Jangan Menyerah Karena Cinta
Karya: Novia Nelly Fitriani
(Dibukukan dalam buku berjudul Terima Kasih untuk tidak Menyerah)
Bisa dilihat seorang gadis
berambut pendek dan bertubuh mungil duduk di teras dan sedang memakai sepatu
yang sedikit usang tapi bisa dibilang sangat layak pakai, bahasa mudahnya
berdebu. Seperti manusia pada umumnya ia memang terkadang ia sedikit malas
untuk beberes, dan sekarang dirinya sudah sedikit terlambat untuk ke sekolah.
Tidak, dia bukan tipe yang
pemalas hanya saja semalam ia melewatkan jadwal tidur hariannya, jadi hari ini
pula kantung matanya terlihat jelas. Sedikit kemalangan bagi gadis itu, padahal
ini hari pertama ia bersekolah.
Pagi ini gadis itu diantar
ke sekolah oleh ojek
langganannya Bang Amir namanya, "Makasih bang, hati hati."
"Aku yang harusnya
menyampaikan hati-hati padamu." Ujar Bang Amir, gadis itu mengkerutkan
alis tipisnya pertanda sedikit bingung dengan ucapan lelaki tersebut. Bang Amir
paham jika gadis bertubuh pendek itu bingung dan langsung melanjutkan
kalimatnya, "kau sudah
terlambat, hati-hati dihukum di depan kelas."
"Tak akan lah bang,
siapa yang berani sama aku." Ujar gadis itu, Bang Amir sedikit tertawa, "Dulu saat dimarahi
ibu pun kau menangis."
Gadis itu tertawa, "Jangan diungkit-ungkit
lagi lah bang, saat itu memang aku yang salah.” Sedikit candaan dari Bang Amir
pagi ini membuat kegelisahan gadis itu sedikit sirna, walaupun dalam hatinya
tetap khawatir untuk dihukum oleh panitia ospek. "Makasih bang, aku masuk
dulu"! ucapnya.
"Iya, belajar yang
rajin, jangan kau bermalas-malasan!" ujar Bang Amir kepada gadis yang baru
saja diantarnya.
Gadis itu tersenyum tanda
jika ia mengiyakan ucapan Bang Amir, dan ia langsung berjalan menuju gerbang.
Candaan dari Bang Amir tadi membuat harinya sedikit berwarna, ia sangat
menyukai latar belakang dari sosok Bang Amir, jangan salah paham itu hanya
sebatas kekaguman. Bang Amir dan dirinya sudah dekat sejak dia duduk di bangku
SMP kelas 2, dan Bang Amir kelas 2 SMA, memang tak terpaut jauh umur mereka
berdua. Bang Amir dan dirinya dulu adalah tetangga, jarak rumah mereka pun tak
begitu jauh hanya berjarak 3 rumah, namun karena masalah ekonomi Bang Amir dan
keluarganya harus pindah. Tak terlalu jauh mereka hanya pindah ke komplek
sebelah untuk tinggal di rumah adik dari ibunya.
Pada saat itu pula Bang
Amir harus memiliki kemandirian sebab ekonomi keluarganya sedang di ujung
tanduk. Tanpa sengaja disuatu sore ia bertemu dengan ayah gadis itu dan ayahnya
mengajak dirinya berbincang-bincang, katanya ia sedang mencari tukang antar jemput
untuk putrinya dari rumah ke sekolah, dengan senang hati ia menawarkan diri
sebab dirinya juga sedang butuh pekerjaan. Lelaki keturunan timur itu memiliki
gigi yang putih, lesung dan juga rambut yang tebal siapa yang tak jatuh cinta
jika dilihat dari parasnya, tak salah jika gadis itu memiliki kekaguman untuk
sosok Bang Amir.
Gadis itu sedang menyusuri
gedung sekolah dan sedikit kebingungan mencari-cari kelasnya, jika dilihat-lihat
dirinya belum begitu terlambat karena belum ada guru yang masuk ke kelas-kelas,
jadi dirinya tak begitu khawatir dan sekarang ia harus fokus mencari satu nama
diabsen setiap kelas, ‘Elysian Upasama’ namanya tertera di kelas yang terletak
lorong paling ujung di lantai satu. Saat memasuki kelas seorang gadis
berkerudung tersenyum lebar kepadanya dan memanggilnya "Hey ely sini! Sudah
kusiapkan bangku untukmu," dia menatap
gadis berkerudung itu dengan mata berbinar dan menghampirinya
"Siya, di kelas ini
juga?" tanya Ely.
"Iya, tadi pagi
kulihat namamu, jadi kusisihkan bangku untukmu," gadis itu tersenyum
kepada teman sebangkunya sebagai tanda terima kasih yang tak diutarakan secara
langsung. Gadis berkerudung itu juga membalas senyumnya, sepertinya Ely sedikit
terpana melihat salah satu gigi temannya yang menonjol yang tak tumbuh teratur
seperti gigi lain. Bisa Ely akui jika gadis berkerudung itu terlihat sangat
manis ketika tersenyum.
Tak lama kemudian seorang
laki laki memakai pakaian coklat polos masuk ke dalam kelas. Pakaiannya tak seperti milik
guru yang lain, bisa ditebak dari kerutan di wajahnya ia berusia
kisaran 40 tahunan. Jika dilihat dari gerak geriknya lelaki itu sepertinya ia
akan memperkenalkan diri.
"Anak-anak perkenalkan nama saya Pak
Bujang seorang guru honorer yang sudah masuk tahun ketiga mengajar murid di sekolah
ini mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia, saya bukan bujangan karena saya
sudah menikah beristri 1 dan menafkahi 2 anak perempuan, saya wali kelas
sementara kalian pada masa orientasi sekolah."
Jika dilihat dari
perkenalan beliau sepertinya ia sosok yang lumayan humoris, dan akan disukai
anak-anak di kelas.
Beberapa saat kemudian Pak Bujang keluar dari kelas sebab tugasnya sudah
selesai yaitu mengabsen murid barunya kemudian beliau menyuruh mereka untuk
berkumpul di aula atas untuk mengikuti serangkaian acara dari panitia orientasi
sekolah.
Seperti gadis pada umumnya
ia begitu bergejolak dan sering memimpikan masa SMA yang begitu indah, dipenuhi
cinta masa muda. Namun ia sadar diri sebab ayahnya dan juga ibunya tak
memperbolehkannya terikat dalam hubungan percintaan. Tak tahu alasan pastinya karena
setiap Ely menceritakan jika ia menyukai seseorang ibunya selalu berkata, "Belajar dulu yang
benar!" mungkin
mereka khawatir jika Ely tak akan fokus dalam pendidikannya. Tapi mau
bagaimanapun orangtuanya tak pernah bisa melarang jika ia menyukai lawan jenis
mereka juga tahu jika masa remaja anaknya pasti akan dimabuk cinta, hanya saja
balasannya saja yang begitu ketus. Pengalaman orangtuanya lebih banyak
dibandingkan Ely sendiri jadi mereka tahu remaja tak suka hal yang biasa saja,
mereka suka yang berlebihan, mereka selalu bergejolak besar apalagi masalah
percintaan, jika orang tua tak pandai mengajarkan anaknya untuk mengerem
bisa-bisa mereka kebablasan.
Beberapa bulan setelah
masa orientasi sekolah-pun berlalu, Ely dan teman-temannya sedang mempersiapkan
diri untuk
Penilaian Akhir Semester Genap. Mereka semua belajar dengan dengan rajin namun
berbeda dengan Ely, ia malah sibuk dengan masalah percintaanya dan semenjak
berpacaran dengan Sajak ia selalu mengabaikan pendidikannya. Ini pertama
kalinya ia menjalin asmara dengan seorang pria.
Pertemuan mereka diawali dimana
Sajak dan Ely secara tidak sengaja dijemur di bawah tiang bendera karena mereka
terlambat. Ely terlambat dikarenakan Bang Amir pagi hari itu sakit perut
sehingga ia terlambat mengantar Ely ke sekolah, sedangkan Sajak seperti biasa
ia main bersama kawan-kawannya sampai malam sehingga ia kesiangan. Pada saat
itu Sajak tidak sengaja memandang Ely dan ia terpana melihat sisi manis dari
wajah Ely. Pagi itu setelah mereka selesai di hukum Sajak langsung mencari
informasi mengenai Ely. Ia meminta nomor handphone Ely secara diam diam kepada
teman Ely lalu mengajak Ely berkenalan. Setelah mereka berkenalan beberapa
waktu Ely menyukai sisi Sajak yang sangat humoris dan bisa memposisikan diri
untuk diajak bicara, baik hal serius maupun hal ringan. Namun banyak hal hal
yang teman-temannya katakan mengenai Sajak tetapi Ely mengabaikannya begitu
saja karena ia terlanjur jatuh hati kepada Sajak.
Banyak teman-teman Ely
yang tidak setuju dengan hubungan percintaannya karena sosok Sajak ini suka
sekali menggoda perempuan-perempuan cantik di belakang Ely, namun Ely
mengabaikan hal tersebut karena percuma saja menasehati orang yang jatuh cinta
sebab mereka tak akan pernah peduli dengan apa yang orang katakan, mata mereka
buta dan telinga mereka tuli, matanya hanya tertuju untuk orang yang
dicintainya saja. Karena menurut Ely Sajak di depannya terlihat sangat
mencintainya, jadi ia tidak memikirkan apa kata orang lain.
Pada jam istirahat Sajak
menghampiri Ely, “Hai, cantik!” serunya sambil merangkul pundak Ely dan berjalan menuju
kantin. Sesampainya di kantin ia memesan, “Bu
seperti biasa, siomay 2, es teh 2, es nya yang banyak.” Itu adalah makanan
favorit mereka beberapa minggu ini setelah soto ayam.
“Kau hari ini terlihat
cantik sekali Ely, aku semakin jatuh cinta kepadamu.” Ujar Sajak sambil menatap
Ely yang tersipu malu di tempat duduknya.
“Kau benar-benar jatuh
hati atau membual?” ujar Ely kepada Sajak.
“Tentunya aku benar-benar
jatuh cinta kepadamu sayang!” ia menanggapi ujaran Ely tadi,
“Buktinya kalau cinta
mengapa kau lama sekali membalas pesanku bahkan sampai berjam-jam, aku kesal
denganmu!” ucap Ely sedikit kesal,
“Aku sibuk dengan
teman-temanku sayang, terkadang juga aku harus membantu orang tuaku di rumah,
mana sempat aku memegang handphone lama-lama!” ujar sajak menjelaskan kepada
Ely,
“Sudahlah aku kesal
denganmu!” jawab Ely.
“Sudah jangan kesal
kepadaku, lebih baik aku menyuapimu siomay ini, ayo buka mulutmu!” kata Sajak
sambil menyuapi Ely.
“Jadi, bagaimana nanti
malam apakah kita jadi keluar?” tanya Ely kepada Sajak.
“Sepertinya aku belum bisa
nanti malam, aku harus membantu orang tuaku berjualan,” jawab Sajak,
“Hmmm, yasudahlah,” ujar
Ely sedikit kecewa.
“Jangan cemberut begitu
kita ganti hari lain ya cantik,” ucap Sajak untuk membujuk Ely. Tak lama setelah itu bel masuk
pun berbunyi dan mereka berdua pun masuk kelas.
Sesampainya di kelas Ely
duduk di tempatnya lalu Siya
bertanya kepada Ely.
“Nanti malam kau sibuk
tidak?”
“Tidak, ada apa?” jawab Ely.
“Apa nanti malam kau bisa
mengantarku untuk membeli buku, aku ingin membelinya untuk persiapan ujian
nanti.” Ucap Siya kepada
Ely.
“Aku tidak sedang sibuk,
baiklah nanti malam aku temani,” ucap Ely.
“Terima kasih Ely!” ucap
Siya.
“Simpan terima kasihmu
untuk nanti,” jawab Ely sambil tersenyum.
Malam itu Siya menjemput
Ely di rumahnya kemudian
bergegas pergi ke Toko Buku Sastra menggunakan sepeda motornya masing-masing
sambil menikmati suasana malam itu. Walaupun sebenarnya Ely sedikit kecewa
karena tidak jadi pergi dengan Sajak. Sesampainya di toko buku mereka mencari
buku yang Siya inginkan. Seorang pegawai menghampiri mereka kemudian Siya
bertanya ke pegawai tersebut dimana ia bisa mendapatkan buku yang ia cari
sehingga petugas tersebut memberitahunya untuk naik ke lantai dua. Tak lama
kemudian mereka mendapatkan buku yang Siya inginkan dan mereka segera menuju
kasir untuk membayar buku tersebut. Namun tanpa mereka sadari kunci motor milik
Ely terjatuh dari kantongnya sesaat sebelum sampai di kasir. Sesampainya di
kasir Siya membayar buku miliknya dan setelah itu mereka langsung pergi menuju
tempat parkir. Ketika sampai tempat parkir Ely menyadari jika ia tidak
mendapati kunci motornya di kantong miliknya.
“Siya apa kau melihat
kunci motorku?” ujar Ely yang terlihat kebingungan.
“Aku tidak melihatnya, ada
apa?” tanya Siya,.
“Sepertinya kunci motorku
terjatuh saat kita membeli buku tadi.” Ucap Ely.
“Mari kita pergi kembali
ke toko buku tadi” ujar Siya. Setelah itu mereka bergegas kembali ke toko buku
tersebut.
Mereka bertanya kepada
beberapa pegawai yang ada dan salah seorang pegawai memberitahu jika ia melihat
kunci motor terjatuh dan memberikan kunci motor tersebut kepada kasir. Ely dan
Siya bergegas pergi ke kasir dan betapa kagetnya Ely melihat Sajak berada di
kasir bersama wanita lain. Ely dan Siya terdiam sejenak dan merasa sangat kaget
karena tidak menyangka Sajak yang awalnya berkata ia sedang membantu orang
tuanya tetapi pergi bersama wanita lain. Segera mungkin Ely menghampiri Sajak
dengan perasaan menggebu gebu, namun ia harus menghadapinya dengan santai.
“Hai Sajak, sedang apa di
sini?” tanya Ely dengan dada sesak.
“Loh, sayang ini siapa?” jawab
wanita itu.
“Sayang? Siapa wanita ini
Sajak?“ ucap Ely.
“Kenalin aku pacar Sajak.”
Ucap wanita itu,
“Sejak kapan kalian
bersama?” ujar Ely dengan perasaan menggebu-gebu.
“Maaf Ely aku bisa jelasin
semuanya, ini tidak seperti yang kamu lihat.”
“Sudah cukup Sajak, tidak
perlu ada yang dijelaskan lagi dan aku sudah muak dengan tingkah lakumu selama
ini, kita cukup sampai di sini saja!” ujar Ely dengan penuh amarah dan
meninggalkan mereka berdua. “Siya ayo kita pergi dari sini”! ucap Ely kepada Siya dan
ia pun mengiyakan perkataan Ely.
Di perjalanan pulang Siya
menyemangati Ely agar ia tidak berlarut dalam kesedihanya dan dapat bangkit
dari rasa sakit hatinya. Ely mengiyakan bahwa dirinya akan selalu bersemangat
walaupun tanpa kekasih dan Ely tidak akan mengalami keterpurukan, namun
sesampainya di rumah semua yang diucap oleh Ely kepada Siya untuk selalu
bersemangat seakan tidak berarti karena di lubuk hati Ely yang terdalam ia
sangat sedih akan kehilangan Sajak. Ely menanggis berlarut-larut hingga 1
minggu lamanya dan hampir melukai dirinya sendiri karna Sajak adalah cinta
pertamanya. Ely merasa marah terhadap dirinya dan merasa dirinya tidak pantas
untuk siapa pun dan ia merasa binggung apa yang kurang dari dirinya sehingga ia
sangat membenci dirinya sendiri. Orang tuanya sempat curiga dengan perubahan
yang terjadi terhadap Ely dimana sebelumnya ia adalah pribadi yang selalu ceria
tetapi sekarang terhilat murung sampai 1 minggu lamanya.
Malam itu orang tua Ely
diam-diam pergi ke kamar Ely namun secara tidak sengaja mereka mendengar suara
Ely sedang menangis. Orang tua Ely membuka pintu kamar anaknya tersebut dan
langsung sesegera mungkin memeluk dan menenangkan anaknya.
“Ada apa dengan engkau
sayang?” ujar ibunya sambil menghapus air mata di pipi Ely.
“Aku takut jika
menceritakannya kalian akan marah padaku, sebab yang aku lakukan akibat dari
ulahku sendiri.” Ucap Ely dengan sesenggukan.
“Tidak akan nak .…” Ucap
ayahnya sambil mengelus kepala anaknya. Ely mencerikan apa yang terjadi kepada
ibu dan ayahnya, mereka mencoba untuk memahami dengan apa yang terjadi terhadap
dirinya.
“Nak ... apa yang sudah
terjadi terhadapmu jadikanlah pembelajaran, perjalananmu masih panjang jangan
menyerah karena cinta dari seorang pria murahan begitu saja, karena kamu masih
mendapatkan banyak cinta yang lain dari sekelilingmu, cinta dari ibu dan ayah,
cinta dari sahabat terdekatmu dan cinta dari Tuhan hingga kau masih bisa
berdiri sampai saat ini” ujar ayah Ely, “sekarang mari terus bertumbuh menjadi
pribadi yang lebih bahagia, lebih mudah bersyukur dan memaafkan terhadap segala
hal yang menyakitimu, belajar memaafkan untuk semua hal yang menyakiti, jadilah
versi terbaik untuk dirimu sendiri dan sebarkan hal-hal positif di manapun
serta janganlah terlarut dalam kesedihan.” Pesan ibu untuk anaknya itu.
Ely menangis sejadi-jadinya karena ia memiliki
orang tua yang sangat mendukungnya dalam posisi apapun. “Buktikan kepada
siapapun bahwa hal sekecil ini tidak akan mempengaruhimu dan jadilah versi
terbaik dari dirimu sendiri.” Ujar ayah yang menyemangati anaknya itu.
“Baik ayah dan ibu akan kubuktikan
bahwa aku tidak akan terpengaruh dengan hal sekecil ini, aku sayang kalian.”
Ujar Ely sambil memeluk ibu dan ayahnya.
Berapa minggu setelah
kejadian tersebut Ely kembali menjadi pribadi yang ceria. Ia mendapatkan juara
1 di kelasnya dan masuk di kelas favorit. Ia sadar bahwa sekarang yang
terpenting adalah mencintai terhadap dirinya terlebih dahulu maka setelah itu
akan datang cinta-cinta lain dalam
hidup. Dunia tidak menyukai wanita yang selalu bersedih karena hal-hal negatif
dan tidak akan menguntungkan. Jadilah wanita yang selalu positif menanggapi
sesuatu agar dunia selalu berpihak kepadamu. []
Profil Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar