Silsilah & Biografi
Implikasi dominasi ekonomi dan kolonial Barat (Eropa) terus
berlangsung sampa masa sekarang. Pemerintahan kolonial merusak keseimbangan
konstitusi yang telah membentuk sistem masyarakat Muslim pra-modern dan
menimbulkan kemunduran kekuatan politik masyarakat Muslim seluruh dunia serta
menimbulkan regresi di beberapa wilayah ttertentu.[1]
Sebelum itu, alangkah baiknya jika kita membahas terlebih dahulu tentang
pengertian modern. Menurut Harun Nasution modern dalam masyarakat Eropa berarti
megandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah faham-faham,
institusi-institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Harun, 1982:
11).
Pikiran modernisme di Eropa segera memasuki lapangan agama dengan
tujuan menyesuaikan ajaran Katolik dan Protestan dengan filsafat modern.
Perpaduan ini faktanya memunculkan sekularisme di masyarakat Eropa.[2]
Pemikiran modern yang sekuler ini selanjutnya lebih manis di kemas dengan kata
Renaisans atau Pencerahan. Modernisme Eropa ini juga pada gilirannya yang
membuat mereka mendominasi perpolitikan wilayah dunia Islam.[3]
Tidak hanya di pusat pemerintahan Islam saat itu yaitu Turki Utsmani, campur
tangan politik Eropa juga terjadi di wilayah lain seperti Asia Tenggara, India,
Timur Tengah,[4]dan
Afrika Utara.
Nama asli Syekh Muhammad Abduh adalah Muhammad bin Hasan bin Hasan
Khairullah. Ia lahir pada di
desa mahallat nashr dekat delta sungai nil, provinsi Gharbiah di mesir hilir
tahun 1265 H/1849[5]
dan wafat tahun 1905 M. Muhammad Abduh lahir dari pasangan Abduh bin Khairullah,
seorang petani miskin di Mahallat Nasr, dan Junainah binti Utsman al-Kabir,
seorang janda dari keluarga terkemuka Tanta.
Nama ayahnya adalah Abduh Hassan Khairullah, yang berasal dari
Turki. Nama ibunya adalah Junaidah Utsman yang memiliki silsilah keluarga
dengan Umar bin Khattab. Keluarga Muhammad Abduh dikenal berpegang teguh pada
ilmu dan agama. Muhammad Abduh lahir dan besar di lingkungan pedesaan di bawah
asuhan ayah dan ibunya yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan formal
tetapi memiliki jiwa religius yang kuat.[6]
Nama ayah Muhammad Abduh adalah Abduh Ibn Hasan Kairara dari Turki
yang lama tinggal di Mesir. Ibunya berasal dari desa terdekat Tanta, mis
kawasan Gharbiyah (Adams, 1968; Faqihuddin, 2021).[7]
Ibunya orang Arab dan Silsilah suku Umar bin al-Khattab. Muhammad Abduh tumbuh
dewasa Orang dewasa diasuh oleh kedua orang tuanya meskipun tidak berada di
lingkungan kelas sekolah, tetapi ada keteguhan religius dalam jiwanya.[8]
Ketika Abduh lahir, Mesir berada di bawah satu penguasa Muhammad
Ali, yakni raja mutlak. Raja yang menguasai sumber kekayaan,
terutama tanah, pertanian dan perdagangan. Di distrik-distrik, para
pejabat Ali secara ketat menjalankan keinginan dan perintahnya. Orang merasa
tertekan. Untuk menghindari kekerasan, Karena pejabat yang lebih rendah,
beberapa orang di kabupaten harus pindah, Orang tua Abduh juga mengalami
situasi seperti itu.
Muhammad Abduh, seorang pelajar Afghanistan yang setia, belum genap
berusia 10 tahun Selama bertahun-tahun ia belajar membaca dan menulis dari
orang tuanya. Ketika ayahnya bisa membaca dan menulis dengan baik, namanya
adalah Abduh Hasan Khairullah, mengirimkannya ke Hafizh Ingatlah Al-Qur'an.
Setelah dua tahun, ketika dia berusia 12 tahun, dia hafal seluruh Al-Qur'an.[9]
Kemudian pada tahun 1862 dia dikirim ke Tanta untuk belajar di
agama Al-Jami' al-Ahmadi. Saat belajar di sana selama dua tahun, dia melarikan
diri dan putus sekolah. Alasannya karena dia tidak setuju dengan metode
pembelajaran yang digunakan, yaitu metode verbal, menghafal. Itu sebabnya dia
bersembunyi bersama ke rumah pamannya. Tapi setelah tinggal bersama pamannya
selama tiga bulan, dia didorong kembali ke Tanta. Karena menurutnya itu sudah
tidak berguna lagi belajar, jadi dia kembali ke desa asalnya dan berencana
menjadi petani.[10]
Pada tahun 1865 ia menikah pada usia 16 tahun[11]
dan Kembalinya Muhammad Abduh terjadi seperti kebanyakan rumah. Sulit untuk
menjadi cerita sampul dalam kehidupan pribadinya. Kemudian Muhammad Abduh
berusaha hidup bermasyarakat karena memang begitu salah satu bagian penting
dari masyarakat.
Mendekati empat puluh hari setelah pernikahannya, ayah dari
Muhammad Abduh menyuruhnya kembali belajar di Masjid Ahmadiyah. seperti anak
kecil Namun, Muhammad Abduh yang saleh mengikuti kemauan ayahnya. Dalam
perjalanan, Muhammad Abduh membayangkan kebosanan menuntut ilmu Masjid
Ahmadiyah, Muhammad Abduh kemudian membelot area gereja timur di sekitar
distrik sebagian besar berpenduduk keluarga dan kerabat ayahnya Muhammad Abduh.
Di tempat ini Muhammad Abduh bertemu Derwisy Khadar.[12]
Darwis Khadar adalah syekh sufi (guru spiritual) asli. Pesan
Syadzili, Darwisy menyampaikan pandangannya Kepada Muhammad Abduh. Untaian
tasbih Sufi percakapan masa lalu Muhammad Abduh yang banyak berbuat lama
kembali dari dunia pemikiran (dunia akademik), tercerahkan Muhammad Abduh
menyelesaikan pertemuan dengan Darwisy. Aktivitas spiritual Muhammad Abduh
kembali marak.
Seorang darwis masuk dalam kehidupan Muhammad Abduh dan menjadi guru
spiritualnya. Diantara gejolak dalam kehidupan Muhammad Abduh. Darwis
melanjutkan tak henti-hentinya menghujani Muhammad Abduh dengan berbagai Sains.
Muhammad Abduh saja tidak mendapat pelajaran yang sulit seperti dunia sufi para
darwis, tetapi ajaran etika dan moral dan praktik asketisme di dunia sufi. Ini
tidak terlalu lama Dengan Muhammad Abduh Darwsy, tapi di luar pertemuan.
Muhammad Abduh seakan menemukan “roh” baru dan semangat baru penuh
semangat mengarungi lautan ilmu. Dengan mistisisme. Rasa haus Muhammad Abduh di
kala putus asa seakan sirna. Tetes Madu ajaran Tasawuf memberi energi baru bagi
Muhammad Abduh. Muhammad Abduh lebih tertarik masuk kehidupan dunia tasawuf,
bahkan dalam pengembaraannya di dunia tasawuf, Muhammad Abduh zuhud walau sesaat.
Hal ini dilakukan oleh Muhammad Abduh sebagai bentuk keterasingannya menyangkut
ajaran eksternal tasawuf Menurut Muhammad Abduh, banyak hal yang perlu
dikritisi. Penasihat Darwsiy mengakhiri sikap Zuhud Muhammad Abduh dan
membiarkannya.[13]
Pada tahun 1866, Muhammad Abduh pergi ke Al-Azhar. Tetapi situasi
di Al-Azhar ketika Muhammad Abduh menjadi mahasiswa sana, masih dalam keadaan
terbelakang dan kuno. Bahkan nanti Ahmad Amin al-Azhar berpandangan sebaliknya
sebagai kebiasaan kafir. Membaca geografi, buku sains atau filsafat dilarang
Memakai sepatu adalah bid'ah.[14]
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika Muhammad Abduh
mempelajari filsafat, geometri, urusan dunia dan politik oleh seorang
intelektual bernama Hasan Tawil. Tapi pelajaran ini Hasan Tawil memberinya
lebih sedikit kepuasan. Pilihan Pencantumannya di al-Azhar juga kurang menarik
perhatian. dia lebih Saya ingin membaca buku di perpustakaan Al-Azhar. Kepuasan
Muhammad Abduh belajar matematika, etika, politik, filsafat, dia diterima oleh
Jamaluddin al-Afghani. Salah satu hal di belakang Gagasan pembaharuan Muhammad
Abduh merupakan lahirnya sikap Taqlid. Menurutnya, Taqlid memiliki tiga sifat
dasar:[15]
Pertama, untuk mengidolakan leluhur dan guru, kedua, untuk
merayakan keagungannya pemimpin agama di masa lalu; dan ketiga, ketakutan akan
kebencian dan kebencian dikritik ketika dia lolos dari masa tuanya.[16]
Muhammad bertemu Abduh saat belajar di Al Azhar dengan Jamaluddin
al-Afghani. Selain karakter Afghanistan terkenal di Mesir, juga dikenal sebagai
penggagas kebebasan berpikir dalam agama dan politik. Pertemuannya dengan orang
Afghanistan ini itu memiliki pengaruh besar pada perkembangan pemikiran wajar
Muhammad Abduh. Sebuah hadiah khusus dari Afghanistan Muhammad Abduh memiliki
jiwa pengabdian perusahaan, mengalahkan usia dan taklid. Terima kasih kerja
keras Muhammad Abduh kemudian lulus ujian dengan nilai Alimiah di al-Azhar.
Gelar yang membagi auditor Pernyataan ini menggunakan haknya untuk menggunakan
gelar to alim, artinya memiliki hak untuk mengajar.[17]
Setelah lulus kuliah di al Azhar, beliau mulai mengajar di bidang
logika, teologi dan moral dan etika. Selain Al Azhar, Muhammad Abduh juga
mengajar Dar al Saat itu, Ulum masih semacam akademi Didirikan untuk
memunculkan mereka yang bisa memberi pendidikan modern di al Azhar. Di Dar al
Ulum itulah Muhammad Abduh mengajar Muqaddimah dari Ibnu Khaldun dan Tahzib al
Ahlaq Miskawaih. Pada saat yang sama, Muhammad Abduh diangkat sebagai guru
bahasa Arab di sekolah bahasa yang mapan Khidive[18]
Ketika al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879 karena dituduh
mengorganisir gerakan melawan Khedevi Taufiq, Muhammad Abduh, yang ikut campur
dalam masalah ini, diasingkan di luar kota Kairo. Namun pada tahun 1880
Muhammad Abduh diizinkan kembali ke Kairo dan diangkat sebagai redaktur
al-Waqa'i al-Mishriyah, surat kabar resmi pemerintah Mesir. Di bawah
kepemimpinan 'Abduh, al-Waqa'i tidak hanya mengutus al-Mishriyah berita resmi,
tetapi juga artikel tentang kepentingan nasional Mesir[19]
Pada tahun 1894 ia menjadi anggota Dewan Gubernur Al-Azhar, selama
masa jabatannya Muhammad Abduh mendirikan madrasah untuk mempersiapkan
siswa-siswa berprestasi yang nantinya akan masuk ke Perguruan Tinggi Al-Azhar.[20]
Pada tahun 1899 ia kembali dikeluarkan dari dunia pendidikan dan diangkat
menjadi Mufti Mesir. Dalam posisi ini dia berusaha Pelan-pelan reformasi sistem
dan hukum pengelolaan wakaf. Bold diterbitkan pada berbagai hal pertimbangan
sosial yang ia perhitungkan pembangunan modern secara serius. Dia memegang posisi
ini sampai meninggal di Kairo 11 Juli 1905.[21]
Muhammad Abduh meninggal pada 11 Juli 1905. Banyak Orang-orang yang
memberikan penghormatan di Kairo dan Alexandria bersaksi berapa banyak orang
yang menghormatinya. Muhammad pastinya Abduh mendapat serangan silau yang keras
dan tindakannya tampak blak-blakan, terutama dalam beberapa tahun terakhir
hidupnya.[22]
Di sisi lain, bagaimanapun, diakui bahwa Mesir dan Islam merasakan
kehilangan seorang pemimpin yang dikenal lemah lembut dan sangat spiritual.
Bahkan tidak jarang orang Yahudi dan Orang-orang Kristen menghormatinya sebagai
seorang sarjana, seorang patriot dan seorang bangsawan besar.[23]
Namun, tidak semua ide dan gagasan reformasinya diterima oleh
penguasa dan al-Azhar. Hambatan utama yang dia hadapi adalah para pendeta
statis dan rakyat jelata. Menghadapi berbagai rintangan, Abdu jatuh sakit dan
meninggal pada 8 Jumadil Awal 1323 H/11. Juli 1905. Muhammad jenazah Abdunya
dimakamkan di Pemakaman Negara Kairo. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Muhammad Abdu adalah:
n
Faktor sosial berupa
keluarga dan guru terutama berupa sikap hidup yang dibentuk oleh Syekh Darwisi
dan Sayyid Jamaluddin Al-Afghani. Selain itu, faktor lingkungan Tanta dan Mesir
serta sistem pendidikan yang tidak efektif, serta adanya sikap keagamaan yang
statis dan pemikiran-pemikiran yang ketinggalan zaman ditemukannya di
masyarakat.
n
Faktor budaya berupa ilmu
yang diperolehnya selama belajar di sekolah formal, pengaruh langsung pemikiran
Jamaluddin al-Afghani, dan Barat ketika ia membelot ke Prancis. pengalaman.
n
Faktor politik karena iklim
politik saat itu, dari tinggal di lingkungan rumah Muharraf Nasr dan dari
studinya sampai kematiannya.
Ketiga unsurnya di atas inilah yang melatarbelakangi lahirnya
pemikiran Abdu Muhammad dalam berbagai bidang seperti teologi, syariah,
pendidikan, kemasyarakatan, politik dan kebudayaan. Pemikiran utamanya terkait
dengan bidang teologi, fokus pada aspek perilaku manusia (af'al dan 'ibad), konsep
qadha dan qadar, dan sifat-sifat Tuhan.[24]
[1]
Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Op. Cit, hlm, xiii-xiv.18 Ibid, hlm,
Viii-I.
[2]
Fatkhur, Muhammad Abduh Tokoh Pembaharu Di Mesir Abad XIX (Study Tentang
Pemikiran dan Perjuangannya), (Surabaya: Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Sunan
Ampel, 1989), Skripsi, hlm, 56-57.
[3]
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm,
184-185.
[4]
Afif Azhari dan Mimien Mimunah, Op. Cit, hlm, 43.
[5] Herry
Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema Insani,
2006), 225.
[6] Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1992), Hal. 59
[7] Adams, 1968;
Faqihuddin, 2021
[8] Iskandar Usman
[Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2022], MUHAMMAD ABDUH DAN PEMIKIRAN
PEMBAHARUANNYA, Jurnal Pemikiran Islam, Hal. 72
[9] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 117
[10] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA KONTEMPORER
(KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 117
[11] Prof. Dr. H.j.
Suyuthi pulungan, MA, Ide Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha Tentang Negara dan Pemerintahan dalam Islam, PDF. Hal. 5
[12] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 117
[13] Ridwan, Pesona
Pemikiran Muhammad Abduh, PDF. Hal 3-4
[14] Ahmad Amin,
Muhammad Abduh, (Kairo: Mu’assat al-Khanji, 1960), hlm. 23- 24.
[15] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 118
[16] Maslina
Daulay, Inovasi Pendidikan Islam,... Hlm. 81
[17] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 118-119
[18] Hasaruddin,
Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh, Al-(Risalah: Vol. 12
No. 2, Nop. 2012) Hlm. 336
[19] Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Hal. 61
[20] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 119
[21] Maslina
Daulay, Inovasi Pendidikan Islam,.. Hlm. 83-84
[22] Wirananta,
Richi Satria. [Vol I No. 1, Maret 2019] KONSEP PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD
ABDUH
DAN RELEVANSINYA DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM DI ERA
KONTEMPORER (KAJIAN FILOSOFIS HISTORIS), Jurnal Al-Fahim, Hal. 120
[23] Zen Amiruddin,
Rasionalitas dan Pembaharuan Muhammad 'Abduh, (SOSIORELIGIA, Vol. 8, No. 3,
2009), Hlm. 678-679
[24] 2022, Muhammad
Abduh: Biografi Dan Pemikirannya, https://an-nur.ac.id/muhammad-abduh-tokoh-pembaharu-islam/4/ [Diakses Pada 17 Jan. 23]
Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/biografi-karya-dan-pemikiran-muhamad.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar