You Were Never Mine
Oleh
Syifa Khumayra Puan Aqila
(Sebagai Cerpen Terpilih Juara 3 dalam Event Cerpen Tema Cinta dalam Buku Retorika Cinta pada Februari 2023)
P |
agi itu adalah pagi yang cerah. Seperti biasanya, matahari bersinar
terik menyinari lapangan sekolah. Hari itu, hari senin, diawali dengan upacara,
seperti biasanya. Hingga akhirnya upacara selesai dan bel berbunyi menandakan
jam pelajaran pertama akan segera dimulai.
“Pagi Fella,” sapa seorang lelaki
padaku. Pacarku. Revan. Aku pun membalas sapaannya, lalu ia duduk di sebelahku,
seperti biasanya.
“Selamat pagi, Anak-Anak.” sapa
walasku, Bu Dera memasuki kelas.
Terlihat ada seorang murid perempuan
di belakangnya tersenyum manis. Mungkin murid baru. Karena wajahnya tidak
familiar bagiku. Tapi berbeda dengan Revan. Wajahnya terlihat seakan ia
mengenal murid ini.
“Anak- anak, hari ini kelas kita
kedatangan murid baru, silakan, Nak, perkenalkan dirimu.” ucap Bu Dera
mempersilahkan murid itu untuk memperkenalkan dirinya.
“Pagi semua! Namaku Jenna Agristi
Putri, kalian bisa panggil aku Fella.” kata murid itu, yang kita kini kenal
sebagai Jenna.
“Baiklah Jenna, silakan duduk di
kursi kosong di sebelah sana.” kata Bu Dera menunjuk kursi kosong yang berada
di depanku. Jenna pun mengangguk dan langsung berjalan ke arah kursi itu.
“Hai Jenna, kenalin, Fella.” kataku
sembari mengulurkan tanganku padanya. “Hai Fella,” balasnya sambil tersenyum
manis padaku.
Aku menyenggol tangan Revan, memberi
isyarat padanya untuk juga berkenalan pada Jenna yang masih berdiri di hadapan
kami. Tapi Revan hanya diam menatap ke arah luar jendela. Melihat hal itu pun
Jenna hanya tersenyum pada Revan lalu langsung duduk di depanku. Aku memukul
Revan, memberi isyarat kalau apa yang tadi ia lakukan tidak sopan. Revan hanya
memasang ekspresi kaget pada wajahnya. Aku ingin lanjut marah. Tapi ekspresinya
yang lucu membuatku malah tertawa.
Bel jam istirahat pun berbunyi.
Murid-murid pun menyebar keluar kelas. Tentu saja, aku bersama Revan. Seperti
biasanya.
“Rev, apa-apaan sih kamu tadi? Orang
ngajak kenalan malah dicuekin!” kataku pada Revan dengan nada yang cukup
tinggi.
“Takutnya nanti kamu cemburu.”
balasnya singkat. Demi tuhan jika aku tidak cinta pada lelaki satu ini, mungkin
aku sudah membunuhnya sekarang. Mendengar jawabannya itu, aku hanya berdecak.
Panjang umur, orang yang tengah kita
bicarakan muncul di depan kami. Lebih tepatnya, kami yang muncul di depan dia.
“Eh, hai, Fel! Rev!” sapanya pada
kami. Dia mengayunkan tangannya mengajak kami duduk bersamanya. Aku pun menarik
tangan Revan dan duduk di bangku kantin yang terlihat hanya diduduki Jenna
seorang.
“Hai, Jen!” sapaku balik. Aku
menyenggol tangan Revan lebih keras dan jelas dari pada sebelumnya. Memberi
isyarat. Mataku melotot menatap Revan seakan berkata “Hey! Sapa dia, dasar
orang tidak sopan!”
“Hai, Jen.” akhirnya lelaki satu ini berbicara. Walau dia
membalas sapaan itu dengan sangat singkat dan terlihat sangat tidak ramah,
intinya dia sudah mencoba.
“Sendiri aja Jen?” Tanyaku pada
Jenna.
“Iya nih, belum ada temen.” balas
Jenna tersenyum, seperti biasanya.
“Lah, aku apa?” ucapku bermaksud bercanda
tapi serius dengan kata-kataku. Jenna hanya tertawa mendengarnya. Aku pun ikut
tertawa.
“Kamu? Apa kabar Rev? Udah lama kita
ga ketemu. Dari kamu pindah.” kata Jenna pada Revan.
Aku bingung mendengar perkataan
Jenna. Aku menatap Jenna dan Revan secara bergantian. Aku memang tau Revan
murid pindahan. Tapi aku tidak beranggapan kalau dulunya Revan dan Jenna satu
sekolah.
“Baik, Jen.” jawab Revan singkat,
untuk yang kedua kalinya.
Sebelum aku bisa mencaci maki lelaki
satu ini, ia tiba-tiba melanjutkan pembicaraannya, “Hubungan lo sama pacar lo
gimana? Aman?” tanya Revan.
Jenna tertawa kecil. “Nanda? Kita
udah putus beberapa bulan setelah kamu pindah. Udah lost contact malah,”
jawab Jenna.
Mendengar itu wajah Revan terlihat
sedikit lebih cerah. “Oh, gitu.” kata Revan sambil tersenyum kecil.
“Kalau kalian? Pacaran yaa?” tanya
Jenna dengan nada jahil.
“Iya, hehe.” jawabku sambil tertawa
malu. Tapi Revan hanya diam, melamun entah apa yang ia pikirkan. Tapi saat itu,
aku senang melihat Revan akhirnya bisa ramah pada Jenna.
“Rev-” aku ingin mengatakan sesuatu
tapi hendak terpotong oleh Revan.
“Jen, Lo ada waktu ga nanti pas
pulang sekolah?” kata Revan.
“Ada kok, kenapa?” balas Jenna.
“Jalan yuk, bentar aja kok.” kata
Revan.
Saat itu aku berpikir, Oh, mungkin
hanya mau reunian, sudah setahun Revan pindah dari sekolah lamanya, mungkin
mereka hanya rindu masa lalu.
“Boleh, sama Fella kan?” tanya
Jenna.
Aku menatap Revan penuh harapan,
sedikit tenang karena saat itu aku berpikir tidak mungkin aku tidak diajak, aku
kan pacarnya. Tetapi, kenyataan berbeda dengan ekspektasiku. Revan menatapku
dan Jenna secara bergantian dengan tatapan ragu.
“Maaf ya, Fel, tapi aku ada urusan
sama Jenna, besok aja ya.” ucap Revan.
Hatiku hancur, kecewa akan jawabannya.
Saat itu harapanku satu-satunya adalah jawaban Jenna. Dia tahu kalau aku dan
Revan berpacaran. Seharusnya dia menolaknya bukan? Tetapi tidak.
“Oh, ya udah kalau gitu, maaf ya,
Fel.” itu katanya.
Sudah tidak ada harapan lagi. Pada
saat itu, aku berusaha berpikir positif, tapi ini sulit. Saat itu aku hanya
bisa tersenyum mengangguk walau hatiku hancur. Lelaki yang kukira bisa menjaga
hatiku, pada akhirnya malah yang menghancurkannya.
Pada saat pulang sekolah mereka
benar-benar pergi tanpaku. Aku langsung kembali ke rumah, menangis di kamarku.
Tetap berusaha berpikir positif dan berpikir aku hanya terbawa perasaan.
Sudah sebulan Jenna berada di
sekolah ini. Revan terus berubah, dia terlihat seperti terus berusaha menjauh
dariku. Bukan hanya Revan, Jenna pun begitu. Bahkan mereka sekarang sering
sekali jalan tanpaku di saat statusku dengan Revan masih berpacaran.
Pada akhirnya, suatu pagi, aku
memberanikan diri berbicara pada Revan,
“Rev, aku mau ngomong sesuatu.” ucapku tegas.
Bersambung. []
kumpulan kisah lengkap dalam buku Retorika Cinta https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/retorika-cinta.html
PROFIL PENULIS
Syifa Khumayra Puan Aqila lahir di Bekasi pada 31 Oktober 2008. Ia tinggal di Perum Griya Makrik Jl. Lumbu Timur. Saat ini ia menduduki bangku SMP dan bersekolah di SMP Islam Al- Azhar 9 Kemang Pratama. Hobinya adalah menulis. Cita-citanya adalah menjadi dokter gigi sekaligus penulis. Motto hidupnya adalah “Gantunglah cita-citamu setinggi langit, bermimpilah setinggil langit. Jika engkau jatuh engkau akan jatuh di antara bintang bintang.” Yakni kata- kata yang pernah disampaikan oleh Presiden Ir. Soekarno. Ia dapat dihubungi melalui Instagram @syifa_khumaira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar