Pembebasan Jerusalem
Umat Islam punya 3 tempat suci untuk dikunjungi, yaitu Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsha di Palestina, Jerusalem ibu kotanya. Perlu kau ketahui, Jerusalem bukan hanya kota suci umat Islam saja, tapi juga dianggap sebagai tempat suci dua agama samawi lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen. Di Jerusalem terdapat Bait al-Maqdis (al-Quds), Makam Yesus (Nabi Isa) dan bunda Maria (Maryam), karena itu mereka tak henti berziarah ke sana setiap tahun. Orang-orang Romawi yang notabene beragama Kristen, termasuk Kaisar mereka, selalu menziarahi makam-makam dan ritus-ritus suci kaum Kristen di Jerusalem.
Kaum muslimin telah menjadikan Syam
(Suriah dan Palestina) sebagai negeri Islam. Artinya, negeri itu dikuasai oleh
pemerintahan Islam.
Tapi, orang-orang non-muslim
tetap diberi kebebasan untuk menjalankan ajaran agama mereka. Mereka tidak
dipaksa untuk masuk agama Islam. Tidak sama sekali.
Jerusalem termasuk wilayah
kekuasaan kaum muslimin. Tapi, penguasa kaum muslimin waktu itu (Dinasti
Saljuk) tetap mengizinkan peziarah Kristen masuk ke Jerusalem untuk berziarah
ke tempat-tempat suci mereka. Di antara peziarah itu, ada seorang rahib bernama
Peter The Hermit (Peter Sang Petapa). Dialah yang mula-mula menghembuskan
fitnah bahwa orang-orang Kristen dihalang-halangi atau diperberat untuk dapat
masuk berziarah ke Jerusalem. Sebenarnya, ia dengki kepada kaum muslimin yang
telah menguasai negeri-negeri dan kota-kota yang dulu dikuasai oleh orang-orang
Kristen Romawi, mulai dari Syam, Mesir, Afrika Utara, sampai Sisilia.
Maka, ia pulang ke negerinya dan
berbicara panjang lebar dengan Paus Urbanus II. Akhirnya, pada 1095 di
Clermont, Prancis, Paus Urbanus II lalu menyampaikan pidatonya di hadapan kaum
Kristen, mengajak mereka mengangkat senjata memerangi umat Islam yang katanya
telah merebut Tanah Suci mereka, serta negeri-negeri lainnya. Ia menyampaikan
pidato yang berisi tuduhan bahwa umat Islam telah melakukan kekerasan kepada
umat Kristen dan menghancurkan gereja-gereja. Pidato Paus Urbanus ini sangat
menggetarkan hati-hati kaum Kristen, membangkitkan gelora semangat mereka.
“Hai
orang-orang yang dicintai Tuhan, yang jelas dari perilaku kalian, yang
membedakan diri dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, karena iman kalian,
karena pengabdian kalian kepada gereja suci. Inilah pesan dan himbauan khusus
untuk kalian. Kabar buruk telah tiba dari Jerusalem dan Konstantinopel, bahwa
sebuah bangsa asing yang terkutuk dan menjadi musuh tuhan, yang tidak lurus
hatinya, dan yang jiwanya tidak setia pada tuhan, telah menyerbu tanah
orang-orang Kristiani dan membumihanguskan mereka dengan pedang dan api secara
paksa...Tidak sedikit orang-orang Kristiani yang mereka twan untuk dijadikan
budak , sementara sisanya dibunuh. Gereja-gereja, kalau tidak mereka hancurkan,
mereka jadikan masjid. Altar-altar diporak-porandakan. Orang-orang Kristiani
mereka sunat dan darah mereka tuangkan pada altar atau tempat-tempat
pembaptisan. Beberapa mereka bunuh secara keji, yakni dengan membelah perut dan
mengeluarkan ususnya....Kewajiban siapa lagi kalau bukan kalian yang harus
membalas dan merebut kembali daerah-daerah itu? Ingatlah, Tuhan telah memberi
kalian banyak kelebihan dibandingkan bangsa-bangsa lain, semangat juang,
keberanian, keperkasaan dan ketidakgentaran menghadap siapa pun yang hendak
melawan kalian ingatlah keberanian nenek moyang kalian, pada Karl Agung dan
Louis....Hentikan rasa saling benci dan pertengkaran kalian. Bergegaslah menuju
makam kudus (Jerusalem), rebutlah kembali negeri itu dari orang-orang jahat dan
jadikan milik kalian. Negeri itu, seperti dikatakan di dalam Alkitab, berlimpah
susu dan madu. Tuhan memberikannya kepada anak-anak Bani Israil. Jerusalem,
negeri terbaik, lebih subur daripada lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah
tempat juru selamat kita dilahirkan, diciptakan dengan ruh dari-Nya, dan
dikuduskan dengan penderitaan. Bergegaslah, dan kalian akan memperoleh
penebusan dosa serta pahala di kerajaan surga.”
