Membangun Kemakmuran Negara dengan Mendorong Kesetaraan Gender
(Sebuah Perspektif
Ekonomi)
Oleh
Sessa Tiara Maretaniandini
(Sebagai Juara 3 Event Essai Internasional Tema Women & Gender Equality)
Memajukan kesejahteraan umum adalah
salah satu tujuan bernegara Indonesia. Adanya tujuan tersebut menjadikan setiap
kebijakan ekonomi yang diambil haruslah mengutamakan pembangunan kemakmuran
warga negara Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, pembangunan ekonomi yang
dilakukan Indonesia pun telah berhasil mengantarkan Indonesia sebagai salah
satu negara G20 yang merupakan kumpulan negara dengan perekonomian terbesar di
dunia. Lantas, apakah pembangunan ekonomi yang telah terlaksana ini telah dapat
dikatakan optimal?
Terlepas dari capaiannya yang
mengesankan, pembangunan ekonomi Indonesia belum dapat dikatakan optimal. Hal
ini berkaitan dengan adanya isu kesetaraan gender yang terjadi. Berdasarkan
laporan Kemenpppa (2019), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menunjukkan
selisih yang cukup tinggi, yaitu laki-laki berada pada besaran 82,69% dan
perempuan pada besaran 51,88%. Selisih tersebut kemungkinan semakin melebar
setelah terjadinya pandemi. Hal ini disebabkan PHK yang terjadi lebih banyak
menyasar kaum perempuan dibandingkan laki-laki (CNN, 2022). Dengan demikian,
muncul anggapan bahwa apa guna memiliki perekonomian bangsa yang besar bila
belum semua masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk ambil andil dalam
membangun ekonomi tersebut?
Bersamaan dengan adanya anggapan
tersebut, selama ini, kesetaraan gender hanya dimaknai sebagai sebuah pandangan
yang menekankan sisi humanis dan etis tanpa memberi benefit tambahan lainnya.
Padahal, dalam gambaran secara agregat, multiplier effect atas terwujudnya
kesetaraan gender begitu luas, termasuk juga dari aspek perekonomian negara.
Dengan demikian, penting untuk meninjau dampak realisasi kesetaraan gender
dalam perspektif ekonomi guna memberikan sudut pandang baru mengenai urgensi
penanganan isu tersebut.
Korelasi Kesetaraan Gender dan Perekonomian Negara
Pertama, dilansir dari oecd.org,
terdapat korelasi positif antara kesetaraan gender dan pembangunan ekonomi
negara. Penelitian ini memperkirakan bahwa pengurangan 50% kesenjangan gender
dalam partisipasi angkatan kerja akan menghasilkan peningkatan tambahan dalam
PDB sekitar 6% pada tahun 2030, dengan peningkatan 6% lebih lanjut (total 12%)
jika konvergensi sempurna terjadi. Dengan demikian, realisasi kesetaraan gender
penting untuk dilakukan di Indonesia guna mendorong ekonomi Indonesia ke arah
yang lebih baik lagi.
Kedua, kesetaraan gender memiliki
korelasi positif dengan produktivitas suatu negara. Produktivitas yang dimaksud
di sini adalah kuantitas barang dan jasa yang diproduksi dari tiap unit input.
Menurut teori Daniel Defoe pada karyanya dengan judul Robinson Crusoe, semakin
tinggi produktivitas suatu negara maka semakin tinggi standar hidupnya. Lalu,
apa kaitannya dengan kesetaraan gender?
Produktivitas suatu negara
dipengaruhi oleh faktor produksi, berupa jumlah angkatan kerja, modal fisik,
kualitas sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), dan teknologi.
Peningkatan pada faktor produksi akan meningkatkan output produksi yang pada
akhirnya turut meningkatkan produktivitas negara. Berkaitan dengan hal ini,
kesetaraan gender akan meningkatkan partisipasi tenaga kerja perempuan dalam
dunia kerja. Hal ini akan menimbulkan peningkatan angkatan kerja yang berdampak
positif pada produktivitas suatu negara. Dengan masuknya tenaga kerja
perempuan, peningkatan daya saing pada pasar tenaga kerja Indonesia pun akan
terjadi. Fenomena ini akan mendorong terjadinya perbaikan SDM karena tenaga
kerja akan berlomba-lomba meningkatkan kualifikasinya. Dengan demikian,
produktivitas Indonesia akan terdorong maju dengan adanya peningkatan pada
faktor produksi, yaitu pada jumlah angkatan kerja dan kualitas SDM.
Lebih lanjut, adanya peningkatan SDM
pada perempuan Indonesia akan berpengaruh positif pada raihan Indeks
Pembangunan Manusia, Indeks Pemberdayaan Gender, dan Indeks Pembangunan Gender.
Tidak hanya itu, peningkatan SDM ini akan turut melahirkan generasi muda yang
cemerlang guna mewujudkan Indonesia Emas 2045. Perempuan yang terdidik akan
mengurangi terjadinya kasus pernikahan dini yang berkemungkinan menghasilkan
anak yang cacat atau prematur. Selain itu, ibu yang terdidik juga akan membentuk
generasi dengan SDM yang lebih baik karena ibu adalah sekolah pertama anaknya.
Menimbang efek ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang dari terwujudnya kesetaraan gender, kita semua dapat sepakat bahwa multiplier effect yang diberikan kesetaraan gender begitu besar untuk diabaikan. Adanya sudut pandang baru melalui perspektif ekonomi ini diharapkan mampu mendorong percepatan realisasi kesetaraan gender di Indonesia.
PROFIL PENULIS
1.
Sessa Tiara
Maretaniandini atau lebih sering disapa Sessa adalah seorang penulis muda
kelahiran Mojokerto, 18 Maret 2003. Ia mulai menekuni dunia kepenulisan di
tahun 2021. Sejak saat itu, esai menjadi suatu hal yang begitu melekat pada
dirinya. Meskipun tergolong baru di dunia kepenulisan, ia memiliki motto
“terlambat memulai tidak menjadikanmu sebagai yang terakhir di garis finish”.
Berbekal semangat belajarnya, ia senantiasa mengasah kemampuan kepenulisannya
melalui berbagai kompetisi. Hingga saat ini, 15 lebih penghargaan kepenulisan
nasional sudah berhasil ia raih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar