Problematika Hukum Hak Cipta atas Folklore di Indonesia
Penulis: M. Nasrul Hakim, MSI
Tebal: 105 halaman
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
Harga: 60.000
ISBN: 978-623-8043-30-9
Di Indonesia, HaKI terdiri atas hak paten, hak merek, dan hak cipta. Ketiganya diatur secara terpisah. Hak Cipta (UU No 19 Tahun 2002), Merek (UU No. 15 Tahun 2001) sedangkan Paten (UU No. 14 Tahun 2001).
Hak Cipta dalam definisi Pasal 2 Ayat I UU No. 19/2002 tentang Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut undang-undang yang berlaku. Sedangkan definisi Pencipta (inventor) menurut UU No. 19/2002 tentang HaKI Pasal 2 Ayat 2 adalah Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu Ciptaan.
Dalam pembahasan tanya-jawab UU No. 19/2042 tentang HaKI disebutkan bahwa folklor adalah sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan kebudayaannya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun-temurun termasuk di dalamnya adalah kerajinan tangan.
Dalam rangka melindungi folklor dan hasil kebudayaan lainnya, pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin Negara Republik Indonesia sebagai pemegang Hak Cipta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar