Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Zulfikhar Story

 


Zulfikhar Story

Penulis: Ahmad Ysf

Tebal: 148 halaman

Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm

Harga: 60.000

ISBN: 978-602-5475-91-7


Pagi itu, tepat setelah adzan subuh berkumandang terdengar keras suara tangisan bayi dari sebuah rumah yang berada di tengah-tengah pesantren. Suara dzikir yang berkumandang setelah adzan pun mulai berhenti setelah mendengar tangisan bayi dari sebuah kamar depan di rumah itu. Beberapa santri putri yang tadi mengumandangkan dzikirnya bergegas menengok sumber suara itu dengan penuh kegembiraan. Seorang lelaki yang usianya hampir dua puluh lima tahun itu turut serta menghampiri bayi yang sedang ditangani oleh bidan. Wajah lelaki itu terlihat sumringah dan penuh dengan kebahagiaan. 

Melihat bayi sudah ditangani bidan, lelaki itu menghampiri wanita yang terbaring lemah diatas ranjang. Perlahan ia kecup kening yang penuh keringat wanita itu dengan mesranya. Sesekali ia mengelus-elus kepala wanita itu dengan penuh kasih sayang. Sesekali ia juga menengok ke arah bidan yang sedang menangani bayinya itu.

“Bagaimana, Bu?” katanya penuh antusias.

“Selamat, Pak. Laki-laki,” kata bidan itu seraya memberikan bayi itu kepada lelaki yang dari tadi duduk di sebelah istrinya itu.

Lelaki itu menggendong dengan penuh kegembiraan. Lalu muncul dari balik pintu seorang lelaki tua, mungkin usianya sudah setengah abad lebih, masuk dan berbisik di telinga lelaki itu. Ia hanya mengangguk dan menyerahkannya ke istrinya. Setelah itu ia langsung mengadzani bayi itu. Beberapa santri yang hadir, Bu Bidan, dan Kiyai itu memandangi kejadian itu dengan penuh kebahagiaan. Sepertinya semua yang hadir turut bahagia.

Setelah selesai mengadzani lelaki itu lansung menuju masjid yang berada beberapa langkah dari rumahnya itu. Dengan sigap ia langsung menemui muadzin dan menyuruhnya agar mengumandangkan iqomah, jamaah akan dipimpinnya. Muadzin hanya mengangguk dan segera menunaikan perintahnya itu dengan segera. Jama’ah mulai menjejali ruang masjid yang lumayan besar itu. Tanpa komando dan aba-aba, semua mengikutinya hingga akhir doa yang ia bawakan. 

Tanpa membuang waktu lelaki itu langsung kembali ke rumah dengan langkah yang luar biasa. Cepet-cepat ia ingin menggendong lagi bayi lucu itu. Ia memakai sandalnya cepat-cepat dan langsung berlari menuju istrinya yang sedang lemas di ranjang kamar itu. Benar saja, sudah ada beberapa warga juga yang sudah berkumpul di dalam kamar yang agak kecil itu. Di luar kamar terdapat juga pak Erwe dan pak Erte sedang berbincang-bincang di dekat pintu. Mengetahui lelaki itu datang, sontak keduanya langsung memberinya jabatan tangan yang hangat seraya tersenyum lalu menggumam.

“Selamat ya, Ustadz,” kata ke-dua orang penting di lingkungannya itu.

“Terimakasih, Pak!” kata lelaki itu menanggapi jabatan tangan mereka.

Suasana yang ramai di rumah itu. Pesantren yang biasanya setelah subuh terdengar kumandangan dzikir dan pembacaan ayat-ayat Al-Qu’an itu kini menjadi sunyi. Hanya terdapat kesibukan yang berpusat di rumah itu. Para warga putri pun turut membantu keluarga kecil itu, hanya sekedar membuat minuman dan menyediakan makanan untuk para tamu yang hadir pagi itu. Biasanya sih bukan seperti ini, sangking ini adalah anak pertama dari seorang yang mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan di sini jadi ya semuanya turut mencurahkan waktunya untuk sekedar menengok bayi yang berumur beberapa menit itu.

Lelaki itu menggendong kembali bayi laki-laki itu. Dengan bangganya ia mengumumkan kepada seluruh hadirin yang ada di situ, Kiyai pesantren termasuk di dalamnya. 

“Aku namai putraku Zulfikhar. Ya, Ahmad Zulfikhar Nur Anwar,” katanya di depan warga dan beberapa santri putri dan putra. Mereka hanya meng-iya-kan saja sambil tersenyum turut bahagia. Subhanallah.

“Agar anak ini mampu menghadapi rusuhnya dunia ini dengan mental kesatria, berhati lembut, dan disegani oleh orang-orang yang disegani. Nama sederhana ini akan menjadi penerang walaupun di jalan yang mereka anggap terang, menumpas apa yang seharusnya ditumpas dan yang terpenting adalah mempertahankan apa yang seharusnya dipertahankan,” papar lelaki itu kembali. Sontak seluruh warga dan para santri juga Kiyai mengumandangkan takbir berkali-kali di pagi yang tenang itu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640