Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A1
25k / bulan
60k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A2
25k / bulan
60k / 3 bulan

Bulan Muharram dan Peristiwa Karbala

 

(Sumber: Pixabay)

Bulan Muharram dan Peristiwa Karbala - Peristiwa Karbala merupakan salah satu peristiwa yang terjadi di bulan Muharram dan penting bagi umat Islam. Karena peristiwa ini merupakan pertempuran antara pasukan Husein bin Ali dengan pasukan Yazid bin Muawiyah dari Dinasti Bani Umayyah. Perang ini terjadi pada 10 Muharram 65 Hijriah atau 10 Oktober dalam penanggalan Masehi. Alasan Pertempuran Karbala adalah penolakan Husain bin Ali untuk mendukung pemerintahan Yazid bin Mu'awiyah sebagai khalifah Umayyah kedua.

Dikutip dari NU Online, Ibnu Katzir dalam al-Bidayah wan Nihayah menjelaskan bagaimana Sayyidina Husain dibunuh di Karbala pada ashura, 10 Muharram. Peristiwa tragis ini terekam secara detail saat Hussein bin Ali disiksa hingga tewas oleh pasukan. Mereka menyerang dari semua sisi. Pasukan biadab itu bahkan berani memenggal kepala Hussein bin Ali.


Gerhana Matahari hingga Langit Memerah Selama 6 Bulan

Ibn Katzir menulis: "Yang membunuh Hussein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nahai, lalu dia memotong tenggorokan Hussein dan memberikan kepala Hussein kepada Hawali bin Yazid." (Al-Bidaya, 8/204).

Anas berkata ketika kepala Husain yang terpenggal dibawa Ubaydullah bin Ziyad, lalu memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung: "Demi Allah! Saya benar-benar melihat Rasulullah mencium tempat Anda bermain dengan tongkat di wajah Hussein."

Ibn Katzir juga mencatat bahwa 72 pengikut Husain tewas hari itu. Imam Suyuti di Tarikh al-Khulafa mencatat 4.000 pasukan mengepung Husain di bawah kendali Umar bin Saad bin Abi Waqash.

Imam Suyuti mengatakan bahwa pada hari Husain terbunuh, dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Matahari menutup seperti kain kuning. Ada gerhana matahari hari itu. Langit terlihat merah selama 6 bulan.

Imam Tirmidzi menceritakan kisah pertemuan Salma dengan Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad yang masih hidup saat itu (Um Salama meninggal tahun 64 H dan Husein terbunuh tahun 61 H).

Salma bertanya: "Mengapa kamu menangis?" Ummu Salamah menjawab, “Tadi malam aku melihat dalam mimpi Rasulullah, yang kepala dan janggutnya tampak berdebu. Aku bertanya: “Mengapa engkau menangis  wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husain.”


Kronologi Peristiwa Karbala

Peristiwa Karbala terjadi pada hari Jumat 10 Muharram 61 M atau 9/10 Oktober 680. Peristiwa Karbala merupakan pertempuran antara ribuan tentara Bani Umayyah dengan ratusan anggota keluarga keturunan Ali bin Abi Thalib, yang terjadi di Karbala , Irak. Terjadilah perang antara keturunan Nabi Muhammad SAW dengan Khalifah yang dipimpin oleh keturunan Muawiyah, bernama Yazid bin Muawiya. Perang berakhir dengan gugurnya seluruh pasukan keluarga Ali, kecuali Ali Zainal Abidin, sehingga Bani Umayyah menang. Muawiya adalah salah satu sepupu dari Utsman bin Affan yang paling berpengaruh dan berkuasa pada masa pemerintahan Khalifah Utsman, sehingga ia sangat ingin membalas dendam kepada para pembunuh Khalifah Usman. Saat itu, Ali bin Abi Thalib tidak setuju menghukum pembunuh Utsman yang terlalu cepat karena suasana masih kisruh dan tegang. Hal ini menimbulkan konflik antara Mu'awiyah dan Ali, sekaligus menjadi bibit konflik kekuasaan kekhalifahan dalam kisah peristiwa Karbala.

Sejarah kejadian di Karbala dimulai bahkan sebelum pertempuran. Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali melanjutkan kekhalifahan. Namun Muawiyah secara sepihak mengumumkan bahwa dialah Khalifah yang memimpin secara mutlak seluruh umat Islam. Padahal saat itu, umat Islam, khususnya warga Irak, mempercayai Hassan sebagai pemimpin. Hassan ingin mengakhiri dualisme kekuasaan dengan membuat perjanjian dengan Mu'awiya yang berisi:

1. Khilafah menyerahkan Hassan kepada Mu'awiya dengan syarat Mu'awiya akan memerintah berdasarkan Al-Qur'an, Hadits dan Sunnah Nabi.

2. Hassan akan menjadi khalifah setelah Muawiyah. Dan jika sesuatu terjadi pada Hasan, maka Hussein akan mengambil alih.

3. Muawiyah sama sekali tidak boleh menuntut penduduk Madinah, Hijaz dan Irak.

4. Gubernur provinsi yang ditunjuk oleh Mu'awiya tidak bisa menghujat dan mengutuk Amirul Mukminin dari mimbar, dan dia tidak bisa berbohong untuk mencercanya, bahkan tidak bisa mengutuk Ali saat Qunut saat shalat.

5. Muawiyah harus menjamin keselamatan setiap orang, dimanapun mereka berada.

6. Hasan berhak memimpin Baitul Mal di Kufah, dan Muawiyah sama sekali tidak berhak ikut organisasinya.

7. Mu'awiyah, Hasan dan pengikutnya tidak boleh melakukan perbuatan keji. Mu'awiya juga tidak bisa mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri.

Kedua belah pihak kemudian menyepakati kesepakatan, namun hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Pelanggaran janji Muawiyah terbukti saat Hasan meninggal karena keracunan. Sebaliknya, dia secara sepihak menyerahkan kepemimpinannya kepada putranya sendiri, Yazid bin Mu'awiya, alih-alih menunjuk Husain sebagai pemimpin. Yazid menjadi Khalifah tanpa pengakuan Muslim. Tak lama kemudian, Mu'awiya sakit parah dan membuat wasiat kepada Yazid yang menyatakan bahwa akan ada beberapa orang yang menolak kesepakatannya sebagai khalifah resmi.

Di sisi lain, sepeninggal Hasan, Husein mulai menghimpun pengikutnya menjadi kelompok agama yang memiliki konten kuat dan menentang rezim Bani Umayyah. Hal ini menyebabkan Yazid menjadi khawatir, takut rezimnya akan digulingkan. Karena tidak ingin Walid memaksanya, Husain berangkat ke Mekkah selama enam bulan. Selama di sana, ia menerima banyak surat dari Kufah yang memintanya menjadi imam karena tidak ada imam di Kufah. Husain kemudian mengirim keponakannya Muslim bin Aqil ke Kufah untuk memverifikasi keabsahan permintaan tersebut. Umat Islam diterima dengan baik di Kufah dan hampir semua orang menerima kesetiaan Hussein melalui diri mereka sendiri, jadi dia mengirim surat yang menyatakan bahwa semua orang aman di sana. Namun, kedatangan gubernur baru, Ubaidullah bin Ziyad, mengubah segalanya. Muslim dan pembunuhan para sahabatnya tanpa ada protes dari penduduk Kufah.

Yazid juga mengancam akan membunuh Imam Husain melalui Amr bin Saad bin al-Ash. Namun, dia meninggalkan Mekah, sehingga rencana pembunuhan itu gagal. Sehingga kemudian rombongan Imam Husain tiba di Karbala pada 2 Muharram 61 H dan dihadang oleh 1.000 tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Hurr bin Yazid.

Pada pagi hari setelah salat subuh tanggal 10 Muharram, pasukan Imam Husein dibagi menjadi tiga bagian untuk memulai kisah peristiwa Karbala. Pasukan di kanan dipimpin oleh Zuhair bin Kain, dan di kiri - oleh Habib bin Muzahir, di tengah - Abbas bin Ali bersama Hussein. Meski begitu, Husain masih sempat berdakwah kemudian meminta tentara Bani Umayyah untuk kembali ke jalan Allah dan Rasul agar Hurr ibn Yazid dan beberapa orang lainnya bergabung dengan pasukan Husain.

Pertempuran dalam sejarah peristiwa Karbala terus berlanjut hingga malam hari, hingga hanya tinggal Hussein saja melawan ribuan tentara Bani Umayyah. Pasukan Bani Umayyah yang tidak berani mendekat akhirnya membombardirnya dengan anak panah. Hingga akhirnya panah beracun menembus jantungnya dan membunuh Husain. Kepala Hussein kemudian dipenggal.

Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Islam berkembang menjadi agama terbesar di dunia. Para penguasa yang berasal dari dinasti Bani Umayyah memiliki keterampilan mengatur negara, dan juga kalah dari lawan di medan perang, yang sangat bagus setelah serangan kuat Muawiyah di Damaskus. Di awal pemerintahannya, pemerintahan Bani Umayyah menimbulkan berbagai kontroversi di kalangan umat Islam. Namun, keberhasilan mereka dalam kepemimpinan membawa Islam ke puncak kejayaannya. Di bawah sistem kesukuan yang dianut Bani Umayyah, kepala suku menganggap negara sebagai miliknya dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi, sedangkan rakyat adalah bawahan di bawah perlindungan kepala suku. Namun, kisah peristiwa Karbala tidak bisa dilupakan sebagai salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah Islam dan yang kemudian berujung pada perpecahan Islam.

SUMBER: SEJARAH LENGKAP
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640