Paus menyeru mereka dengan membawa
nama Kristus. Bagi mereka yang terbunuh dalam perang ini, mereka pasti masuk
surga. Begitu yang ditanamkan Paus kepada para jemaatnya. Perang ini juga
didukung oleh Kaisar Alexius Comnenus. Sebanyak 300.000 pasukan Kristen masuk
ke wilayah-wilayah Islam dan membantai seluruh manusia yang ada di dalamnya.
Tujuan utama mereka adalah merebut kembali Tanah Suci Jerusalem. Pada 1099,
pasukan yang mengenakan tanda salib di dada mereka ini (itulah sebabnya
dinamakan Perang Salib), berhasil memasuki Jerusalem. Di sana, mereka membunuh
semua penghuninya tanpa terkecuali, mulai dari anak kecil, dewasa, orang tua,
laki-laki, wanita, muslim, Yahudi, maupun orang-orang Kristen Ortodoks Timur.
Umat Islam yang bersembunyi di dalam Masjidil Aqsha, dan orang-orang Yahudi
yang bersembunyi dalam Sinagog, diburu lalu dibunuh di dalamnya.
Seorang prajurit Perang Salib
menulis kisah mengerikan itu, “Sungguh, seandainya kau berada di situ, kau akan
menyaksikan tumit kaki-kaki kami basah dengan darah orang yang terbunuh.
Tetapi, apa yang bisa aku ceritakan? Tak seorang pun dari mereka yang tersisa
hidup-hidup, kaum wanita atau pun anak-anak tak ada yang disisakan.”
Sungguh sangat mengerikan
membayangkan kesadisan kaum salib
di Tanah Suci ketiga umat Islam itu. Di
tahun itu juga, mereka berhasil merebut Jerusalem dari umat Islam sejak masa
Khalifah Umar bin Khatthab. Kita lihat peristiwa ini dan coba bandingkan ketika
Umar bin Khatthab memasuki kota ini di masa silam. Umar tidak menganiaya
seorang pun di antara orang-orang Kristen dan Yahudi, tidak juga menghancurkan
tempat ibadah mereka, dan tidak memaksakan Islam kepada mereka. Sekarang,
pasukan salib masuk dan membuat sungai dari darah-darah ratusan ribu manusia
yang mengalir.
Setelah peristiwa mengerikan itu,
para ulama di Syam (Damaskus, Aleppo, dan sekitarnya) menggelorakan semangat
jihad kepada seluruh kaum muslimin untuk menghadapi pasukan salib. Tidak lupa
mereka juga meminta bantuan kepada penguasa Abbasiyah di Baghdad. Namun,
Abbasiyah tidak lagi memiliki kekuatan. Kekuatan umat Islam justru bertumpu
pada Dinasti Saljuk, orang-orang Turki. Saljuk mengendalikan kekhalifahan
Baghdad setelah mengeluarkan orang-orang Syiah Buwaihi dari sana. Mereka tetap
menjadikan orang-orang Abbasiyah sebagai khalifah, tapi merekalah yang
menetapkan kebijakan-kebijakan. Wilayah kekuatan Saljuk berada di seluruh
wilayah Asia Tengah, Khurasan, Iran, Irak, Syam, dan Anatolia.
Di antara pejuang-pejuang Saljuk
adalah Aq Sunqur bin Abdillah yang bergelar Qasim ad-Daulah. Dari darah orang
inilah lahir seorang panglima pejuang bernama Imaduddin Zanki[1].
Pada 1127 M (521 Hijriyah), sekitar 30 tahun setelah kaum Salib menguasai
Jerusalem, Imaduddin diangkat oleh Sultan Mahmud sebagai gubernur di Mosul,
Syam. Mosul adalah wilayah yang berhasil dipertahankan orang-orang Islam dari
kaum Salib. Panglima inilah yang menggencarkan Perang Salib jilid II. Ia
berhasil merebut Edessa (Islam: Raha), satu kota di Syam yang sejak 1099
dikuasai orang-orang Kristen. Imaduddin berhasil memberi ketakutan pada pihak
Kristen. Meskipun dia belum membebaskan Tanah Suci Jerusalem -karena terbunuh
pada 1144 M oleh seorang penyusup ketika ia sedang tertidur di tendanya-, namun
dialah “pembuka jalan” pembebasan al-Quds.
Setelah wafatnya, kekuasaan
dipegang oleh dua anaknya. Saifuddin Ghazi berkuasa di Mosul, dan Nuruddin
Mahmud memimpin di Aleppo (Halab). Nuruddin lebih menonjol dari saudaranya.
Pada masanya-lah Mesir, Syam, dan Jazirah Arab bersatu di bawah komandonya. Salah
satu panglima perangnya yang tangguh dan handal adalah Asaduddin Syirkuh, didampingi
keponakannya, Shalahuddin
bin Najmuddin Ayyub. Ketika
itu, Dinasti Fathimiyah di Mesir juga disibukkan berperang dengan Pasukan Salib
dari Frank (Prancis), sementara mereka telah memasuki masa-masa lemah. Maka,
Khalifah Fathimiyyah, al-Adhid meminta bantuan Nuruddin Mahmud melawan musuh
mereka. Dan ia akan memberi balasan kepada Nuruddin jika mau bekerjasama.
Nuruddin mengutus Asaduddin dan Shalahuddin bersama 2000 pasukan ke Mesir.
Belum juga pasukan Asaduddin berperang, pasukan Frank telah keluar meninggalkan
Mesir. Atas jasanya, Khalifah al-Adhid mengangkatnya sebagai menteri di istana
Fathimiyah. Setelah Asaduddin meninggal pada 1168 (564 Hijriyah), ia digantikan
oleh keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi.
Di Mesir, Shalahuddin mampu
menghentikan pergerakan orang-orang Fathimiyah. Ia menguasai istana dan
merebutnya dengan taktik politik yang handal. Ia mengangkat orang-orang Kurdi
(orang-orang yang satu kaum dengannya) untuk menjabat di pemerintahan,
menghentikan khutbah Jum’at yang memuji pemimpin-pemimpin Syiah Fathimiyah di
Masjid al-Azhar, serta menghapuskan pengajaran pemahaman Syiah di sana. Atas
upayanya itu, lambat laun, pengaruh Syiah Fathimiyah semakin berkurang. Dan
setelah al-Adhid wafat, maka berakhirlah Dinasti Fathimiyah di Mesir untuk
selama-lamanya. Kekuasaannya diambil alih oleh Dinasti Ayyubiyah di bawah Sultan Shalahuddin
al-Ayyubi.
Setelah menyelesaikan tugas
utamanya di Mesir: meruntuhkan Dinasti Fathimiyah, Shalahuddin menuju Syam
untuk merebut kembali wilayah-wilayah Islam dari kaum Salib. Ketika itu
Nuruddin Mahmud telah wafat. Maka, tidak ada yang lebih pantas menggantikannya
sebagai panglima dan pemimpin di sana, kecuali Shalahuddin.
Shalahuddin telah menghancurkan
pemerintahan Fathimiyah di Mesir, dan sekarang ia bertekad menghadapi Pasukan
Salib dan membebaskan al-Quds yang suci dari tangan-tangan kotor mereka. Putra
Najmuddin Ayyub ini telah berhasil menyatukan banyak wilayah di bawah kekuasaannya
yang sebelumnya saling berpecah dan berperang satu sama lain. Wilayah
kekuasaannya mencakup Syam, Irak, Maghrib, Tripoli, Mesir, dan Yaman. Setelah
berhasil menyatukan kembali wilayah itu dibawah satu kekuatan, maka mulailah
Shalahuddin mempersiapkan pasukan menghadapi Pasukan Kristen.
Perang ini adalah Perang Salib
jilid III. Yang pertama terjadi pada masa Paus Urbanus II ketika pasukan salib
pertama kali menguasai Jerusalem. Perang Salib II terjadi ketika pasukan Islam
dipimpin oleh Imaduddin Zanki yang berhasil merebut beberapa kota penting di
Syam. Membebaskan Jerusalem adalah cita-cita Shalahuddin sejak dulu. Ia selalu
terlihat sedih dan jarang terlihat bergurau apalagi tertawa. Ketika ditanya apa
sebab dia jarang terlihat tertawa dan selalu bersedih, ia menjawab, “Bagaimana
aku bisa merasa senang, menikmati makanan, dan tidur dengan tenang, sementara
Jerusalem berada di tangan pasukan Salib?” Al-Qadhi Baha’uddin bin Syidad,
teman dekat Shalahuddin mengatakan tentangnya, “Bagi Shalahuddin, pendudukan
Jerusalem adalah perkara penting yang tidak mampu dipikul oleh gunung
sekalipun.”
Ia tidak henti-hentinya mengajak
kaum muslimin untuk berjihad, memompas semangat mereka untuk membebaskan Tanah
Suci ketiga umat Islam. Al-Qadhi Ibnu Syidad berkata, “Shalahuddin bagaikan
seorang ibu yang ditinggal mati anaknya. Ia menunggangi kudanya dari satu
tempat ke tempat lainnya untuk mendorong orang-orang berjihad. Dia berkeliling
ke daerah-daerah dan menyeru, ‘Berkorbanlah untuk Islam’, sementara nampak dari
kedua matanya menetes air mata...”
Perjuangan Shalahuddin tidaklah
sia-sia, karena ia beserta pasukannya yang gagah berani dapat mengalahkan
Pasukan Salib di Hittin. Raja Kristen Jerusalem ikut ditawan. Sementara itu,
Reginald de Chatillon, sang pemimpin Kark, yang pernah menghina Nabi Muhammad,
dipenggal lehernya oleh Shalahuddin. Setelah pertempuran di Hittin, pasukan
muslim tinggal memasuki Jerusalem. Shalahuddin sebenarnya ingin memasukinya
dengan damai tanpa ada pertumpahan darah, seperti yang pernah dilakukan oleh
Umar bin
Khatthab dulu. Tapi, pasukan Frank yang menguasai kota itu enggan menyerahkan
kota begitu saja. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kedua belah pihak
yang berakhir dengan kemenangan pasukan kaum muslimin. Orang-orang Kristen di
dalamnya, diberi waktu 40 hari untuk meninggalkan Jerusalem. Laki-laki mereka
harus menebus dirinya dengan 10 dinar, perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2
dinar. Bagi yang tidak mampu menebus dirinya, maka ia menjadi tawanan.
Pada hari penaklukkan tepat pada
hari mulia umat Islam, Jum’at tertanggal 27 Rajab 583 Hijriyah (1187 M).
Shalahuddin mempersilahkan al-Qadhi Muhyiddin bin Zakiyuddin untuk menyampaikan
khutbah dari atas mimbar Masjid al-Aqsha. Hari itu, umat Islam kembali
melaksanakan shalat Jum’at di masjid al-Aqsha sejak terakhir kali 90 tahun
silam. Sang Qadhi memuji Sultan Shalahuddin...
Penaklukanmu terhadap Aleppo dengan pedang pada bulan
Safar
Menjadi kabar gembira akan ditaklukkannya Jerusalem
pada bulan Rajab
Jubair menggubah sebuah syair tentang pujian kepada
sang Sultan...
Penaklukkan mulia adalah penaklukkan Jerusalem pertama
kali kali oleh khalifah kedua (Umar)
Juga engkau yang telah mengulangi penaklukkan itu
Seorang ulama dan penyair, Abu
al-Hasan ibn Ali al-Juwaini tak mau ketinggalan melantunkan syairnya...
Allah melindungi raja ini dengan tentara-tentara
langit
Siapa pun yang tidak percaya, penaklukkan ini adalah
buktinya
Penaklukkan ini seperti penaklukkan-penaklukkan Nabi
Ia tidak bisa diapresiasi dengan harta, ia hanya bisa
diapresiasi dengan syukur
Raja-raja Salibis yang selalu kuat menjadi tawanan di
tangannya
Jerusalem dan negeri-negeri lain yang terjajah
menangis 90 tahun lalu, namun para pemimpin muslim tuli dan buta
Sekarang, Shalahuddin menjawab permohonan mereka
dengan perintah dari Allah yang menolong hamba-hamba yang membutuhkan
Jika Allah menutup buku catatan para hamba-Nya, namun
catatan Shalahuddin tidak ditutup akrena mengalirnya pahala dari perbuatan
baiknya
Tidak ada pembantaian terhadap
penduduk Jerusalem. Sang Sultan dengan kelemahlembutan dan kemurnian hatinya,
bahkan membebaskan begitu saja puluhan ribu tawanan Kristen. Mereka dibiarkan
keluar dari Jerusalem tanpa membayar tebusan sepeser pun.
Kesuksesan Shalahuddin merebut
kembali Jerusalem dari kaum Kristen membuka mata raja-raja Eropa yang saling
berperang satu sama lain. Mereka lalu sepakat menyatukan kekuatan untuk melawan
Islam. Frederick Barbarossa sang Kaisar Jerman, Philip Augustus sang Raja
Prancis, dan Richard The
Lion Heart sang Raja Inggris bersatu padu melawan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.
Bayangkanlah tiga kekuatan besar di Eropa ini melawan Shalahuddin!
Setelah berlangsung Perang Salib
III selama lima tahun, kekuatan besar Eropa itu tidak juga mampu menguasai
Jerusalem. Frederick Barbarossa dan Philip Augustus putus asa dan menderita
banyak kerugian akibat peperangan, sehingga mereka kembali ke negerinya tanpa
membawa hasil. Sedangkan Richard, yang paling sengit melawan Shalahuddin juga
tak mampu mengalahkan kaum muslimin. Karena peperangan yang begitu lama, maka
pihak pasukan Salib dan Shalahuddin memutuskan untuk menyepakati perjanjian
pada 1192 (588 Hijriyah) di Ramlah. Bunyi Perjanjian Ramlah ini adalah pertama,
Pasukan salib akan tetap berada di garis pantai Tyre ke Haifa. Kedua,
orang-orang Kristen dibolehkan berziarah ke Jerusalem tanpa membayar pajak.
Ketiga, masa gencatan senjata antara kedua belah pihak berlangsung selama 3
tahun 8 bulan.
[1] Pemerintahannya lebih dikenal dengan Dinasti Zankiyah.
Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar