Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A1
25k / bulan
60k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A2
25k / bulan
60k / 3 bulan

Pencarian Calon Pendamping Hidup: Rasionalitas dulu, Baru Rasa (Karya: Fardiana Fikria Qur’any)

 

(Sumber: Unsplash)


Pencarian Calon Pendamping Hidup: Rasionalitas dulu, Baru Rasa

Fardiana Fikria Qur’any

 (Dibukukan dalam buku berjudul Debar Kawal Hingga Halal)

 

“Bertindaklah sebagai seorang rasional sebelum menikah dan bertindaklah sebagai seorang pecinta setelah menikah”

Setiap individu memiliki konsep tentang jodohnya sendiri. Ada orang yang memahami bahwa jodoh itu merupakan takdir dari Tuhan tanpa ada campur tangan manusia, sementara itu ada juga yang berpandangan bahwa jodoh yang dimaksudkan ialah laki-laki dan perempuan. Adapun dengan siapa si A berjodoh apakah si B atau si C atau yang lainnya, tentu ada campur tangan manusia di dalamnya. Sehingga, mencari calon pendamping hidup adalah bagian dari tanggung jawab terhadap diri kita sendiri yang tak lepas dari segala fasilitas yang telah Tuhan berikan kepada manusia agar ia bisa menentukan jalan mana yang menghantarkannya pada kebahagiaan hakiki.

Hal ini dikuatkan oleh firman Allah SWT dalam surat An-Najm ayat 39 yang berbunyi ,“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”[1]  Manusia berjalan dengan kesadaran dan kehendaknya. Dengan kekuatan akalnya ia menemukan jalan dan ia memilih sesuai dengan kehendak dirinya sendiri.

Kekuatan akal dan kehendak ini sangat dibutuhkan di masa-masa pemilihan calon pasangan hidup. Masa-masa yang paling indah dan mendebarkan adalah masa-masa pemilihan atau pencarian calon pendamping hidup. Masa itu adalah masa yang tidak kalah penting dari ijab-qabul itu sendiri dalam sebuah pernikahan. Kesalahan di masa ini akan berimbas pada kehidupan rumah tangga dan keluarga di masa depan. Karena pernikahan bukanlah sekedar menyatukan dua fisik semata, melainkan sebuah jalan spiritual yang menghantarkan dua insan pada Sang Maha Cinta, dengan demikian fase pencarian pendampingan hidup menjadi fase penting dalam kehidupan, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Banyak cara yang bisa di tempuh untuk mencari calon pasangan yang tepat. Setidaknya saya tahu ada dua cara yang umumnya orang lakukan agar dapat saling mengenal yaitu, pacaran dan ta’aruf. Pacaran pada umumnya ialah, dilakukan atas dasar rasa saling suka yang terbangun antara dua insan. Durasi pacaran pun beragam, ada yang singkat, ada yang panjang dan nasibnya pun ada yang berujung ke pelaminan, ada juga yang tidak. Sementara itu, ta’aruf adalah sebuah cara pengenalan yang singkat. Berkenalan secara singkat dengan bertukar foto serta riwayat hidup diperantari oleh seorang guru di antara keduanya. Kalau mereka rasa cocok, mereka akan lanjut ke pelaminan.

Selain dua cara itu, ada cara lain yang bisa ditempuh untuk mencari calon pendamping hidup, tidak pacaran juga tidak ta’aruf, melainkan membuka pintu pengenalan tanpa sebuah komitmen pacaran. Bukan juga seperti ta’aruf yang memberikan data di atas kertas tanpa melihat data dan fakta secara langsung, sehingga penilaian tidak bisa diperoleh secara objektif. Cara lain itu yang kita sebut sebagai mengenal dengan membangun kesadaran kosmologis.

Ada beberapa prinsip secara kosmologis dalam pencarian pendamping hidup. Di antaranya ialah, pertama, terkait perbedaan penciptaan laki-laki dan perempuan memiliki implikasi pada tindakan keduanya dalam mengekspresikan cintanya. Kedua, bagaimana membangun keseimbangan akal dan hati dalam proses pencarian calon imam, calon pendamping hidup, calon ayah dari anak-anak.

Dari segi jiwanya, baik laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan. Karena baik laki-laki maupun perempuan diciptakan sebagai manusia dengan proses yang sama. Seperti firman Allah SWT ,“Dan aku tiupkan  di dalamnya dari Ruhku.” Sumber ruh pada diri manusia adalah sama. Perbedaan keduanya secara kosmologis terdapat pada hubungan hierarkis yang terbangun oleh tingkatan laki-laki dan perempuan pada penciptaannya. Dalam hal ini kronologi penciptaan Adam (representasi laki-laki) dan Hawa (representasi perempuan).

Baca Juga: Terima Kasih untuk tidak Menyerah

Dari segi kronologi penciptaan (vertikal) Adam dan Hawa, yang lebih dahulu diciptakan oleh Tuhan adalah Adam dan kemudian Hawa. Secara ontologis, Adam memiliki derajat satu tingkat lebih tinggi dari Hawa. Tingkatan ontologis semacam ini memperlihatkan kualitas aktif pada Adam yang harus turun ke Hawa yang bersifat pasif dan melahirkan keseimbangan yang dikenal dalam istilah Cina dengan Yin dan Yang. Namun, sisi aktif dan pasif pada diri laki-laki maupun perempuan di alam sifatnya tidaklah niscaya melainkan sebuah kecenderungan yang terkonstruksi oleh berbagai faktor, baik itu faktor biologis maupun psikologis.

Kita perlu melihat bahwa karakteristik laki-laki secara alamiah itu aktif, tetapi mungkin juga ia akan bersikap pasif dalam merespon lawan jenisnya. Laki-laki akan bersifat aktif ketika hatinya merasa menemukan dambaannya di alam. Ia akan aktif memperjuangkan cintanya untuk seorang perempuan. Karena secara di alam (horizontal) berangkat dari sisi kronologi penciptaan tadi, bahwa ketika laki-laki mencintai perempuan maka ia sedang mencintai dirinya sendiri. Adapun perempuan mencintai laki-laki karena ia cinta untuk kembali kepada asalnya, cinta kepada Tuhannya.

Dengan demikian, sebagai perempuan ketika dalam proses pencarian pendamping hidup yang perlu kita lihat adalah bagaimana seorang laki-laki aktif untuk memperjuangkan perempuan tersebut menjadi istrinya. Karena perjuangan laki-laki akan terbukti pada bingkai pernikahan. Tanggung jawabnya menikahi, tanggung jawabnya menafkahi lahir dan batin serta tanggung jawabnya mendidik dan membimbing isteri dan anak-anaknya.

Kedua, membangun keseimbangan akal dan hati dalam proses pencarian pendamping hidup menjadi sangat penting. Tidak jarang perempuan terjebak dalam perasaannya, sementara laki-laki terjebak pada hasrat seksualnya ketika menjalin hubungan sebelum pernikahan, khususnya pada tahap pengenalan. Hal ini dikarenakan baik laki-laki maupun perempuan mengedepankan hasratnya dibandingkan pikirannya. Sehingga, konsekuensinya adalah terjebak pada hal-hal yang tidak substansi pada masa pengenalan. Konsekuensi terbesarnya ialah, terjadinya seksualitas di luar pernikahan yang tidak hanya memberikan goncangan pada jiwa tetapi juga pada sosial-masyarakat.

Nabi Muhammad SAW pernah berkata ,“Tempatkan kaum perempuan di belakang.”. Kosmologi memahami perempuan dalam hadist ini bukanlah perempuan dalam arti salah satu jenis kelamin, melainkan sebagai ganti dari kualitas feminin yang dimiliki oleh jiwa. Sehingga secara kosmologis dapat diartikan bahwa tempatkanlah akalmu baru jiwamu terakhir. Seperti yang dikatakan Alexis Carrel bahwa jiwa dan akal seperti mesin dan lampu. Jiwa membuat mobil menjadi gerak, sementara lampu dibutuhkan agar mobil tidak menabrak dan berada pada arah yang benar. Analogi mobil tadi menggambarkan bahwa di dalam diri manusia ada jiwa yang menjadi penggeraknya, tetapi agar geraknya benar maka manusia membutuhkan akalnya agar tidak menabrak.

Objektivikasi dan menilai calon pendamping pasangan tidak memerlukan waktu yang lama tapi tidak bisa juga hanya dengan data singkat yang hanya tertera di atas kertas saja. Karakternya bisa tersirat dari apa yang dia baca, dengan siap dia bergaul, bagaimana etos kerjanya, bagaimana sikapnya pada orang tuanya dan lain sebagainya.

Rasa tidak bisa diobjektivikasi, tapi objek dari rasa bisa kita objektivikasi. Perasaan cinta kita memang tidak bisa kita nilai benar dan salahnya, tapi manifestasi cinta yang terejawantah dalam tindakan dapat kita nilai baik dan buruknya, benar dan salahnya. Maka, objektivikasi dalam salah satu bab kosmologi yaitu, tahqiq menjadi penting dalam kehidupan kita, khususnya dalam pencarian calon pendamping hidup.

Kosmologi perempuan[2]  adalah pengembangan pemikiran falsafati yang dijadikan sebuah pendekatan digunakan untuk memahami dan memaknai perempuan lebih dari sekedar fisiknya belaka. Ia berhubungan dengan jiwa, akal dan hati manusia. Sebuah tahapan penting dalam kosmologi perempuan ialah yang disebut dengan tahapan tahqiq. Tahqiq dalam arti literal berarti penelitian.

Konsep tahqiq di sini secara garis besar dideskripsikan sebagai sebuah proses konsepsi (tashawwur) dan penilaian (tashdiq) yang objektif diterapkan dalam berbagai hal termasuk untuk urusan mengobjektivikasi calon pasangan hidup. Memilih pasangan hidup bukan sebuah proses terburu-buru, bukan pula seperti membeli kucing di dalam karung. Oleh karena itu, prosesnya tidak bisa terburu dan harus matang dengan segala data dan fakta yang didapat baru bisa dinilai dengan objektif.

Tahapan ini dalam kosmologi perempuan adalah tahapan terakhir agar terjadi keseimbangan hati. Keseimbangan hati didapatkan bukan hanya dari perasaan emosional belaka melainkan didapatkan dari sebuah kepastian objektif yang diperoleh dari proses pencarian yang objektif pula. Sehingga akal bekerja, menganalisa segala data secara objektif untuk membantu hati memperoleh keseimbangannya.

Akal dan hati yang seimbang akan mengarahkan manusia untuk memutuskan segala urusannya dengan bijak bukan secara emosional dan hal yang ini sangat diperlukan dalam proses pencarian calon pasangan/pendamping hidup yang kelak akan menemani kita seumur hidup, hingga maut memisahkan.

Secara teknis, selain menelusuri langsung kondisi calon pasangan hidup seperti melihat bagaimana etos kerjanya, bagaimana tanggung jawabnya, siapa kawan bermainnya, apa saja buku yang dibacanya, bagaimana ia menghadapi persoalan, selain itu perlu juga adanya psikotes. 

Bersambung ...



[1] QS. aN-Najm ayat 39

[2] A.M. Safwan, Kosmologi Perempuan (Yogyakarta: RausyanFIkr, 2020)


Profil Penulis


Fardiana Fikria Qur’any, penulis adalah perempuan lahir pada 14 Februari 1989.  Perempuan kelahiran Jakarta ini juga merupakan ibu dari tiga anak yang juga sibuk berkarir di dunia dosen. Saat ini, penulis merupakan dosen Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta dan sedang menyelesaikan studi Doktor bidang pengkajian Islam dengan konsentrasi liniearnya yaitu, Filsafat Islam di salah satu kampus negeri di bilangan Jakarta. Selain sibuk di dunia dosen serta studi S3, Penulis juga merupakan koordinator Jaringan Aktivis Filsafat Islam (JAKFI) untuk wilayah Jakarta.

Salah satu isu yang sampai hari ini berkembang dalam kajian-kajian JAKFI adalah KOSMOLOGI PEREMPUAN. Tulisan ini merupakan hasil perjalanan hidup si Penulis dan juga hasil dari teorisasi dari kajian-kajian Kosmologi Perempuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640