(Sumber: Unsplash)
Pencarian Calon Pendamping Hidup: Rasionalitas dulu, Baru Rasa
Fardiana
Fikria Qur’any
“Bertindaklah
sebagai seorang rasional sebelum menikah dan bertindaklah sebagai seorang
pecinta setelah menikah”
Setiap individu
memiliki konsep tentang jodohnya sendiri. Ada orang yang memahami bahwa jodoh
itu merupakan takdir dari Tuhan tanpa ada campur tangan manusia, sementara itu
ada juga yang berpandangan bahwa jodoh yang dimaksudkan ialah laki-laki dan
perempuan. Adapun dengan siapa si A berjodoh apakah si B atau si C atau yang
lainnya, tentu ada campur tangan manusia di dalamnya. Sehingga, mencari calon
pendamping hidup adalah bagian dari tanggung jawab terhadap diri kita sendiri
yang tak lepas dari segala fasilitas yang telah Tuhan berikan kepada manusia
agar ia bisa menentukan jalan mana yang menghantarkannya pada kebahagiaan
hakiki.
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah SWT dalam surat
An-Najm ayat 39 yang berbunyi ,“Dan bahwasanya seorang manusia tidak
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”[1] Manusia berjalan dengan kesadaran dan kehendaknya.
Dengan kekuatan akalnya ia menemukan jalan dan ia memilih sesuai dengan
kehendak dirinya sendiri.
Kekuatan akal dan
kehendak ini sangat dibutuhkan di masa-masa pemilihan calon pasangan hidup.
Masa-masa yang paling indah dan mendebarkan adalah masa-masa pemilihan atau
pencarian calon pendamping hidup. Masa itu adalah masa yang tidak kalah penting
dari ijab-qabul itu sendiri dalam sebuah pernikahan. Kesalahan di masa ini akan
berimbas pada kehidupan rumah tangga dan keluarga di masa depan. Karena
pernikahan bukanlah sekedar menyatukan dua fisik semata, melainkan sebuah jalan
spiritual yang menghantarkan dua insan pada Sang Maha Cinta, dengan demikian
fase pencarian pendampingan hidup menjadi fase penting dalam kehidupan, baik
bagi laki-laki maupun perempuan.
Banyak cara yang
bisa di tempuh untuk mencari calon pasangan yang tepat. Setidaknya saya tahu
ada dua cara yang umumnya orang lakukan agar dapat saling mengenal yaitu,
pacaran dan ta’aruf. Pacaran pada umumnya ialah, dilakukan atas dasar rasa
saling suka yang terbangun antara dua insan. Durasi pacaran pun beragam, ada
yang singkat, ada yang panjang dan nasibnya pun ada yang berujung ke pelaminan,
ada juga yang tidak. Sementara itu, ta’aruf adalah sebuah cara pengenalan yang
singkat. Berkenalan secara singkat dengan bertukar foto serta riwayat hidup
diperantari oleh seorang guru di antara keduanya. Kalau mereka rasa cocok,
mereka akan lanjut ke pelaminan.
Selain dua cara
itu, ada cara lain yang bisa ditempuh untuk mencari calon pendamping hidup,
tidak pacaran juga tidak ta’aruf, melainkan membuka pintu pengenalan tanpa
sebuah komitmen pacaran. Bukan juga seperti ta’aruf yang memberikan data di
atas kertas tanpa melihat data dan fakta secara langsung, sehingga penilaian
tidak bisa diperoleh secara objektif. Cara lain itu yang kita sebut sebagai
mengenal dengan membangun kesadaran kosmologis.
Ada beberapa
prinsip secara kosmologis dalam pencarian pendamping hidup. Di antaranya ialah,
pertama, terkait perbedaan penciptaan laki-laki dan perempuan memiliki
implikasi pada tindakan keduanya dalam mengekspresikan cintanya. Kedua,
bagaimana membangun keseimbangan akal dan hati dalam proses pencarian calon
imam, calon pendamping hidup, calon ayah dari anak-anak.
