Islam di Korea dan Jepang
Pada abad ke-19 Jepang mulai
membuka diri dengan dunia luar. Kau perlu tahu bahwa selama 200 tahun
politik isolasi dijalankan di Jepang. Sejak tahun 1640 mereka menutup diri dari
dunia luar. Masyarakat Jepang dilarang membangun kapal yang lebih besar
daripada sampan yang menyusuri pantai. Tidak ada orang Jepang yang boleh pergi
ke luar negeri, dan tidak ada orang luar yang diizinkan memasuki negeri itu. Peraturan
itu membuat mereka buta akan dunia luar. Mereka tidak tahu perkembangan seperti
apa yang terjadi di negeri-negeri lainnya. Sampai datang tujuh Kuro Fune, Kapal Perang Hitam besar
milik Amerika Serikat lengkap dengan meriam-meriamnya yang sandar di Teluk Edo
pada musim dingin tahun 1854. Kekaguman bercampur ketakutan penduduk Jepang
ketika menyaksikan kapal besar AS yang dikepalai Matthew C. Perry itu.
Merasa tak
berdaya menghadapi pasukan Amerika Serikat -dan
sepertinya memang mereka tak mungkin bisa menang melawam senjata modern milik
AS- akhirnya membuat Jepang menyepakati perjanjian: Perjanjian Kanagawa
pada 31 Maret 1854. Di antara isi perjanjian adalah agar Jepang membuka
pelabuhannya, Shimoda dan Hokodate, untuk perdagangan asing. Lima bulan
kemudian, 31 Oktober, Jepang kembali menyepakati perjanjian dengan bangsa kulit
putih lainnya: Inggris di Nagasaki. Hasilnya, kapal-kapal Inggris diizinkan
berlayar dan berdagang di Nagasaki dan Hokodate.
Masuknya bangsa
Barat ke Jepang memaksa Jepang mengakhiri pemerintahan feodal dan memulai zaman
baru dengan mengangkat seorang kaisar sebagai pemimpin negara. Matsuhito yang
bergelar Meiji, diangkat menjadi kaisar Jepang tahun 1868. Di masa kaisar
Matsuhito ini dimulai Restorasi Meiji: pemulihan Jepang serta pembaharuan dan
pembangunan dalam berbagai aspek. Jepang juga menjalin hubungan diplomatik
dengan negara-negara luar, di antaranya adalah dengan Turki Utsmani.
Pada 1890
Sultan Abdul Hamid II mengirim utusan ke Jepang untuk menjalin hubungan
diplomatik serta untuk saling memperkenalkan orang Muslim dan orang Jepang.
Dalam pelayaran itu sebanyak 609 orang termasuk perwira dan prajurit Turki
dipimpin Laksamana Utsman Pasha menumpangi kapal “Ertughrul. Namun, dalam
pelayaran pulang ke Turki, kapal itu karam dihantam badai di laut Jepang.
Sebanyak 540 awak kapal, termasuk seorang adik dari Sultan Abdul Hamid II
meninggal. Karamnya kapal tersebut menjadi kisah duka dua pemimpin negara
tersebut. Kaisar Meiji mengutus seorang wartawan muda, Torajiro Noda, ke
Istanbul untuk mengabarkan kabar duka tersebut ke Sultan Abdul Hamid II.
Sesampainya di Istanbul, Torajiro Noda diminta Sultan untuk tinggal sementara
di Turki dan menjaga hubungan diplomatik dengan mengajarkan kebudayaan Jepang
di Turki.
Di Istanbul
inilah Noda bertemu dengan Abdullah Guillaume,
seorang Muslim asal Turki yang tinggal di Liverpool, Inggris.
Perkenalan tersebut mengantarkan Trajiro Noda untuk mulai mengenal Islam
melalui diskusi dan kajian keilmuan. Termasuk, langkahnya mencari kebenaran
hidup. Pergulatan dalam diskusi dan pencarian kebenaran itulah yang membawa
Noda menemukan Islam. Setelah masuk Islam ia mengganti namanya menjadi Abdul
Halim Noda dan pergi menunaikan rukun Islam kelima di Mekkah. Noda-lah yang
disebut-sebut sebagai orang Jepang pertama yang masuk Islam. Dua orang Jepang
lainnya yang diketahui pertama-tama memeluk Islam ialah Mitsutaro Takaoka dan
Bumpachiro Ariga. Takaoka memeluk Islam pada tahun 1909 dan mengambil nama Omar
Yamaoka setelah menunaikan haji di Mekah. Sementara Bumpachiro Ariga yang pada
masa yang lebih kurang sama telah pergi ke India untuk berdagang dan kemudian
memeluk Islam di bawah pengaruh orang-orang Muslim di sana serta mengubah
namanya menjadi Ahmad Ariga.
Setelah
Perang Dunia I banyak muslim Turki, Uzbekistan, Tajikistan, Kirghistan,
Kazakhstan dan Tatar Turki yang lain dari Asia Tengah dan Rusia yang ke Jepang.
Orang-orang Muslim ini yang diberikan perlindungan di Jepang menetap di
beberapa pelabuhan utama di sekitar Jepang dan mendirikan komunitas-komunitas
Islam. Segelintir orang Jepang memeluk Islam melalui hubungan mereka dengan
orang-orang Muslim ini. Berawal dari
komunitas-komunitas ini dibangunlah Masjid Kobe pada tahun 1935 sebagai masjid
pertama di negeri Sakura itu. Tiga tahun berikutnya berdiri Masjid Tokyo di ibu
kota Jepang. Sejak itu, Islam di Jepang semakin berkembang hingga hari ini,
terutama karena semakin banyaknya pelajar atau pekerja dari negeri-negeri Islam
datang ke Jepang, seperti dari Pakistan, Malaysia, dan Indonesia. Gencarnya dakwah Islam kepada masyarakat Jepang maupun
dengan cara pernikahan dengan warga asli Jepang membuat populasi umat Islam di
Jepang semakin bertambah. Terhitung tidak kurang dari 100.000 muslim saat ini
ada di negeri para samurai itu.
***
Tapi yang
perlu kau tahu juga bahwa perkembangan Islam di Jepang lebih baik daripada
negara tetangganya, Korea Selatan. Kau tahu kan negeri tempat lahirnya para boy band dan girl band terkenal ini? Korea pada masa silam sempat berinteraksi
dengan orang-orang Islam dari Asia Tengah terutama orang-orang Uyghur yang
berasal dari China. Beberapa dari mereka bahkan menetap di Korea dan menikah
dengan penduduk setempat. Hanya saja, pada Era Joseon, Korea sempat mengisolasi
diri dari dunia luar termasuk dengan orang-orang Islam sehingga Islam tidak
terdengar lagi di sana. Era Joseon ini berakhir ketika Jepang masuk menjajah
Korea pada tahun 1912. Saat perang Korea, antara Korea Utara dan Korea Selatan
pada tahun 1954, -yang membelah Korea
menjadi Utara dan Selatan sampai saat ini- Turki mengirim sejumlah
besar pasukannya untuk membantu Korea Selatan
di bawah perintah PBB,
yang disebut Brigade Turki.
Di Korea,
selain membantu pasukan Korea Selatan di medan pertempuran, Turki juga membantu
dalam pekerjaan kemanusiaan, seperti membantu mengoperasikan sekolah selama
waktu perang untuk anak yatim korban perang. Setelah perang usai, beberapa
orang Turki yang bertugas di Korea Selatan sebagai pasukan penjaga perdamaian
PBB mulai mengajarkan tentang Islam di Korea. Pada 1955 didirikanlah Korea Muslim Society yang
kemudian berubah nama menjadi Korea Muslim
Federation pada tahun 1967.
Pada tahun
1962, pemerintah Malaysia menawarkan hibah sebesar 33.000 dolar AS untuk sebuah
masjid yang akan dibangun di Seoul. Namun, rencana itu gagal karena inflasi.
Tidak sampai 1970-an, ketika hubungan ekonomi Korea Selatan dengan banyak
negara Timur Tengah membaik, minat Korea terhadap Islam mulai bangkit kembali.
Beberapa warga Korea
yang bekerja di Arab Saudi masuk Islam. Dan ketika mereka
menyelesaikan masa tugas kerja di sana, mereka kembali ke Korea. Atas dukungan
pemerintah dan umat Islam Korea serta didukung negara-negara Islam, maka
didirikan Masjid Sentral Seoul (Seoul Central Mosque) pada 1976 yang menjadi
tonggak penyebaran agama Islam di Korea Selatan. Sampai saat ini sekitar 35.000
muslim ada di Korea. Jumlah yang tentu sangat sedikit dibandingkan dengan
Jepang.
Mungkin kau
juga bertanya-tanya mengapa di dua negara maju di Asia Timur itu islamnya tidak
begitu berkembang. Kira-kira apa? Mmm...ya, kalau menurutku, banyak hal yang
membuat Islam di sana tidak berkembang dengan cepat. Pertama, Jepang dan Korea
bukanlah seperti negeri Eropa yang mayoritas penduduknya beragama Katolik dan
Kristen. Seperti yang kau tahu, Katolik dan Kristen juga punya kitab suci yang
mencantumkan nama-nama Nabi yang juga dikenal dan diimani oleh umat Islam,
seperti Nabi Adam, Nabi Nuh (Noah), Ibrahim (Abraham), Ishaq (Isaac), Daud
(David), Sulaiman (Solomon), Musa (Moses), Yahya (Johannes), dan Isa (Jesus).
Jadi pendekatan Islam ke orang-orang Eropa jauh lebih mudah karena sejarah
agama mereka yang begitu dekat. Nabi yang diyakini oleh orang Kristen sama
dengan nabi yang diimani oleh orang-orang Islam.
Baik agama
Islam maupun Kristen sama-sama memiliki kitab suci yang dalam Islam disebut
kitab samawi, walaupun kemudian kitab
suci mereka (Injil) telah banyak diubah oleh tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab. Ini sangat berbeda dengan kondisi di Jepang dan Korea yang
mayoritas beragama Kong Hu Cu, Budha, dan Shinto yang bukan merupakan agama
samawi. Bahkan ketiga agama ini sebenarnya hanya mengajarkan moral, dan tidak
memiliki kitab suci yang turun dari langit (dari Allah). Mereka juga tidak
mengenal nama-nama nabi yang diyakini oleh umat Islam. Bahkan karena kemajuan
teknologi yang mereka punya, membuat mereka tidak percaya dengan keberadaan
Tuhan (atheis). Karena itu pendekatan Islam ke orang-orang Jepang dan Korea
cukup sulit. Kedua, menurutku, mereka adalah orang-orang yang giat bekerja
(workaholic), dari pagi sampai malam. Dunia adalah tujuan mereka, sangat jarang
mereka memasuki kuil-kuil atau gereja-gereja untuk menginginkan kebaikan
setelah kematian nanti. Kalaupun ada yang ke kuil dan gereja semata-mata karena
menginginkan agar diberi kesuksesan dalam karir, atau pada saat acara
pernikahan.
Kesibukan
mereka terhadap dunia, membuat mereka tidak lagi memikirkan agama dan
akhiratnya. Apalagi ketika mereka melihat umat Islam yang malas, jauh dari kata
maju, tidak berkembang, maka mereka akan semakin menjauh tidak tertarik sama
sekali. Dan kalau kau pernah nonton drama korea, kau akan lihat betapa mereka
sangat akrab dengan makanan dan minuman yang diharamkan dalam Islam seakan-akan
mereka tidak bisa dipisahkan darinya. Saat stres mereka ke kedai minum soju
atau sake. Ketika naik pangkat, mereka merayakannya dengan minum-minum. Ada
masalah sedikit, minum. Apalagi kalau sudah dihidangkan dengan daging babi,
sangat sulit untuk mereka tolak. Nah, inilah yang menurut saya membuat mereka
sulit menerima Islam. Tapi, bagaimanapun juga, kita tetap bersyukur masih ada
orang-orang Islam di sana dan semoga di masa-masa mendatang Islam semakin
berkembang di negeri empat musim itu.
Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar