan mudah.Hal ini untuk mencegah penyebaran penyakit pada para pengungsi yang lain. Manusia adalah mahkluk fisik, mental, sosial, dan spiritual yang utuh. Aspek kehidupan mental pascabencana harus juga diperhatikan. Kehilangan anggota badan (misalnya: amputasi), kehilangan anggota keluarga, rusaknya rumah dan harta benda, dan hilangnya tatanan sosial di masyarakat memiliki dampak stress yang sangat besar bagi para korban bencana. Dukungan psikososial harus dibeikan sesegera mungkin.
MASALAH KESEHATAN JIWA PASKA BENCANA
Stresor yang terjadi pada bencana meliputi stresor fisik, lingkungan dan pikiran. Stresor fisik adalah cedera fisik yang diakibatkan oleh bencana dari tingkat ringan sampai berat, dan dapat pula mengakibatkan korban meninggal. Masyarakat yang selamat dan tinggal di pengungsian juga rentan mengalami gangguan kesehatan fisik. Stresor lingkungan adalah rusak dan hilangnya harta benda (rumah, sawah, ladang dll).
Stresor pikiran adalah persepsi terhadap kejadian yang dapat realistis dapat pula tidak realistik. Kehilangan orang yang dicintai merupakan stressor yang sangat berat, terlebih kejadian ini tidak terduga sebelumnya.
Respon individu terkait bencana dan stressor yang menyertainya bervariasi sesuai dengan kemampuan dalam melakukan adaptasi dengan kondisi kehidupan yang berubah. Ansietas dan depressi merupakan respon yang paling sering ditemukan sejalan dengan proses kehilangan yang terjadi.
Kondisi ini dapat cepat pulih, namun pada individu tertentu dapat berakibat lebih lanjut. Untuk itu diperlukan penanganan segera agar ketahanan mental dan pemulihan kondisi kejiwaan dapat terjadi sehingga masyarakat dapat membangun kembali kehidupan dengan semangat baru yang penuh harapan.
Tanda dan gejala ansietas dapat dilihat dari konsentrasi yang kurang, sakit kepala, tidak nafsu makan, tidur yang terganggu. Demikian pula tanda dan gejala depressi seperti sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat, merasa lelah walau tidak bekerja, ada pikiran untuk mengahiri kehidupan
Post traumatic stress disorder(PTSD) merupakan salah satu masalah kejiwaan yang dapat terjadi pada korban bencana. PTSD adalah gangguan ansietas yang terjadi akibat peristiwa traumatic/bencana yang mengancam keselamatan dan membuat individu merasa tidak berdaya. PTSD ada tiga macam yaitu PTSD akut terjadi 1-3 bulan setelah bencana, PTSD kronik terjadi setelah tiga bulan, dan PTSD dengan onset yang memanjang (with delayed onset). Tanda dan gejala PTSD dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
- Merasakan kembali peristiwa traumatic (reexperiencing symptom), merasakan kejadian terjadi kembali, muncul dalam bentuk bayangan, mimpi buruk, bertindak seakan peristiwa terulang kembali, merasa sangat menderita jika mengingatnya dan disertai detakan jantung yang hebat dan berkeringat.
- Menghindar (avoidance symptom), yaitu menghindar terhadap hal yang mengingatkan terhadap peristiwa trauma. Hal ini dapat distimulus dari pikiran sendiri atau lingkungan yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan. Tanda dan gejala yang muncul adalah usaha keras menghindari pikiran, perasaan atau perbincangan tentang peristiwa traumatis, menghindari orang atau tempat yang mengingatkan peristiwa traumatis, sulit mengingat kejadian traumatis, kehilangan minat melakukan hal-hal positif, merasa jauh dari orang lain, sulit merasakan kesenangan, tidak punya harapan dan merasa kehidupan terputus.
- Waspada (hyperarousal symptom), mengalami peningkatan mekanisme fisiologik tubuh pada saat tubuh istirahat. Tanda dan gejala yang muncul seperti sulit tidur, tidur tetapi gelisah, mudah dan lekas marah dan meledak-ledak, sulit berkonsentrasi, selalu awas seakan bahaya mengincar, gelisah, tidak tenang dan mudah terpicu/waspada.
Masalah kesehatan mental terjadi pada banyak kasus. Penelitian Keane, dkk (2006) menunjukkan bahwa kejadian stres pascatrauma terjadi pada 7%-8% dari seluruh populasi. Penelitian Mills, dkk (2007) memperlihatkan bahwa kejadian stres akut pascabencana terjadi pada 62% korban badai Katrina di Amerika Serikat.
Stres pascatrauma lebih mudah dijumpai pada kelompok wanita. Stres pascatrauma akan menetap sampai 2 tahun pada 38%-49% populasi.Gangguan stres pasca trauma umum dijumpai pada wanita, pasien dengan cedera badan, kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda, dan memiliki kepribadian yang tidak matang. Intervensi dini harus dilakukan. Pada kasus-kasus yang berkepanjangan dapat muncul gangguan kejiwaan yang serius.
Faktor risiko dan resiliensi pada tiap individu mempengaruhi terjadinya masalah kejiwaan. Faktor risiko adalah factor yang sudah ada sebelum terjadi bencana seperti pengalaman traumatis yang lalu, riwayat masalah kesehatan jiwa, kehilangan anggota keluarga, kehilangan pekerjaan, kehilangan harta benda, dan beberapa factor penyerta lain seperti kemiskinan, pendidikan rendah.
Faktor resiliensi merupakan factor yang memperkuat kemampuan individu mengatasi masalah yang dihadapi. Stuart (2009) mengidentifikasi tiga factor yaitu persepsi yang realistic, kemampuan menyelesaikan masalah, dan dukungan sosial. Keinginan mencari dan menggunakan sistem pendukung sosial yang tersedia, atau ketersediaan sistem pendukung sosial, reaksi yang realistis dalam menghadapi bahaya yang terjadi, dan kemampuan koping dalam menghadapi masalah secara efektif merupakan faktor resiliensi yang dapat mencegah timbulnya PTSD.
PERAN PERAWAT DALAM MANAGEMEN BENCANA
Perawat sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam situasi bencana dan krisis. Perawat dipanggil untuk merespon kebutuhan individu, kelompok dan masyarakat di saat krisis karena perawat mempunyai keterampilan yang luas (misalnya menyediakan pengobatan, dan pencegahan penyakit), kreativitas dan kemampuan beradaptasi, kepemimpinan, dan berbagai keterampilan yang dapat diterapkan dalam pengaturan dan situasi bencana (ICN, 2009).
Sebagian besar perawat yang bekerja di pedesaan tidak percaya diri dengan kemampuan mereka untuk menanggapi peristiwa bencana besar. Teori perilaku kesehatan yang paling terkenal adalah teori efikasi diri. Bandura menjelaskan efikasi diri berkaitan dengan keyakinan diri bahwa ia mampu mengontrol situasi sulit dan yakin mampu mengatasi situasi yang merugikan.
Efikasi diri berkaitan dengan keyakinan individu dapat atau tidak dapat melakukan sesuatu bukan pada hal apa yang akan ia lakukan. efikasi diri yang tinggi akan menggiring individu untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam mencapai tujuan.
Bencana adalah kejadian yang menyebabkan kerusakan fungsi masyarakat yang meliputi hilangnya nyawa manusia, kerusakan sarana dan prasarana, terganggunya perekonomian masyarakat, gangguan ekologi kehidupan, dan segala dampaknya yang menyebabkan masyarakat yang terkena tidak sanggup mengatasinya sendiri.
Bencana dapat dibagi tiga yaitu bencana alam, bencana non alam, bencana sosial. Bencana alam berupa peristiwa alam yaitu gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan berbagai kejadian alam yang lain. Bencana non alam adalah peristiwa non alam seperti kegagalan teknologi, wabah penyakit, dan kejadian non alam lain. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia seperti konflik sosial dan terror.
Khusus bencana alam merupakan ancaman bagi masyarakat Indonesia dikarenakan geografis kepulauan dan diliputi oleh gunung berapi. Seperti kejadian yang terjadi di kepulauan Mentawai terjadi tsunami, di Jogjakarta terjadi letusan gunung Merapi, di Wasior terjadi banjir bandang yang memakan korban jiwa dan kerusakan sarana kehidupan.
Perawat adalah salah satu profesi di bidang kesehatan , sesuai dengan makna dari profesi maka seseorang yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan seyogyanya mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan sesuai standar profesi serta sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya baik melalui pendidikan formal maupun informal, serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Perry & Potter (2001), mendifinisikan bahwa seorang perawat dalam tugasnya harus berperan sebagai:kolaborator, pendidik, konselor,change agent dan peneliti. Keperawatan mempunyai karakteristik profesi yaitu memiliki body of knowledge yang berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, mempunyai standar dan etika profesi, akontabilitas, otonomi.
Berdasarkan karakteristik di atas maka pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional yang manusiawi untuk memenuhi kebutuhan klien yang unik dan individualistik diberikan oleh tenaga keperawatan yang telah dipersiapkan melalui pendidikan lama dan pengalaman klinik yang memadai. Perawat harus memiliki karakteristik sikap caring yaitu competence,confidence, compassion, conscience and commitment (ANA, 1995 dalam Nurachmah, 2004). Pelayanan keperawatan yang optimal dapat dicapai jika perawat sudah profesional.
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Ansietas
Temani dan ajak bicara, latih relaksasi secara mandiri: tarik nafas dalam, relaksasi progresif, fokus pada lima jari (berpikir positif), stop berpikir, libatkan dalam kegiatan, perhatikan kecukupan makan, minum dan istirahat
2. PTSD
Bangun hubungan saling percaya, empati pada individu, hargai jika individu siap bercerita tentang pengalaman traumatisnya (jangan paksa berceritra), dengarkan juga jika individu bercerita tentang kondisinya sebelum peristiwa, bantu untuk melakukan kegiatan sharing dengan orang yang dipercaya, melakukan kegiatan fisik (nafas dalam, senam, relaksasi), melakukan kegiatan bersama, membentuk kelompok saling mendukung, melakukan kegiatan ibadah dan berserah kepada Tuhan. Bantu mengidentifikasi sumber pendukung dari keluarga dan pemerintah yang dapat memenuhu kebutuhan keluarga, dan melakukan aktifitas baru yang mungkin dilakuakan
3. Keputusasaan
Temani dan hargai individu, bersama-sama melihat aspek positif yang masih dimiliki, berusaha menghentikan dan melawan keputusasaan (pikiran negatif), beri semangat hidup dengan memberikan pujian terhadap hal-hal positif yang dilakukan. Libatkan keluarga/teman memberi dukungan dan semangat,
Daftar Pustaka
BNPB. Definisi dan Jenis Bencana [internet]. [diunduh pada 2018 Apr 26]. Terdapat pada: https://www.bnpb.go.id/home/definisi.html.
BNPB. Sejarah dan Visi Misi BNPB [internet]. [diunduh 2018 Aprl 28]. Terdapat pada: https://bnpb.go.id//home/sejarah.
Dewi IK, Istiadi Y. 2016. Mitigasi bencana pada masyarakat tradisional dalam menghadapi perubahan iklim di Kampung Naga, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. J Manusia dan Lingkungan. 23(1): 129-135.
https://foresteract.com/bencana-alam/
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/54
Maxmanroe. Pengertian Bencana Alam Secara Umum Jenis, Macam, Penyebab Bencana Alam [internet]. [diunduh 2018 Aprl 26]. Tersedia pada: https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-bencana-alam.html
Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta (ID): Seketariat Negara Republik Indonesia.
Romdlon N.2017. 10 Bencana alam di dunia yang paling besar dan mengerikan sepanjang sejarah [internet] [diunduh pada 2017 April 4]. Terdapat pada: https://www.brilio.net/duh/10-bencana-alam-dunia-yang-paling-besar-mengerikan-sepanjang-sejarah-170714t.html
DEPKES RI (2005). Panduan bagi relawan untuk pemulihan kondisi korban selamat dan masalah kesehatan mental yang biasa muncul pasca bencana. Jakarta
DEPKES RI (2005). Panduan bagi petugas dan relawan kesehatan mental. Jakarta
DEPKES RI (2005). Panduan untuk melakukan penyuluhan, bimbingan kelompok dan konseling. Jakarta
Erwina, I., Keliat, B.A, Nasution, Y., Helena, N.C.D. (2010). Pengaruh cognitive behavior therapy terhadap post traumatic stress disorder pada penduduk pasca gempa di Padang Sumatera Barat. Jakarta: Tesis
Keliat, B.A, Helena, N.C.D., Nurhaeni, H., Akemat. (2010). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas: Basic course. Jakarta: EGC (proses cetak)
Rizanda Machmud. (2008). Peran petugas kesehatan dalam penanggulangan bencana alam. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 3. No. 1.
Sciraldi, G.R. (2009). The post traumatic stress disorder: Sourcebook. (second edition). New York: Mc Graw Hill
Stuart, G.W. (2009). Principles and practice: Psychiatric nursing. (9th edition). St. Louis: Mosby Elsevier
Profil penulis
Sri Hindriyastuti, S.Kep., Ns., MN, Akrab dipanggil bu Indri adalah dosen keperawatan jiwa di STIKES Cendekia Utama Kudus. Menyelesaikan S1 dan program profesi Ners di Universitas Diponegoro dengan IPK Cumlaude. S2 beliau di ambil di Flinders University, Australia dengan mengambil tema penelitian keperawatan bencana (Disaster Nursing). Saat ini bu Indri aktif dalam melakukan Tri Dharma perguruan tinggi, Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Adapun penelitian bu Indri berfokus pada Keperawatan Jiwa, Bencana dan Correctional Nursing. Bu Indri gemar menulis, sebelumnya pernah menerbitkan buku antologi motivasi, dan buku beasiswa luar negeri (Scholarship Hunter). Beliau bisa dihubungi di email beliau: hindriyas_tuti@yahoo.com atau konsultasi via WA bisa di 089668352760.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar