Regulasi
dan Urgensi Kesetaraan Gender di Indonesia Beserta Manfaatnya dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Oleh Muhammad Ghoffar Ali
(Juara Harapan essai Internasional Tema Women & Gender Equality)
Setiap orang berhak untuk hidup
tanpa diskriminasi. Ketika kondisi seperti itu terpenuhi, semua pria dan
wanita, tanpa memandang kasta, warna kulit, pekerjaan dan status mereka,
dianggap setara dan kami menyebutnya kesetaraan. Salah satu bentuk diskriminasi
yang paling umum adalah gender. Penulis berpendapat bahwa gender didefinisikan
sebagai peran, fungsi, dan tanggung jawab yang dilakukan laki-laki dan
perempuan berdasarkan hasil pembangunan komunitas lokal, bukan dari Tuhan atau
alam, dan dengan demikian dapat dibentuk atau diubah oleh penerapannya di
lapangan.
Banyak fakta yang menunjukkan bahwa
berbagai perlakuan tersebut merupakan bentuk bias gender dalam masyarakat,
misalnya laki-laki memiliki pendidikan yang lebih tinggi dari perempuan,
perempuan tidak diperbolehkan bekerja dalam keluarga karena itu adalah
pekerjaan suaminya, upah yang tidak setara, dll.
Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung
tinggi hak asasi manusia yang harus dilindungi dan dihormati. Hal ini ada dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Keteladanan Indonesia sebagai
bentuk perjuangan keadilan dan kesetaraan gender dimulai pada era RA Kartini, di
mana emansipasi menjadi landasan kebebasan perempuan Indonesia untuk mengenyam
pendidikan yang setara dengan laki-laki.
Upaya serius pertama untuk mengubah tatanan
gender dimulai pada era Orde Baru, ketika ideologi gender nasional
diperkenalkan secara formal. Pola relasi multigender dikonsolidasikan ke dalam
konsep “status perempuan” dan termasuk dalam “kepentingan nasional” umum yaitu
pembangunan. Dalam konsep relasi gender homogen ini, perempuan didefinisikan
sebagai "ibu rumah tangga", istri yang tunduk dan ibu yang mendukung
pasangannya dan membesarkan anak-anak mereka. Ideologi
gender ini telah diformalkan dalam peraturan, seperti dalam Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.
Ketika orde baru runtuh pada tahun 1998, era
reformasi dimulai, dan muncul harapan akan tata kelola gender yang lebih baik.
Beberapa studi yang dilakukan oleh Women's Institute menunjukkan bahwa
pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan baru untuk meningkatkan
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pada tahun 1998, Baharudin Jusuf
Habibie, presiden pertama periode Reformasi, mendirikan Komnas Perempuan
(Komnas Perempuan, 2018). Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid
mengeluarkan ketentuan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional
(Perpres No. 9 Tahun 2000).
Dari masa ke masa berbagai upaya
untuk mendukung kesetaraan gender terus diupayakan bahkan harus terus didukung
dengan implementasi yang baik. Kesetaraan
gender memiliki manfaat yang signifikan bagi individu, keluarga, masyarakat,
dan negara secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa manfaat kesetaraan
gender.
1)
Meningkatkan kesejahteraan individu: Kesetaraan gender dapat membantu menghapus
diskriminasi dan bias gender, sehingga individu dapat merasa lebih dihargai dan
diakui. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik individu.
2)
Meningkatkan kesehatan: Kesetaraan gender dapat berdampak positif pada
kesehatan individu dan masyarakat. Dengan memberikan akses yang sama terhadap
pelayanan kesehatan, termasuk pencegahan dan pengobatan, maka kesetaraan gender
dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup.
4)
Meningkatkan ekonomi: Kesetaraan gender dapat membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, karena akses yang sama ke pekerjaan dan peluang bisnis dapat
meningkatkan produktivitas dan inovasi. Dengan memberikan kesempatan yang sama,
maka perempuan dapat berpartisipasi secara penuh dalam pasar kerja dan
menghasilkan kontribusi ekonomi yang lebih besar.
5) Meningkatkan perdamaian dan keamanan:
Kesetaraan gender juga dapat membantu meningkatkan perdamaian dan keamanan di
tingkat individu dan masyarakat. Dengan menghapus diskriminasi gender dan
memperkuat hak-hak individu, maka kesetaraan gender dapat membantu mencegah
konflik dan kekerasan.
Secara keseluruhan, kesetaraan gender
adalah kondisi di mana individu memiliki
hak yang sama, kesempatan yang sama, dan dihargai secara sama, tanpa memandang
jenis kelamin. Hal ini membantu
menciptakan masyarakat yang adil, damai,
berkualitas, dan sejahtera.
Profil Penulis
Muhammad Ghoffar Ali merupakan pria yang lahir di Lumajang, 02 Agustus 2001. Menulis adalah hobinya sejak SMA hingga sekarang menjadi mahasiswa hukum di UNJAYA. Berbagai tulisan telah dibuatnya, seperti; penelitian, KTI, essay dan jurnal. Ia juga dipercaya menjadi asisten peniliti di kampus. Setelah itu, ia semakin rajin menulis dan mengirimkannya ke web hukum di internet. Kini, kurang lebih 30 tulisan yang ditulis dan diikutsertakan dalam berbagai lomba. Terakhir ia menulis sebuah essay dengan judul “Regulasi dan Urgensi Kesetaraan Gender di Indonesia Beserta Manfaatnya Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”. Lomba tingkat internasional yang diselenggarakan oleh Penerbit Al-Qalam Media Lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar