Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A1
25k / bulan
60k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - A2
25k / bulan
60k / 3 bulan

Menggamit Kenangan - Naskah Terpilih Juara 3 Event Cerpen Tema Kenangan

 


Menggamit Kenangan

Oleh Ulfa Fauziyyah

(Sebagai Cerpen Terpilih Juara 3 dalam Event Cerpen Tema Kenangan dalam Buku Memori yang Tersimpan Rapi pada Februari 2023)


O

bituary itu seperti desau angin yang menyeruak di dalam dada. Ambulans pembawa peti jenazahmu hanya lewat depan rumah. Para pelayat hanya mampu mengucapkan selamat tinggal dengan derai air mata yang tak tertahan. Ada haru yang terpampang nyata. Semua mata menatap sayu terhadapku. Tubuhku terhempas.

“Ada masalah dengan senja?” Tanyamu.

“Iya, karena di waktu senja kita dipertemukan dan di waktu senja pula kita dipisahkan.” Bulir bening mulai menjelajahi pipiku.

“Percayalah, kita akan dipertemukan Tuhan di surga-Nya. Pulanglah dan bawalah setangkup rindu dan kenangan kita.

Sejak saat itu, tak pernah lagi kulihat jingganya nabastala. Senyummu tak lagi merekah. Suaramu tak lagi kudengar. Langkahmu tak berjejak. Dan bayangmu sirna. Ada ketidaksanggupanku untuk melanjutkan hidup tanpa dirimu sebagai penguatnya. Udara pagi tak mampu menyejukkan hatiku lagi. Panasnya matahari juga tak mampu lagi menyinari hatiku. Kebersamaan kita terlalu manis untuk dikenang.

Maaf aku gagal membujuk hatiku untuk tegar seperti tugu monumen bertemunya Adam dan Hawa di puncak Jabal Rahmah. Bukit kasih sayang. Kita pernah punya impian yang sama untuk mendakinya.

“Suatu saat nanti, jika kita sudah menjadi pasangan halal, kita daki bersama bukit cinta di tepi Padang Arafah pinggiran timur Kota Makkah.” Katamu saat itu.

Mataku berbinar dengan rencana indah itu. Aku penasaran dengan tempat bertemunya kembali Nabi Adam yang rela mengembara bertahun-tahun demi menemukan kembali tulang rusuknya yang hilang yaitu Hawa. Namun, dengan tekat yang kuat, mereka dipertemukan  kembali di bukit kasih sayang, bukit penantian dan bukit kerinduan.

***

Sore itu, aku memandang semesta dengan penuh gairah. Kilas balik masa terindah bersemi di antara syair lagu cinta yang dia nyanyikan dengan petikan gitar tua di sudut taman kota. Ada yang berbeda dengan endapan rasaku. Jantungku berdetak kencang. Hatiku tertambat. Netraku tertawan pesona Nibras. Pria berhidung mancung, matanya tajam lengkap dengan lengkung alis yang tebal, kulitnya putih bersih dan senyum bibirnya menyungging manis, air mukanya memikat. Sungguh proporsional ciptaan Yang Mahakuasa. Dia cowok paling ganteng di rumahnya, karena satu kakak dan satu adiknya berjenis kelamin perempuan semua. Sedangkan ayahnya sejak tiga tahun yang lalu meninggal karena kecelakaan di jalan tol. Mobilnya oleng dan menabrak pembatas jalan.

Sepeninggal ayahnya, Nibraslah yang mendampingi ibunya dalam mengendalikan roda perekonomian dalam keluarga. Dia sosok penyayang, humoris, terkadang perilakunya yang jahil dan bikin sewot siapa pun yang kena kejahilannya, tak terkecuali dengan diriku yang sering jadi mangsanya. Di suatu senja, sifat jahilnya dia tunjukkan. Dia sengaja menggoyangkan ranting pohon yang basah karena sisa air hujan. Kemudian dia berlari sambil tertawa lepas melihatku panik kebasahan. Dia melakukannya berulang kali.

“Cukup, hentikan!” rengekku sambil menutup kepalaku dengan kedua tanganku.

“Kenapa, Sayang? Simpan cemberutmu. Yang kuingin, garis lengkung yang menghias di sudut bibirmu itu senyuman termanismu, bukan cemberutmu.” godanya.

Tak kupungkiri dengan rayuannya itu. Aku dibuatnya mabuk kepayang. Aku pun menghias bibirku dengan senyum termanis yang aku miliki sesuai dengan keinginannya.

“Nah, gitu dong. Manisnya kebangetan, bisa saja aku kena diabetes nih, karena terlena menikmati senyummu.”

Aku pun mencubit pinggang kanannya karena malu yang kurasa.

“Sini, Sayang! duduk mendekat. Akan aku tunjukkan hadirnya pelangi dengan pigmen warnanya yang indah.”

Aku pun mendekat. Bahuku sejajar dengan bahunya. Kupandangi langit senja, berharap pelangi akan hadir di antara kita berdua.

“Mana pelanginya?.”

“Kamu tidak bisa melihatnya? Sini aku tunjukkan. Cobalah luruskan badanmu tepat di hadapanku. Kemudian tatap mataku.”

Aku pun mengikuti perintahnya. Kuambil posisi tepat di hadapannya. Dan kulihat binar mata indahnya.

“Apakah sudah bisa melihatnya? Tanyanya dengan serius.

“Apanya yang terlihat?” aku balik bertanya dengan muka agak kesal.

“Eh, Sayang, aku benar-benar bisa melihat, ada pelangi di matamu. Sungguh indah ciptaan Tuhan.

“Ah. Aku tersipu malu dibuatnya. Wajahku memerah. Aku menunduk dengan hati yang berdenyar.

“Ada debar yang bikin candu, ketika aku menatap indah wajahmu.” Katanya tepat di telinga kananku.

Lagi dan lagi aku tak bisa menyembunyikan wajah merahku. Aku terbuai dengan rayuannya. Tak ingin sedikit pun hari ini berlalu.

“Aku akan selalu menjadikanmu sebagai poros bahagiaku, rasanya sudah tak sabar aku menanti kebahagiaan yang hakiki bersama jodoh yang sudah dipersiapkan Tuhan untukku.”

“Emh, aku terbang melayang nih. Tolong simpan manisnya rayuanmu sampai malam pengantin kita.” jawabku sekenanya, tanpa melihat wajahnya sedikitpun karena tak bisa menahan rasa malu.

***

Acara perhelatan pernikahanku dengan Nibras sejatinya akan dilaksanakan pada hari yang sudah ditentukan atas kesepakatan 2 keluarga, ternyata tak pernah terwujud. Kesibukannya sebagai tenaga medis dalam membantu pasien Covid-19, merupakan awal petaka yang menimpa Nibras. 

Bersambung. []


kumpulan kisah lengkap dalam buku Memori yang Tersimpan Rapi https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/memori-yang-tersimpan-rapi.html



PROFIL PENULIS

Ulfa Fauziyyah, kelahiran Grobogan Jawa Tengah. Hobi membaca, baik fiksi maupun nonfiksi. Memiliki ketertarikan dalam bidang sastra sejak kecil. Saat ini aktif mengikuti KMO yang menghasilkan buku antologi ( Senandika, Menuang Telaga Jiwa, Rindu Sekolah, Sederetan Kisah Cinta yang Abadi, The Unforgettable dan Suara Hati untuk Kepala Sekolahku ).  . Jejaknya bisa dilacak di FB : Ulfa Fauziyyah, IG :  ulfabina.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640