Mengenang Kenangan
Penulis: Suriyati
Tebal: 126 halaman
Harga: 55.000
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
ISBN: 978-602-50041-9-3
“Perselingkuhan terjadi bukan karena adanya kesempatan,
tapi karena adanya laki-laki dan perempuan
yang sama-sama menginginkan”
Dia seorang muslimah yang sangat manis. Saya megenalnya sebagai sosok yang sangat lembut. Kulitnya bersih, wajahnya berseri, kecantikannya sungguh begitu mempesona. Dia adalah perempuan paling indah di kelas saya. Kecantikannya masih terlihat sama, meskipun kami sudah tujuh belas tahun tidak berjumpa.
Delapan belas tahun yang lalu, perempuan itu memberikan kabar mengejutkan. Diusia perkuliahan kami yang baru saja dimulai, perempuan itu menyampaikan kabar. Dia dengan gembira mengatakan bahwa bulan depan dia akan melaksanakan pernikahan. Sebuah lagkah yang saya saja belum sempat memikirkannya. Terlebih lagi, kabar gembira itu datangnya terlalu tiba-tiba. Hingga muncul desas-desus yang tidak enak didengarkan oleh telinga.
Menurut banyak mulut yang bersuara. Katanya muslimah ini menikah karena sudah hamil duluan. Ada pula yang mengatakan, dia harus menikah karena hutang orang tua dan perjodohan. Sebuah gosip murahan yang menyelenting menjadi buah bibir, tidak hanya di kelas, namun juga di organisasi yang kami ikuti bersama. Membuat muslimah tersebut jengah mendengarnya.
Tiga hari sebelum pernikahannya, sebagai teman baik saya memberanikan diri untuk bertanya. Saya ingin dia menimbang lagi keputusannya. Apakah sudah mantap? Apakah sudah berdasarkan pemikiran yang matang? Apakah sudah di Istoqorahkan? dan benarkah ini yang dia inginkan? Sebagai seorang teman saya hanya ingin dia mengambil langkah yang benar.
Dia menjawab semua kegelisahan saya dengan tenang, “Insya’Allah ini pilihanku Ria, tidak ada pihak manapun yang memaksaku untuk melakukan pernikahan ini.”
“Kamu sudah benar-benar yakin? Tidak merasa terlalu buru-buru?.”
Muslimah itu tersenyum tenang. Masih dengan kelembutannya seperti biasa dia mengusap pundak saya. Semenit kemudian dia mengangguk mantap, lalu menatap kedua bola mata saya dengan bibir tersenyum indah terlukis diwajahnya.
“Tidak ada yang lebih baik lagi, selain menikmati hal indah dengan cara yang berkah,” bisik muslimah itu pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar