Laksamana Cheng Ho
Apa yang ada dipikiranmu jika kata
“China” disebut? Saya coba menebak. Mmmm...apa Tembok Besar China? Kungfu?
Pendekar-pendekar berambut gondrong dengan pedang yang tajam di tangannya?
Dragon Ball? Kera Sakti? Ah, sepertinya terlalu banyak saya menerka. Tapi, kau
sudah baca di bab sebelumnya kan kalau China telah bersentuhan dengan Islam
sejak abad pertama hijriyah ketika pasukan Islam yang dikomando oleh Qutaibah
bin Muslim memasuki Kasygar, satu wilayah di China?
Satu kisah populer lainnya
mengisahkan salah seorang sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Sa’ad bin Abi Waqqash telah
lebih dahulu sampai di negeri Tirai Bambu itu sebagai delegasi yang diutus oleh
Khalifah Utsman bin Affan kepada Kaisar Dinasti Tang. Sa’ad menetap beberapa saat
di sana lalu kembali lagi di Madinah. Kunjungannya ke China itu membuat sang
Kaisar sangat senang. Lalu untuk menghormati sang utusan yang datang dari Tanah
Arab, Kaisar memerintahkan untuk membangun sebuah masjid di Canton (Guangzhou)
yang dikenal dengan Masjid Huai Sheng atau Masjid Raya Canton. Masjid yang
memiliki arti “Rindu kepada Nabi Muhammad” ini adalah masjid pertama di China.
Kau dapat melihat menaranya yang berbentuk seperti mercusuar yang berdiri kokoh
tidak jauh dari bangunan utamanya yang sangat sederhana.
Islam di China baru kedengaran
gaungnya pada abad ke-14 ketika Dinasti Ming berkuasa (berkuasa mulai 1368
sampai 1644 M). Zhu Yuanzhang (T’ai Tsu) menjadi Kaisar pertama Dinasti Ming,
bergelar Kaisar Hongwu. Dialah yang sukses mengusir orang-orang Mongol Dinasti
Yuan dari wilayah China. Pada masa ini, orang-orang muslim pendatang hidup
lebih akrab dengan penduduk China asli (bangsa Han). Mereka hidup berbaur
dengan damai. Tidak sedikit muslim pendatang baik orang Arab, Turki, Persia,
maupun Mongol, menikah dengan perempuan-perempuan Han. Dengan begitu, proses
akulturasi pun terjadi. Budaya Arab-Islam, Persia-Islam, atau Turki-Islam
bercampur dengan budaya China.
Tidak sedikit pula orang-orang
Islam yang mulai mengadopsi nama China. Banyak penduduk muslim yang berlokasi
di Barat Laut wilayah China menamai anak mereka dengan nama panggilang China
Mo, Mai, atau Mu. Nama-nama ini terdengar serupa dengan nama dari Arab seperti
Muhammad, Mustafa, Murad, dan Mas’ud. Pada era Dinasti Ming pula banyak
orang-orang Islam yang menduduki jabatan penting di pemerintahan. Sampai-sampai
ada yang mengatakan bahwa Dinasti Ming adalah dinasti Islam di China. Kaisar
Hongwu bahkan memiliki istri beragama Islam, Permaisuri Ma. Sang Kaisar tidak
pernah ke kuil sejak naik tahta, melarang minum anggur yang memabukkan, dan
menulis syair pujian yang ditujukan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manuskrip syairnya itu masih
ditemukan di Masjid Agung Nanking dan Xijing. Begini gubahannya...
Sejak alam semesta
diciptakan. Tuhan telah memilih orang kepercayaan-Nya untuk menyeru (Islam)
kepada segenap umat manusia. Dari Barat (Arab) ia dilahirkan. Dan menerima
kitab suci (al-Qur’an). Kitab yang terdiri dari 30 juz. Untuk memberi petunjuk
kepada semua makhluk.
Ia adalah raja
dari segala raja. Pemimpin semua orang suci. Dia selalu dibimbing oleh
Tuhan-Nya (Allah), untuk melindungi umatnya. Dengan shalat lima waktu sehari
semalam. Ia yang secara diam-diam mendamba perdamaian. Hatinya selalu tertuju
kepada Allah. Ia
yang dapat menguatkan orang-orang miskin. Dan menyelamatkan mereka dari segala
bencana. Ia dapat melihat dalam kegelapan. Ia yang selalu terhindar dari segala
bentuk dosa dan kealpaan.
Kasih sayang
bagi semesta alam. Berjalan di jalan orang-orang shalih terdahulu. Selalu
menentang segala bentuk kejahatan. Sungguh, agamanya murni dan benar. Muhammad,
yang mulia dan agung.
Kaisar Hongwu juga mendirikan
Masjid Raya Xining. Masjid yang terletak di Dataran Tinggi Tibet di kota
Xining, Provinsi Qinghai pada hari ini. Masjid Xining disebut juga dengan
sebutan Masjid Raya Dongguan karena berada di Jalan Dongguan dan juga disebut
Masjid Gerbang Timur.
Pada masa Dinasti Ming, lahir
seorang perwira militer dan laksamana tangguh bernama Zheng He atau lebih
populer dengan nama Laksamana Cheng Ho. Laksamana Cheng Ho, bukanlah muslim
pendatang. Ia benar-benar seorang China muslim asli yang lahir dari orang tua
yang juga beragama Islam. Bahkan, kakeknya yang pernah menjabat sebagai
Gubernur di Provinsi Yunan, telah menunaikan rukun Islam kelima.
Sekitar tahun 1392, Cheng Ho
mendirikan sebuah masjid indah di Chang’an, yang lebih dikenal dengan sebutan
kota Xi’an. Masjid ini menjadi pusat keislaman bagi umat Islam di China atau
pun bagi pedangang Arab dan Persia yang datang ke sana. Arsitektur Masjid Raya
Xi’an ini memiliki arsitektur menyerupai kuil tradisional China yang memiliki
banyak halaman dan pagoda. Di halamannya berdiri menara yang disebut menara
Xing Xin Ting atau Sheng Xin Lou berbentuk persegi delapan dengan tinggi
sekitar 10 meter. Menara ini selain berfungsi sebagai tempat melantunkan adzan,
juga menjadi tempat untuk memantau hilal.
Pada tahun 1405, tepat diusianya
yang menginjak 34 tahun, Cheng Ho diutus oleh Kaisar Yong Le untuk melakukan
ekspedisi ke luar China. Kaisar bermaksud memperluas pengaruh kekaisaran
Dinasti Ming ke berbagai negeri. Pada pelayaran pertamanya, Cheng Ho menyiapkan
sekitar 203 kapal yang terdiri dari kapal militer dan kapal perniagaan serta
membawa 28.000 orang. Jumlah tersebut jauh melebihi pelaut-pelaut terkenal
Eropa. Christopher Columbus misalnya, yang disebut-sebut sebagai penemu benua
Amerika, pada pelayarannya ke benua Amerika tahun 1492, ia hanya melibatkan
tiga kapal kecil bernama Santa Maria, Nina, dan Pinta. Ketika kapal buatan
Portugis itu total memuat 104 orang.
Setiap pelayarannya ke berbagai
negeri, Laksamana Cheng Ho selalu melibatkan ratusan kapal. Kapal-kapal Cheng
Ho membawa barang-barang perniagaan seperti kain sutra, emas, dan karya seni
yang bernilai tinggi. Barang-barang itu biasanya akan ditukar dengan bahan
obat-obatan, rempah-rempah, permata, dan sebagainya. Tiga puluh tahun Cheng Ho
menghabiskan hidupnya berlayar dan memimpin ekspedisi. Selama itu pula ia telah
mengunjungi berbagai negeri seperti benua Afrika, Jazirah Arab, India, dan
negara-negara di Asia Tenggara termasuk Nusantara.
Laksamana Cheng Ho mengunjungi
Nusantara sebanyak lima kali. Lokasi yang pernah dikunjunginya adalah Samudera
Pasai di Aceh, Palembang, Semarang, Cirebon, dan Surabaya. Kedatangannya di
Nusantara diterima dengan baik oleh masyarakat setempat yang mayoritas masih
memeluk agama Hindu dan Budha. Hal ini disebabkan pribadi Laksamana Cheng Ho
yang mengedepankan akhlak dan budi pekerti yang baik. Di antara bukti kunjungan
Laksamana Cheng Ho di Nusantara adalah adanya Lonceng Cakra Donya, Lonceng
raksasa setinggi 1,25 meter yang dihadiahkan Laksamana Cheng Ho kepada Raja Pasai, Aceh. Tak lupa pula di setiap
negeri yang dijumpainya ia berdakwah menyebarkan agama Islam dengan penuh
keluhuran. Jadi, Laksamana Cheng Ho bukan saja seorang pelaut dan diplomat
ulung, tapi juga seorang da’i. Nama Cheng Ho di Indonesia tidaklah asing. Ini
bisa dilihat dari beberapa masjid yang dinamakan dengan Laksamana Muslim China
tersebut, seperti Masjid Cheng Ho di Surabaya dan Masjid Cheng Ho di Makassar.
Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar