Kesantunan Berbahasa pada Peserta Didik Melalui Literasi Digital dengan
Pendekatan Humanistik
Oleh Eka Ayu Anggraeni
Dibukukan dalam buku berjudul Literasi Digital
Manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia
pasti membutuhkan orang lain. Di dalam hubungan sosial, seseorang membutuhkan
alat untuk berkomunikasi. sarana komunikasi ini maka itu disebut bahasa. Bahasa
memainkan peran penting dalam proses komunikasi bagi orang-orang, satu pihak
adalah pembicara dan yang lainnya adalah sasaran pembicara. Bahasa adalah alat yang digunakan
manusia untuk berkomunikasi satu sama lain. Bahasa itu penting karena tanpa
itu, sulit bagi orang untuk menyampaikan apa yang ingin mereka ungkapkan. Saat
berkomunikasi, pembicara seringkali menyampaikan lebih dari sekedar informasi.
Salah satu tujuan pacaran atau komunikasi adalah untuk belajar berperilaku
santun secara linguistik. Di banyak masyarakat
Asia Timur, kesopanan dianggap sebagai harta nasional yang diwarisi dari nenek
moyang. Kesopanan adalah tokoh linguistik dan budaya yang sangat menonjol di
daerah. Kesopanan inilah yang membedakan orang beradab dengan orang barbar.
Pendekatan humanistik adalah pendekatan
yang memandang peserta didik sebagai pribadi, bukan sebagai objek yang
menyimpan kekayaan pengetahuan, karena manusia pada dasarnya memiliki kemampuan
dan keinginan sendiri untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya. Pendekatan
humanistik lebih berfokus pada orang daripada individu. Guru sebagai mediator
informasi individu dan siswa secara mandiri melakukan kegiatan pembelajaran
untuk membentuk konsep dirinya.
Watts berpendapat bahwa
kesantunan adalah sarana untuk menciptakan dan mempertahankan struktur sosial
yang hierarkis dan elitis serta digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan
perbedaan sosial. Dalam hal ini, kesantunan merupakan cara yang sangat efektif
dalam melakukan sesuatu di masyarakat. Sopan santun
memainkan peran penting dalam menjaga hubungan manusia dan kehormatan. Dapat
dikatakan bahwa kesantunan itu bersifat universal karena berlaku umum di
berbagai bahasa dan negara, meskipun penggunaannya berbeda-beda.
Dengan berkembangnya teknologi, semakin
banyak media yang dapat digunakan. Teknologi adalah segala
sesuatu dari yang sederhana sampai yang paling canggih. Dengan bantuan
teknologi diharapkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dapat berjalan
dengan baik. Faktanya adalah bahwa saat ini orang jarang memperhatikan bahasa
yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan alat komunikasi
yang paling penting.
Tiga sikap bahasa yang dirumuskan
oleh Garvin dan Mathiot (Chaer dan Agustina, 2004) dapat menggambarkan realitas
Indonesia saat ini. Tiga ciri sikap linguistik adalah (1) kesetiaan linguistik,
yang mendorong orang-orang linguistik untuk melestarikan bahasanya sendiri dan,
jika perlu, mencegah pengaruh bahasa lain; (2) kebanggaan linguistik, yaitu
mendorong masyarakat untuk mengembangkan bahasanya sendiri dan menggunakannya
sebagai lambang identitas dan kesatuan masyarakat; (3) kesadaran akan adanya
norma bahasa (norm awareness), yang mendorong penggunaan bahasa seseorang
secara cermat dan santun; dan yang terakhir merupakan faktor yang sangat besar
pengaruhnya terhadap aktivitas, yaitu aktivitas di mana bahasa digunakan
(language use). Ketiga kualitas ini merupakan ciri sikap bahasa yang positif.
Sebaliknya, jika ketiga ciri sikap berbahasa itu hilang atau melemah pada diri
seseorang atau kelompok masyarakat tutur, berarti telah terjadi sikap negatif
terhadap bahasa pada orang atau kelompok masyarakat tersebut.
Seseorang harus memperhatikan
kesantunan ketika berbicara karena kesopanan tidak bisa diremehkan. Oleh karena
itu, Leech memperkenalkan prinsip kesantunan memiliki kontrol suara atau
controller untuk mengurangi dampak lucu, yang dapat menimbulkan konflik akibat
kesalahpahaman antara penutur dan lawan bicara. Prinsip kesantunan Leech
terdiri dari enam maksim, yaitu, maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan hati,
maksim penghormatan, maksim kesederhanaan, maksim pengertian bersama, dan
maksim simpati. Prinsip kesopanan Kalimat-kalimat yang disajikan oleh Leech
harus diterapkan sehingga pernyataan yang melibatkan tabu atau perasaan.
Sesuai dengan prinsip kesantunan,
penutur dituntut untuk menggunakan bahasa yang santun. Kesopanan harus
diperhatikan agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara penutur yang dapat
menimbulkan pertengkaran. Bertutur kata santun tidak dapat dibedakan dari usia
penutur pada saat berbicara dengan lawan bicara. orang yang baik harus bisa
beradaptasi dengan lawan bicara, apakah dia lebih muda, seumuran atau lebih
tua.
Kesantunan berbahasa ini harus
menjadi perhatian bersama seluruh lapisan masyarakat, terutama orang tua, guru
dan siswa. Setiap orang harus dididik tentang pentingnya kesantunan berbahasa,
apalagi kita orang Indonesia menganggap kesantunan sebagai harta dan kekayaan
bangsa. Bahasa Indonesia yang baik dan benar harus digunakan saat belajar
bahasa Indonesia. Selain itu, selalu mengikuti standar kesopanan dan kesopanan,
selalu melihat situasi dan keadaan serta orang lain.
Dengan mengikuti prinsip kesantunan
berbahasa, niscaya kita dapat mewujudkan dua tujuan komunikasi, yaitu
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dan menciptakan hubungan yang
harmonis. Ketika hubungan yang harmonis terjalin antara siswa dan guru, lebih
mudah untuk mencapai tujuan bersama.
Baca juga: Mengungkap Positifnya Pengaruh Literasi Digital pada Psikologis Anak sebagai Pengguna Internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar