Sejarah Ibadah Haji di Indonesia - Umat Islam yang menunaikan ibadah haji tahun ini akan segera kembali ke tanah air, bahkan sudah ada yang tiba di Indonesia. Nantinya, mereka akan mendapat gelar haji setelah menunaikan ibadah haji. Meski begitu, tahukah anda bahwa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tidak pernah memberikan atau menerima gelar haji setelah melakukan ibadah ini?
Memang, gelar haji yang di Indonesia biasa diberikan kepada orang-orang yang sudah selesai menunaikan ibadah haji, bukanlah ajaran atau kebiasaan Nabi. Nama itu tak lebih dari warisan strategi politik zaman Belanda. Untuk lebih jelasnya mari kita simak pembahasannya dibawah ini.
Sejarah Haji di Indonesia
Menurut Agus Sunyoto, arkeolog Islam Nusantara, gelar haji mulai muncul sejak 1916. Isu gelar haji sudah ada sejak gerakan politik nasionalisme dan penjajahan pada awal abad ke-20. Saat itu, gelar haji menjadi perhatian pemerintah kolonial Belanda. Pada saat itu, Belanda memberikan gelar "haji" kepada umat Islam yang kembali dari tanah suci setelah menunaikan ibadah haji sebagai bentuk strategi politik. Hal ini dilatarbelakangi oleh sentimen anti kolonial yang akhirnya menimpa umat Islam di Arab Saudi.
Dengan demikian, sebagaimana dicatat dalam karya Prof. Dr. Aqib Suminto bertajuk Politik Hindia Belanda Terhadap Islam, dikatakan bahwa respon pemerintah Hindia Belanda terhadap tumbuhnya gerakan dari Timur Tengah dianggap bertentangan dengan kolonialisme, merupakan awal dari politik politik Islam. Penunjukan gelar “haji” untuk menghormati mereka yang pulang dari Arab Saudi bukan tanpa kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Staatsblad pemerintah Belanda tahun 1903. Sementara itu, mulai tahun 1911, pemerintah Hindia Belanda juga menempuh kebijakan yang sesuai, yaitu mengisolasi penduduk pribumi baik ketika berangkat maupun ketika kembali dari Tanah Suci.
Setidaknya pemerintah Hindia Belanda benar tentang satu hal, yaitu banyak “haji” yang akhirnya melawan penjajahan melalui taktik dan kecerdasan. Beberapa di antaranya adalah K.H. Ahmad Dahlan yang mempersatukan umat Islam melalui organisasi Muhammadiyah dan K.H. Hasim Asi'ari yang mendirikan Nahdlatul Ulama.
Meski begitu gelar haji yang diberikan setelah pelaksanaan ibadah haji tidak luput dari kecaman sebagian cendekiawan muslim yang merasa bahwa akan ada potensi riya jika gelar tersebut dijadikan ajang pamer, dan pengungkapan fakta bahwasanya Nabi Muhammad dan para sahabatnya pernah tidak memberi dan tidak menerima gelar haji.
Lantas, apakah pemberian gelar ini masih cukup efektif untuk digunakan di zaman sekarang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar