Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

You Were Never Mine - Naskah Terpilih Juara 3 Event Cerpen Tema Cinta

 


You Were Never Mine

Oleh Syifa Khumayra Puan Aqila

(Sebagai Cerpen Terpilih Juara 3 dalam Event Cerpen Tema Cinta dalam Buku Retorika Cinta pada Februari 2023)


P

agi itu adalah pagi yang cerah. Seperti biasanya, matahari bersinar terik menyinari lapangan sekolah. Hari itu, hari senin, diawali dengan upacara, seperti biasanya. Hingga akhirnya upacara selesai dan bel berbunyi menandakan jam pelajaran pertama akan segera dimulai.

“Pagi Fella,” sapa seorang lelaki padaku. Pacarku. Revan. Aku pun membalas sapaannya, lalu ia duduk di sebelahku, seperti biasanya.

“Selamat pagi, Anak-Anak.” sapa walasku, Bu Dera memasuki kelas.

Terlihat ada seorang murid perempuan di belakangnya tersenyum manis. Mungkin murid baru. Karena wajahnya tidak familiar bagiku. Tapi berbeda dengan Revan. Wajahnya terlihat seakan ia mengenal murid ini.

“Anak- anak, hari ini kelas kita kedatangan murid baru, silakan, Nak, perkenalkan dirimu.” ucap Bu Dera mempersilahkan murid itu untuk memperkenalkan dirinya.

“Pagi semua! Namaku Jenna Agristi Putri, kalian bisa panggil aku Fella.” kata murid itu, yang kita kini kenal sebagai Jenna.

“Baiklah Jenna, silakan duduk di kursi kosong di sebelah sana.” kata Bu Dera menunjuk kursi kosong yang berada di depanku. Jenna pun mengangguk dan langsung berjalan ke arah kursi itu.

“Hai Jenna, kenalin, Fella.” kataku sembari mengulurkan tanganku padanya. “Hai Fella,” balasnya sambil tersenyum manis padaku.

Aku menyenggol tangan Revan, memberi isyarat padanya untuk juga berkenalan pada Jenna yang masih berdiri di hadapan kami. Tapi Revan hanya diam menatap ke arah luar jendela. Melihat hal itu pun Jenna hanya tersenyum pada Revan lalu langsung duduk di depanku. Aku memukul Revan, memberi isyarat kalau apa yang tadi ia lakukan tidak sopan. Revan hanya memasang ekspresi kaget pada wajahnya. Aku ingin lanjut marah. Tapi ekspresinya yang lucu membuatku malah tertawa.

Bel jam istirahat pun berbunyi. Murid-murid pun menyebar keluar kelas. Tentu saja, aku bersama Revan. Seperti biasanya.

“Rev, apa-apaan sih kamu tadi? Orang ngajak kenalan malah dicuekin!” kataku pada Revan dengan nada yang cukup tinggi.

“Takutnya nanti kamu cemburu.” balasnya singkat. Demi tuhan jika aku tidak cinta pada lelaki satu ini, mungkin aku sudah membunuhnya sekarang. Mendengar jawabannya itu, aku hanya berdecak.

Panjang umur, orang yang tengah kita bicarakan muncul di depan kami. Lebih tepatnya, kami yang muncul di depan dia.

“Eh, hai, Fel! Rev!” sapanya pada kami. Dia mengayunkan tangannya mengajak kami duduk bersamanya. Aku pun menarik tangan Revan dan duduk di bangku kantin yang terlihat hanya diduduki Jenna seorang.

“Hai, Jen!” sapaku balik. Aku menyenggol tangan Revan lebih keras dan jelas dari pada sebelumnya. Memberi isyarat. Mataku melotot menatap Revan seakan berkata “Hey! Sapa dia, dasar orang tidak sopan!”

“Hai, Jen.”  akhirnya lelaki satu ini berbicara. Walau dia membalas sapaan itu dengan sangat singkat dan terlihat sangat tidak ramah, intinya dia sudah mencoba.

“Sendiri aja Jen?” Tanyaku pada Jenna.

“Iya nih, belum ada temen.” balas Jenna tersenyum, seperti biasanya.

“Lah, aku apa?” ucapku bermaksud bercanda tapi serius dengan kata-kataku. Jenna hanya tertawa mendengarnya. Aku pun ikut tertawa.

“Kamu? Apa kabar Rev? Udah lama kita ga ketemu. Dari kamu pindah.” kata Jenna pada Revan.

Aku bingung mendengar perkataan Jenna. Aku menatap Jenna dan Revan secara bergantian. Aku memang tau Revan murid pindahan. Tapi aku tidak beranggapan kalau dulunya Revan dan Jenna satu sekolah.

“Baik, Jen.” jawab Revan singkat, untuk yang kedua kalinya.

Sebelum aku bisa mencaci maki lelaki satu ini, ia tiba-tiba melanjutkan pembicaraannya, “Hubungan lo sama pacar lo gimana? Aman?” tanya Revan.

Jenna tertawa kecil. “Nanda? Kita udah putus beberapa bulan setelah kamu pindah. Udah lost contact malah,” jawab Jenna.

Mendengar itu wajah Revan terlihat sedikit lebih cerah. “Oh, gitu.” kata Revan sambil tersenyum kecil.

“Kalau kalian? Pacaran yaa?” tanya Jenna dengan nada jahil.

“Iya, hehe.” jawabku sambil tertawa malu. Tapi Revan hanya diam, melamun entah apa yang ia pikirkan. Tapi saat itu, aku senang melihat Revan akhirnya bisa ramah pada Jenna.

“Rev-” aku ingin mengatakan sesuatu tapi hendak terpotong oleh Revan.

“Jen, Lo ada waktu ga nanti pas pulang sekolah?” kata Revan.

“Ada kok, kenapa?” balas Jenna.

“Jalan yuk, bentar aja kok.” kata Revan.

Saat itu aku berpikir, Oh, mungkin hanya mau reunian, sudah setahun Revan pindah dari sekolah lamanya, mungkin mereka hanya rindu masa lalu.

“Boleh, sama Fella kan?” tanya Jenna.

Aku menatap Revan penuh harapan, sedikit tenang karena saat itu aku berpikir tidak mungkin aku tidak diajak, aku kan pacarnya. Tetapi, kenyataan berbeda dengan ekspektasiku. Revan menatapku dan Jenna secara bergantian dengan tatapan ragu.

“Maaf ya, Fel, tapi aku ada urusan sama Jenna, besok aja ya.” ucap Revan.

Hatiku hancur, kecewa akan jawabannya. Saat itu harapanku satu-satunya adalah jawaban Jenna. Dia tahu kalau aku dan Revan berpacaran. Seharusnya dia menolaknya bukan? Tetapi tidak.

“Oh, ya udah kalau gitu, maaf ya, Fel.” itu katanya.

Sudah tidak ada harapan lagi. Pada saat itu, aku berusaha berpikir positif, tapi ini sulit. Saat itu aku hanya bisa tersenyum mengangguk walau hatiku hancur. Lelaki yang kukira bisa menjaga hatiku, pada akhirnya malah yang menghancurkannya.

Pada saat pulang sekolah mereka benar-benar pergi tanpaku. Aku langsung kembali ke rumah, menangis di kamarku. Tetap berusaha berpikir positif dan berpikir aku hanya terbawa perasaan.

Sudah sebulan Jenna berada di sekolah ini. Revan terus berubah, dia terlihat seperti terus berusaha menjauh dariku. Bukan hanya Revan, Jenna pun begitu. Bahkan mereka sekarang sering sekali jalan tanpaku di saat statusku dengan Revan masih berpacaran.

Pada akhirnya, suatu pagi, aku memberanikan diri berbicara pada Revan,

“Rev, aku mau ngomong sesuatu.” ucapku tegas.

Bersambung. []


kumpulan kisah lengkap dalam buku Retorika Cinta https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/retorika-cinta.html


PROFIL PENULIS

        Syifa Khumayra Puan Aqila lahir di Bekasi pada 31 Oktober 2008. Ia tinggal di Perum Griya Makrik Jl. Lumbu Timur. Saat ini ia menduduki bangku SMP dan bersekolah di SMP Islam Al- Azhar 9 Kemang Pratama. Hobinya adalah menulis. Cita-citanya adalah menjadi dokter gigi sekaligus penulis. Motto hidupnya adalah “Gantunglah cita-citamu setinggi langit, bermimpilah setinggil langit. Jika engkau jatuh engkau akan jatuh di antara bintang bintang.” Yakni kata- kata yang pernah disampaikan oleh Presiden Ir. Soekarno. Ia dapat dihubungi melalui Instagram @syifa_khumaira

      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640