Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Pembebasan Jerusalem

 


Pembebasan Jerusalem

 

        Umat Islam punya 3 tempat suci untuk dikunjungi, yaitu Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah, dan Masjidil Aqsha di Palestina, Jerusalem ibu kotanya. Perlu kau ketahui, Jerusalem bukan hanya kota suci umat Islam saja, tapi juga dianggap sebagai tempat suci dua agama samawi lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen. Di Jerusalem terdapat Bait al-Maqdis (al-Quds), Makam Yesus (Nabi Isa) dan bunda Maria (Maryam), karena itu mereka tak henti berziarah ke sana setiap tahun. Orang-orang Romawi yang notabene beragama Kristen, termasuk Kaisar mereka, selalu menziarahi makam-makam dan ritus-ritus suci kaum Kristen di Jerusalem.

Kaum muslimin telah menjadikan Syam (Suriah dan Palestina) sebagai negeri Islam. Artinya, negeri itu dikuasai oleh pemerintahan Islam. Tapi, orang-orang non-muslim tetap diberi kebebasan untuk menjalankan ajaran agama mereka. Mereka tidak dipaksa untuk masuk agama Islam. Tidak sama sekali.

Jerusalem termasuk wilayah kekuasaan kaum muslimin. Tapi, penguasa kaum muslimin waktu itu (Dinasti Saljuk) tetap mengizinkan peziarah Kristen masuk ke Jerusalem untuk berziarah ke tempat-tempat suci mereka. Di antara peziarah itu, ada seorang rahib bernama Peter The Hermit (Peter Sang Petapa). Dialah yang mula-mula menghembuskan fitnah bahwa orang-orang Kristen dihalang-halangi atau diperberat untuk dapat masuk berziarah ke Jerusalem. Sebenarnya, ia dengki kepada kaum muslimin yang telah menguasai negeri-negeri dan kota-kota yang dulu dikuasai oleh orang-orang Kristen Romawi, mulai dari Syam, Mesir, Afrika Utara, sampai Sisilia.

Maka, ia pulang ke negerinya dan berbicara panjang lebar dengan Paus Urbanus II. Akhirnya, pada 1095 di Clermont, Prancis, Paus Urbanus II lalu menyampaikan pidatonya di hadapan kaum Kristen, mengajak mereka mengangkat senjata memerangi umat Islam yang katanya telah merebut Tanah Suci mereka, serta negeri-negeri lainnya. Ia menyampaikan pidato yang berisi tuduhan bahwa umat Islam telah melakukan kekerasan kepada umat Kristen dan menghancurkan gereja-gereja. Pidato Paus Urbanus ini sangat menggetarkan hati-hati kaum Kristen, membangkitkan gelora semangat mereka.

“Hai orang-orang yang dicintai Tuhan, yang jelas dari perilaku kalian, yang membedakan diri dari bangsa-bangsa lain di muka bumi ini, karena iman kalian, karena pengabdian kalian kepada gereja suci. Inilah pesan dan himbauan khusus untuk kalian. Kabar buruk telah tiba dari Jerusalem dan Konstantinopel, bahwa sebuah bangsa asing yang terkutuk dan menjadi musuh tuhan, yang tidak lurus hatinya, dan yang jiwanya tidak setia pada tuhan, telah menyerbu tanah orang-orang Kristiani dan membumihanguskan mereka dengan pedang dan api secara paksa...Tidak sedikit orang-orang Kristiani yang mereka twan untuk dijadikan budak , sementara sisanya dibunuh. Gereja-gereja, kalau tidak mereka hancurkan, mereka jadikan masjid. Altar-altar diporak-porandakan. Orang-orang Kristiani mereka sunat dan darah mereka tuangkan pada altar atau tempat-tempat pembaptisan. Beberapa mereka bunuh secara keji, yakni dengan membelah perut dan mengeluarkan ususnya....Kewajiban siapa lagi kalau bukan kalian yang harus membalas dan merebut kembali daerah-daerah itu? Ingatlah, Tuhan telah memberi kalian banyak kelebihan dibandingkan bangsa-bangsa lain, semangat juang, keberanian, keperkasaan dan ketidakgentaran menghadap siapa pun yang hendak melawan kalian ingatlah keberanian nenek moyang kalian, pada Karl Agung dan Louis....Hentikan rasa saling benci dan pertengkaran kalian. Bergegaslah menuju makam kudus (Jerusalem), rebutlah kembali negeri itu dari orang-orang jahat dan jadikan milik kalian. Negeri itu, seperti dikatakan di dalam Alkitab, berlimpah susu dan madu. Tuhan memberikannya kepada anak-anak Bani Israil. Jerusalem, negeri terbaik, lebih subur daripada lainnya, seolah-olah surga kedua. Inilah tempat juru selamat kita dilahirkan, diciptakan dengan ruh dari-Nya, dan dikuduskan dengan penderitaan. Bergegaslah, dan kalian akan memperoleh penebusan dosa serta pahala di kerajaan surga.”

 

Paus menyeru mereka dengan membawa nama Kristus. Bagi mereka yang terbunuh dalam perang ini, mereka pasti masuk surga. Begitu yang ditanamkan Paus kepada para jemaatnya. Perang ini juga didukung oleh Kaisar Alexius Comnenus. Sebanyak 300.000 pasukan Kristen masuk ke wilayah-wilayah Islam dan membantai seluruh manusia yang ada di dalamnya. Tujuan utama mereka adalah merebut kembali Tanah Suci Jerusalem. Pada 1099, pasukan yang mengenakan tanda salib di dada mereka ini (itulah sebabnya dinamakan Perang Salib), berhasil memasuki Jerusalem. Di sana, mereka membunuh semua penghuninya tanpa terkecuali, mulai dari anak kecil, dewasa, orang tua, laki-laki, wanita, muslim, Yahudi, maupun orang-orang Kristen Ortodoks Timur. Umat Islam yang bersembunyi di dalam Masjidil Aqsha, dan orang-orang Yahudi yang bersembunyi dalam Sinagog, diburu lalu dibunuh di dalamnya.

Seorang prajurit Perang Salib menulis kisah mengerikan itu, “Sungguh, seandainya kau berada di situ, kau akan menyaksikan tumit kaki-kaki kami basah dengan darah orang yang terbunuh. Tetapi, apa yang bisa aku ceritakan? Tak seorang pun dari mereka yang tersisa hidup-hidup, kaum wanita atau pun anak-anak tak ada yang disisakan.” 

Sungguh sangat mengerikan membayangkan kesadisan kaum salib di Tanah Suci ketiga umat Islam itu. Di tahun itu juga, mereka berhasil merebut Jerusalem dari umat Islam sejak masa Khalifah Umar bin Khatthab. Kita lihat peristiwa ini dan coba bandingkan ketika Umar bin Khatthab memasuki kota ini di masa silam. Umar tidak menganiaya seorang pun di antara orang-orang Kristen dan Yahudi, tidak juga menghancurkan tempat ibadah mereka, dan tidak memaksakan Islam kepada mereka. Sekarang, pasukan salib masuk dan membuat sungai dari darah-darah ratusan ribu manusia yang mengalir.

Setelah peristiwa mengerikan itu, para ulama di Syam (Damaskus, Aleppo, dan sekitarnya) menggelorakan semangat jihad kepada seluruh kaum muslimin untuk menghadapi pasukan salib. Tidak lupa mereka juga meminta bantuan kepada penguasa Abbasiyah di Baghdad. Namun, Abbasiyah tidak lagi memiliki kekuatan. Kekuatan umat Islam justru bertumpu pada Dinasti Saljuk, orang-orang Turki. Saljuk mengendalikan kekhalifahan Baghdad setelah mengeluarkan orang-orang Syiah Buwaihi dari sana. Mereka tetap menjadikan orang-orang Abbasiyah sebagai khalifah, tapi merekalah yang menetapkan kebijakan-kebijakan. Wilayah kekuatan Saljuk berada di seluruh wilayah Asia Tengah, Khurasan, Iran, Irak, Syam, dan Anatolia.

Di antara pejuang-pejuang Saljuk adalah Aq Sunqur bin Abdillah yang bergelar Qasim ad-Daulah. Dari darah orang inilah lahir seorang panglima pejuang bernama Imaduddin Zanki[1]. Pada 1127 M (521 Hijriyah), sekitar 30 tahun setelah kaum Salib menguasai Jerusalem, Imaduddin diangkat oleh Sultan Mahmud sebagai gubernur di Mosul, Syam. Mosul adalah wilayah yang berhasil dipertahankan orang-orang Islam dari kaum Salib. Panglima inilah yang menggencarkan Perang Salib jilid II. Ia berhasil merebut Edessa (Islam: Raha), satu kota di Syam yang sejak 1099 dikuasai orang-orang Kristen. Imaduddin berhasil memberi ketakutan pada pihak Kristen. Meskipun dia belum membebaskan Tanah Suci Jerusalem -karena terbunuh pada 1144 M oleh seorang penyusup ketika ia sedang tertidur di tendanya-, namun dialah “pembuka jalan” pembebasan al-Quds.

Setelah wafatnya, kekuasaan dipegang oleh dua anaknya. Saifuddin Ghazi berkuasa di Mosul, dan Nuruddin Mahmud memimpin di Aleppo (Halab). Nuruddin lebih menonjol dari saudaranya. Pada masanya-lah Mesir, Syam, dan Jazirah Arab bersatu di bawah komandonya. Salah satu panglima perangnya yang tangguh dan handal adalah Asaduddin Syirkuh, didampingi keponakannya, Shalahuddin bin Najmuddin Ayyub. Ketika itu, Dinasti Fathimiyah di Mesir juga disibukkan berperang dengan Pasukan Salib dari Frank (Prancis), sementara mereka telah memasuki masa-masa lemah. Maka, Khalifah Fathimiyyah, al-Adhid meminta bantuan Nuruddin Mahmud melawan musuh mereka. Dan ia akan memberi balasan kepada Nuruddin jika mau bekerjasama. Nuruddin mengutus Asaduddin dan Shalahuddin bersama 2000 pasukan ke Mesir. Belum juga pasukan Asaduddin berperang, pasukan Frank telah keluar meninggalkan Mesir. Atas jasanya, Khalifah al-Adhid mengangkatnya sebagai menteri di istana Fathimiyah. Setelah Asaduddin meninggal pada 1168 (564 Hijriyah), ia digantikan oleh keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi.

Di Mesir, Shalahuddin mampu menghentikan pergerakan orang-orang Fathimiyah. Ia menguasai istana dan merebutnya dengan taktik politik yang handal. Ia mengangkat orang-orang Kurdi (orang-orang yang satu kaum dengannya) untuk menjabat di pemerintahan, menghentikan khutbah Jum’at yang memuji pemimpin-pemimpin Syiah Fathimiyah di Masjid al-Azhar, serta menghapuskan pengajaran pemahaman Syiah di sana. Atas upayanya itu, lambat laun, pengaruh Syiah Fathimiyah semakin berkurang. Dan setelah al-Adhid wafat, maka berakhirlah Dinasti Fathimiyah di Mesir untuk selama-lamanya. Kekuasaannya diambil alih oleh Dinasti Ayyubiyah di bawah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.

Setelah menyelesaikan tugas utamanya di Mesir: meruntuhkan Dinasti Fathimiyah, Shalahuddin menuju Syam untuk merebut kembali wilayah-wilayah Islam dari kaum Salib. Ketika itu Nuruddin Mahmud telah wafat. Maka, tidak ada yang lebih pantas menggantikannya sebagai panglima dan pemimpin di sana, kecuali Shalahuddin.

Shalahuddin telah menghancurkan pemerintahan Fathimiyah di Mesir, dan sekarang ia bertekad menghadapi Pasukan Salib dan membebaskan al-Quds yang suci dari tangan-tangan kotor mereka. Putra Najmuddin Ayyub ini telah berhasil menyatukan banyak wilayah di bawah kekuasaannya yang sebelumnya saling berpecah dan berperang satu sama lain. Wilayah kekuasaannya mencakup Syam, Irak, Maghrib, Tripoli, Mesir, dan Yaman. Setelah berhasil menyatukan kembali wilayah itu dibawah satu kekuatan, maka mulailah Shalahuddin mempersiapkan pasukan menghadapi Pasukan Kristen.

Perang ini adalah Perang Salib jilid III. Yang pertama terjadi pada masa Paus Urbanus II ketika pasukan salib pertama kali menguasai Jerusalem. Perang Salib II terjadi ketika pasukan Islam dipimpin oleh Imaduddin Zanki yang berhasil merebut beberapa kota penting di Syam. Membebaskan Jerusalem adalah cita-cita Shalahuddin sejak dulu. Ia selalu terlihat sedih dan jarang terlihat bergurau apalagi tertawa. Ketika ditanya apa sebab dia jarang terlihat tertawa dan selalu bersedih, ia menjawab, “Bagaimana aku bisa merasa senang, menikmati makanan, dan tidur dengan tenang, sementara Jerusalem berada di tangan pasukan Salib?” Al-Qadhi Baha’uddin bin Syidad, teman dekat Shalahuddin mengatakan tentangnya, “Bagi Shalahuddin, pendudukan Jerusalem adalah perkara penting yang tidak mampu dipikul oleh gunung sekalipun.”

Ia tidak henti-hentinya mengajak kaum muslimin untuk berjihad, memompas semangat mereka untuk membebaskan Tanah Suci ketiga umat Islam. Al-Qadhi Ibnu Syidad berkata, “Shalahuddin bagaikan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya. Ia menunggangi kudanya dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendorong orang-orang berjihad. Dia berkeliling ke daerah-daerah dan menyeru, ‘Berkorbanlah untuk Islam’, sementara nampak dari kedua matanya menetes air mata...”

Perjuangan Shalahuddin tidaklah sia-sia, karena ia beserta pasukannya yang gagah berani dapat mengalahkan Pasukan Salib di Hittin. Raja Kristen Jerusalem ikut ditawan. Sementara itu, Reginald de Chatillon, sang pemimpin Kark, yang pernah menghina Nabi Muhammad, dipenggal lehernya oleh Shalahuddin. Setelah pertempuran di Hittin, pasukan muslim tinggal memasuki Jerusalem. Shalahuddin sebenarnya ingin memasukinya dengan damai tanpa ada pertumpahan darah, seperti yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatthab dulu. Tapi, pasukan Frank yang menguasai kota itu enggan menyerahkan kota begitu saja. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kedua belah pihak yang berakhir dengan kemenangan pasukan kaum muslimin. Orang-orang Kristen di dalamnya, diberi waktu 40 hari untuk meninggalkan Jerusalem. Laki-laki mereka harus menebus dirinya dengan 10 dinar, perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2 dinar. Bagi yang tidak mampu menebus dirinya, maka ia menjadi tawanan.

Pada hari penaklukkan tepat pada hari mulia umat Islam, Jum’at tertanggal 27 Rajab 583 Hijriyah (1187 M). Shalahuddin mempersilahkan al-Qadhi Muhyiddin bin Zakiyuddin untuk menyampaikan khutbah dari atas mimbar Masjid al-Aqsha. Hari itu, umat Islam kembali melaksanakan shalat Jum’at di masjid al-Aqsha sejak terakhir kali 90 tahun silam. Sang Qadhi memuji Sultan Shalahuddin...

Penaklukanmu terhadap Aleppo dengan pedang pada bulan Safar

Menjadi kabar gembira akan ditaklukkannya Jerusalem pada bulan Rajab

Jubair menggubah sebuah syair tentang pujian kepada sang Sultan...

Penaklukkan mulia adalah penaklukkan Jerusalem pertama kali kali oleh khalifah kedua (Umar)

Juga engkau yang telah mengulangi penaklukkan itu

Seorang ulama dan penyair, Abu al-Hasan ibn Ali al-Juwaini tak mau ketinggalan melantunkan syairnya...

Allah melindungi raja ini dengan tentara-tentara langit

Siapa pun yang tidak percaya, penaklukkan ini adalah buktinya

Penaklukkan ini seperti penaklukkan-penaklukkan Nabi

Ia tidak bisa diapresiasi dengan harta, ia hanya bisa diapresiasi dengan syukur

Raja-raja Salibis yang selalu kuat menjadi tawanan di tangannya

Jerusalem dan negeri-negeri lain yang terjajah menangis 90 tahun lalu, namun para pemimpin muslim tuli dan buta

Sekarang, Shalahuddin menjawab permohonan mereka dengan perintah dari Allah yang menolong hamba-hamba yang membutuhkan

Jika Allah menutup buku catatan para hamba-Nya, namun catatan Shalahuddin tidak ditutup akrena mengalirnya pahala dari perbuatan baiknya

 

Tidak ada pembantaian terhadap penduduk Jerusalem. Sang Sultan dengan kelemahlembutan dan kemurnian hatinya, bahkan membebaskan begitu saja puluhan ribu tawanan Kristen. Mereka dibiarkan keluar dari Jerusalem tanpa membayar tebusan sepeser pun.

Kesuksesan Shalahuddin merebut kembali Jerusalem dari kaum Kristen membuka mata raja-raja Eropa yang saling berperang satu sama lain. Mereka lalu sepakat menyatukan kekuatan untuk melawan Islam. Frederick Barbarossa sang Kaisar Jerman, Philip Augustus sang Raja Prancis, dan Richard The Lion Heart sang Raja Inggris bersatu padu melawan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Bayangkanlah tiga kekuatan besar di Eropa ini melawan Shalahuddin!

Setelah berlangsung Perang Salib III selama lima tahun, kekuatan besar Eropa itu tidak juga mampu menguasai Jerusalem. Frederick Barbarossa dan Philip Augustus putus asa dan menderita banyak kerugian akibat peperangan, sehingga mereka kembali ke negerinya tanpa membawa hasil. Sedangkan Richard, yang paling sengit melawan Shalahuddin juga tak mampu mengalahkan kaum muslimin. Karena peperangan yang begitu lama, maka pihak pasukan Salib dan Shalahuddin memutuskan untuk menyepakati perjanjian pada 1192 (588 Hijriyah) di Ramlah. Bunyi Perjanjian Ramlah ini adalah pertama, Pasukan salib akan tetap berada di garis pantai Tyre ke Haifa. Kedua, orang-orang Kristen dibolehkan berziarah ke Jerusalem tanpa membayar pajak. Ketiga, masa gencatan senjata antara kedua belah pihak berlangsung selama 3 tahun 8 bulan.



[1] Pemerintahannya lebih dikenal dengan Dinasti Zankiyah.

Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640