Dari segi jiwanya,
baik laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan. Karena baik laki-laki
maupun perempuan diciptakan sebagai manusia dengan proses yang sama. Seperti
firman Allah SWT ,“Dan aku tiupkan di dalamnya dari Ruhku.” Sumber ruh pada
diri manusia adalah sama. Perbedaan keduanya secara kosmologis terdapat pada
hubungan hierarkis yang terbangun oleh tingkatan laki-laki dan perempuan pada
penciptaannya. Dalam hal ini kronologi penciptaan Adam (representasi laki-laki)
dan Hawa (representasi perempuan).
Baca Juga: Terima Kasih untuk tidak Menyerah
Dari segi
kronologi penciptaan (vertikal) Adam dan Hawa, yang lebih dahulu diciptakan
oleh Tuhan adalah Adam dan kemudian Hawa. Secara ontologis, Adam memiliki
derajat satu tingkat lebih tinggi dari Hawa. Tingkatan ontologis semacam ini
memperlihatkan kualitas aktif pada Adam yang harus turun ke Hawa yang bersifat
pasif dan melahirkan keseimbangan yang dikenal dalam istilah Cina dengan Yin
dan Yang. Namun, sisi aktif dan pasif pada diri laki-laki maupun perempuan di
alam sifatnya tidaklah niscaya melainkan sebuah kecenderungan yang
terkonstruksi oleh berbagai faktor, baik itu faktor biologis maupun psikologis.
Kita perlu melihat
bahwa karakteristik laki-laki secara alamiah itu aktif, tetapi mungkin juga ia akan
bersikap pasif dalam merespon lawan jenisnya. Laki-laki akan bersifat aktif
ketika hatinya merasa menemukan dambaannya di alam. Ia akan aktif
memperjuangkan cintanya untuk seorang perempuan. Karena secara di alam
(horizontal) berangkat dari sisi kronologi penciptaan tadi, bahwa ketika
laki-laki mencintai perempuan maka ia sedang mencintai dirinya sendiri. Adapun
perempuan mencintai laki-laki karena ia cinta untuk kembali kepada asalnya,
cinta kepada Tuhannya.
Dengan demikian,
sebagai perempuan ketika dalam proses pencarian pendamping hidup yang perlu
kita lihat adalah bagaimana seorang laki-laki aktif untuk memperjuangkan
perempuan tersebut menjadi istrinya. Karena perjuangan laki-laki akan terbukti
pada bingkai pernikahan. Tanggung jawabnya menikahi, tanggung jawabnya
menafkahi lahir dan batin serta tanggung jawabnya mendidik dan membimbing
isteri dan anak-anaknya.
Kedua, membangun
keseimbangan akal dan hati dalam proses pencarian pendamping hidup menjadi
sangat penting. Tidak jarang perempuan terjebak dalam perasaannya, sementara
laki-laki terjebak pada hasrat seksualnya ketika menjalin hubungan sebelum
pernikahan, khususnya pada tahap pengenalan. Hal ini dikarenakan baik laki-laki
maupun perempuan mengedepankan hasratnya dibandingkan pikirannya. Sehingga,
konsekuensinya adalah terjebak pada hal-hal yang tidak substansi pada masa
pengenalan. Konsekuensi terbesarnya ialah, terjadinya seksualitas di luar
pernikahan yang tidak hanya memberikan goncangan pada jiwa tetapi juga pada
sosial-masyarakat.
Nabi Muhammad SAW pernah berkata ,“Tempatkan kaum perempuan di belakang.”. Kosmologi memahami
perempuan dalam hadist ini bukanlah perempuan dalam arti salah satu jenis
kelamin, melainkan sebagai ganti dari kualitas feminin yang dimiliki oleh jiwa.
Sehingga secara kosmologis dapat diartikan bahwa tempatkanlah akalmu baru jiwamu
terakhir. Seperti yang dikatakan Alexis Carrel bahwa jiwa dan akal seperti
mesin dan lampu. Jiwa membuat mobil menjadi gerak, sementara lampu dibutuhkan
agar mobil tidak menabrak dan berada pada arah yang benar. Analogi mobil tadi
menggambarkan bahwa di dalam diri manusia ada jiwa yang menjadi penggeraknya,
tetapi agar geraknya benar maka manusia membutuhkan akalnya agar tidak
menabrak.
Objektivikasi dan menilai calon pendamping pasangan
tidak memerlukan waktu yang lama tapi tidak bisa juga hanya dengan data singkat
yang hanya tertera di atas kertas saja. Karakternya bisa tersirat dari apa yang
dia baca, dengan siap dia bergaul, bagaimana etos kerjanya, bagaimana sikapnya
pada orang tuanya dan lain sebagainya.
Rasa tidak bisa diobjektivikasi, tapi objek dari rasa
bisa kita objektivikasi. Perasaan cinta kita memang tidak bisa kita nilai benar
dan salahnya, tapi manifestasi cinta yang terejawantah dalam tindakan dapat
kita nilai baik dan buruknya, benar dan salahnya. Maka, objektivikasi dalam
salah satu bab kosmologi yaitu, tahqiq
menjadi penting dalam kehidupan kita, khususnya dalam pencarian calon
pendamping hidup.
Kosmologi perempuan[2] adalah pengembangan pemikiran falsafati yang
dijadikan sebuah pendekatan digunakan untuk memahami dan memaknai perempuan lebih
dari sekedar fisiknya belaka. Ia berhubungan dengan jiwa, akal dan hati
manusia. Sebuah tahapan penting dalam kosmologi perempuan ialah yang disebut
dengan tahapan tahqiq. Tahqiq dalam
arti literal berarti penelitian.
Konsep tahqiq
di sini secara garis besar dideskripsikan sebagai sebuah proses konsepsi (tashawwur) dan penilaian (tashdiq) yang objektif diterapkan dalam
berbagai hal termasuk untuk urusan mengobjektivikasi calon pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup bukan sebuah proses terburu-buru, bukan pula seperti
membeli kucing di dalam karung. Oleh karena itu, prosesnya tidak bisa terburu
dan harus matang dengan segala data dan fakta yang didapat baru bisa dinilai
dengan objektif.
Tahapan ini dalam kosmologi perempuan adalah tahapan
terakhir agar terjadi keseimbangan hati. Keseimbangan hati didapatkan bukan
hanya dari perasaan emosional belaka melainkan didapatkan dari sebuah kepastian
objektif yang diperoleh dari proses pencarian yang objektif pula. Sehingga akal
bekerja, menganalisa segala data secara objektif untuk membantu hati memperoleh
keseimbangannya.
Akal dan hati yang seimbang akan mengarahkan manusia
untuk memutuskan segala urusannya dengan bijak bukan secara emosional dan hal
yang ini sangat diperlukan dalam proses pencarian calon pasangan/pendamping
hidup yang kelak akan menemani kita seumur hidup, hingga maut memisahkan.
Secara teknis, selain menelusuri langsung kondisi calon pasangan hidup seperti melihat bagaimana etos kerjanya, bagaimana tanggung jawabnya, siapa kawan bermainnya, apa saja buku yang dibacanya, bagaimana ia menghadapi persoalan, selain itu perlu juga adanya psikotes.
Bersambung ...
Profil Penulis
Fardiana Fikria Qur’any, penulis adalah perempuan lahir pada 14 Februari 1989. Perempuan kelahiran Jakarta ini juga merupakan ibu dari tiga anak yang juga sibuk berkarir di dunia dosen. Saat ini, penulis merupakan dosen Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan sedang menyelesaikan studi Doktor bidang pengkajian Islam dengan konsentrasi liniearnya yaitu, Filsafat Islam di salah satu kampus negeri di bilangan Jakarta. Selain sibuk di dunia dosen serta studi S3, Penulis juga merupakan koordinator Jaringan Aktivis Filsafat Islam (JAKFI) untuk wilayah Jakarta.
Salah
satu isu yang sampai hari ini berkembang dalam kajian-kajian JAKFI adalah
KOSMOLOGI PEREMPUAN. Tulisan ini merupakan hasil perjalanan hidup si Penulis
dan juga hasil dari teorisasi dari kajian-kajian Kosmologi Perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar