Strategi Mengatasi Stress dengan Makanan
Oleh Fawwiz Aulya Amin
(Sebagai Juara 3 Event Essai Internasional Tema Healing and Mental Health)
Kesehatan mental mulai menjadi isu
perhatian publik, terutama saat pandemi Covid 19 yang mengharuskan semua orang
hidup induvidualis dengan semua kegiatan yang berlangsung dengan mobilitas yang
sangat minimalis. Walaupun kesehatan mental sudah menjadi isu yang familiar di
tengah perkembangan teknologi informasi digital, tidak sedikit orang yang
menganggap kesehatan mental sebagai hal remeh yang dapat dikesampingkan. Hal
ini merupakan bentuk penyimpangan dari definisi sehat menurut WHO yang
mengartikan sehat sebagai keadaan sempurna secara fisik, mental, serta sosial.
Oleh karena itu kesehatan mental perlu diperkenalkan sebagai bagaian dari
kesehatan secara menyeluruh. Stres merupakan salah satu masalah kesehatan
mental yang sering dihadapai masayarakat. Menurut Riskesdas (2018) Penduduk
Indonesia yang memiliki umur >15 tahun yang mengalami gangguan mental
emotional atau stress sebanyak 37.728 orang (9,8%). Hal ini menunjukkan bahwa 10
dari 100 orang Indonesia mengalami stress.
Setiap orang mengalami stres pada
waktu-waktu tertentu. Sedikit stres tidak akan menyebabkan masalah. Namun
stress yang berlebihan akan mengakibatkan tubuh kita mendapatkan dampak yang
tidak seharusnya seperti sakit kepala, nyeri punggung, dada berat, otot tegang,
gumpalan pada kerongkongan, infeksi, dan masalah pada pencernaan. Selain hal
tersebut stress juga akan menyebabkan seseorang menjadi tidak bisa fokus, mudah
marah, susah tidur, khawatir, menangis, merasa selalu lelah dan adanya
perubahan nafsu makan. Stress yang berlebih akan menyebabkan produksi hormon
noradrenalin meningkat, jika hormon tersebut terlampau dari jumlah cukup akan
menyebabkan dampak buruk.
Penanganan stress atau yang lebih
dikenal sebagai coping strategy of stress
merupakan upaya untuk mengurangi perasaan tertekan atau terbebani karena stres.
Salah satu bentuk coping strategy
yang dilakukan adalah emotional eating.
Emotional eating dilakukan dalam
upaya perbaikan mood dan meminimalisir ketidaknyamanan akibat stress. Makanan
terbukti dapat mengatasi perbaikan mood dengan mendapatkan neurotransmitter
yang diinginkan dilepaskan di otak. Neurotransmitter ini akan bertindak sebagai
stimulan saraf reaksi dan menciptakan kegembiraan. Contoh dari senyawa
neurotransmitter tersebut adalah dopamine, oksitosin, serotonin, dan endorphin.
Endorphin merupakan salah satu hormon pembentuk kebahagiaan yang dapat
diperoleh dengan asupan makanan.
Beberapa makan yang dapat
memperbaiki mood di antaranya makanan dengan sumber asam amino atau protein,
cafein, lemak, karbohidrat, cokelat, vitamin, dan mineral. Contoh makanan yang
dapat memperbaiki mood adalah cokelat, susu dan produk susu, es krim dan cold
beverages, kopi, teh, dan pengaturan diet. Cokelat mengandung triptofan yang
merupakan salah satu asam amino penting yang dibutuhkan otak untuk memproduksi
serotonin. Susu mempunyai senyawa opioid yang memiliki kesamaan efek
farmakologis dengan opium. Kasien dan whey protein pada susu merupakan sumber
potensial dari opioid tersebut. Opioid ini memiliki aktivitas antihipertensi
dan antidepresan. Es krim yang kaya protein dapat meningkatkan kemungkinan
kadar tirosin di otak. Tirosin adalah neurotransmitter yang meningkatkan kadar
dopamin dan norepinefrin. Kafein pada kopi dapat memengaruhi perubahan suasana
hati, namun mengonsumsi kafein yang berlebihan akan menekan serotonin dan
mengakibatkan depresi. Teh mempunyai kandungan L-Theanin yang dapat menyebabkan
ketegangan menurun, selain itu juga dapat meningkatkan kualitas tidur yang
baik.
Meskipun telah disebutkan bahwa
kafein dapat memperbaiki mood, disarankan untuk membatasi konsumsi kafein, hal
ini dikarenakan konsumsi jangka panjang akan memberikan efek yang buruk. Selain
mengonsumsi makanan yang telah disebutkan mengonsumsi buah dan sayuran, ikan,
daging, telur, kacang-kacangan, dan sumber protein lain lebih disarankan.
Seseorang dengan emotional eating
akan cenderung mengonsumsi makanan dengan jumlah yang berlebih. Emosional eating perlu dikendalikan
dengan pemilihan makanan yang sesuai dengan kebutuhan kita agar hal buruk
seperti overweight tidak terjadi. Manajemen stress yang baik diperlukan untuk
tetap menjaga value yang ada dalam diri kita. Jika manajemen stress buruk maka
hal-hal di luar value kita akan keluar dengan sendirinya karena adanya emosi.
Profil Penulis
1. Fawwiz Aulya
Amin. Lahir di Jakarta, 2 Februari 2021 dan sekarang menetap di Malang.
Mahasiswa aktif semester 8 di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang. Aktif di bidang pengabdian masyarakat, dan organisasi komunitas.
Mahasiswa yang tertarik dan termotivasi untuk mengembangkan keterampilan
tentang kepenulisan karena sebuah pesan yang berisikan “Semua penulis akan
mati, hanya karyanyalah yang akan abadi”. Pembaca dapat menghubungi melalui
instagram @fawwizaulya atau email fawwizaulya221@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar