Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Ilmuwan-Ilmuwan Hebat

 



Ilmuwan-
Ilmuwan Hebat


Suatu hari, seorang pasien laki-laki mendatangi dokter terkenal di Baghdad. Dokter itu bernama ar-Razi. Pasien itu mengeluhkan muntah darah yang dialaminya. Ia mengutarakan kepercayaannya kepada ar-Razi. Ia juga beranggapan apabila ar-Razi gagal menyembuhkannya, maka dokter lainnya tidak akan dapat menyembuhkannya. Ar-Razi kemudian memeriksa pasien dengan sangat teliti.  Ia mencari air yang diminum oleh sang pasien dalam perjalanannya, karena barangkali dia meminum air kotor. Ar-Razi menyuruh pasien itu untuk datang lagi keesokan harinya dan ia akan mengobatinya dengan maksimal. Ar-Razi memberi syarat agar anak dari laki-laki itu mau menaati apa yang diperintahkan ar-Razi padanya. Laki-laki Bagdad itupun setuju.

Esoknya, Ar-Razi telah siap dengan dua bejana berisi lumut cair. Dia menyuruh pasiennya itu menelan isi dua bejana itu. Dia pun menelannya cukup banyak. Akan tetapi dia tidak mampu untuk menghabiskannya. Pada saat itu, ar-Razi menyuruh anak dari pasien itu untuk meminumkannya dengan paksa. Lalu lumut yang tidak sedap itu mulai bereaksi di dalam perut sehingga pasien muntah. Ar-Razi kemudian memeriksa muntahnya dan ternyata dia mendapatkan lintah yang selama ini menjadi biang penyakit di dalam tubuh pasien itu.

Ketika pasien itu meminum air yang keruh, ia tidak tahu bawa di dalam air itu terdapat lintah yang telah masuk ke dalam perutnya. Lintah itu lengket di rongga perut hingga ada lumut yang masuk, kemudian menggantung kepadanya dan keluar bersama muntahan. Sang pasien akhirnya kembali sehat.

Kisah ini baru satu di antara sekian banyak kisah kehebatan dokter-dokter di Baghdad dan negeri-negeri Islam lainnya. Pada masa keemasan ini, ilmu kedokteran, matematika, astronomi, geografi, farmasi, botani, fisika, dan biologi berkembang dengan pesat tak terbendung. Jika pada masa Yunani Kuno, ilmu kedokteran (kesehatan) baru sebatas teori-teori tanpa pembuktian. Maka, di masa kejayaan Islam, ilmu kedokteran dikembangkan dengan praktik-praktik dan eksperimen. Ia pun melahirkan cabang ilmu lainnya seperti farmakologi yang khusus mempelajari dan meracik obat-obatan.

Pada masa itu, telah tersedia rumah sakit-rumah sakit sebagai tempat mengobati orang-orang sakit dan tempat para ilmuwan mendalami ilmu kedokteran. Padahal sebelum masa kejayaan Islam, dunia belum mengenal konsep rumah sakit. Rumah sakit Islam dibangun di Baghdad pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Setelah Rumah Sakit Baghdad berdiri, muncul rumah sakit-rumah sakit lainnya di dunia Islam. Rumah sakit Islam yang dibangun melayani semua pasien tanpa membedakan agama, ras, dan latar belakang. Para dokter rumah sakit telah menerapkan pemisahan bangsal. Pasien laki-laki dan perempuan ditempatkan di bangsal yang terpisah. Penderita penyakit menular ditempatkan terpisah dengan pasien lainnya. Hal ini menunjukkan kemajuan rumah sakit Islam.

Pihak rumah sakit juga memperhatikan kamar mandi dan pasokan air. Air merupakan kebutuhan setiap muslim karena mereka harus bersuci sebelum melaksanakan shalat. Di rumah sakit, tidak sembarang dokter bisa berpraktik. Hanya dokter-dokter berkualitas yang diizinkan untuk mengobati pasien di rumah sakit. Dokter yang mendapat izin praktik di rumah sakit hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah al-Muqtadir contohnya, ia memerintahkan kepala dokter istana, Sinan bin Tsabit, untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad.

Rumah sakit Islam pada masa kekhalifahan tidak hanya sekadar tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit tetapi juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar bagi mahasiswa kedokteran dan pusat penelitian. Rumah sakit besar dan terkemuka dilengkapi dengan perpustakaan yang mengoleksi berbagai macam buku. Rumah sakit juga dilengkapi dengan auditorium untuk pertemuan dan perkuliahan serta dilengkapi dengan perumahan mahasiswa kedokteran dan staf rumah sakit. Perumahan itu terletak dalam kompleks rumah sakit.

Seiring berdirinya rumah sakit-rumah sakit di berbagai negeri Islam maka lahir pula para ilmuwan Islam dalam bidang kedokteran. Saya tidak mungkin menyebutkan semua dokter pada masa kejayaan Islam saking banyaknya. Tapi saya akan menyebutkan beberapa saja. Di antaranya yang telah kau baca pada kisah pertama di atas. Muhammad bin Zakariya ar-Razi, yang akrab disapa Abu Bakar ar-Razi. Dia adalah guru besar dalam ilmu kedokteran di dunia Islam. Ar-Razi lahir di provinsi Rayy, Iran pada tahun 854 (240 Hijriyah), menguasai masalah-masalah kedokteran dan farmasi. Dia tidak hanya mempelajari kedokteran Arab dan Yunani seperti para ilmuwan muslim lainnya, melainkan dia juga menambah pengalamannya dengan mempelajari kedokteran India. Di samping itu, dia sangat berpengalaman dalam bidang kimia sehingga memiliki kemampuan khusus dalam bidang kedokteran yang tidak dimiliki oleh ilmuwan lainnya.

***

Ar-Razi adalah pelopor dalam bidang klinik kedokteran dan orang yang pertama kali melakukan eksperimen pengobatan kepada hewan sebelum dipraktekkan kepada manusia. Metode ini yang hingga sekarang menjadi pedoman terpenting bagi ekdokteran modern. Dia menemukan pengaruh alergi atau hipersensitif pada sebagian orang sakit, sekalipun dalam bukunya dia tidak menggunakan kata “alergi” namun dia menyifatinya dengan jelas yang menunjukkan pada keadaan seperti itu.

Ar-Razi mampu membedakan antara penyakit cacar biasa dengan cacar air pada masa sakit pertama yang hampir serupa pada dua gejala ini. Dia menulis tesis yang sangat berharga dalam hal ini. Ar-Razi adalah dokter yang pertama kali membedakan antara mulas di usus kecil dengan gangguan usus besar. Dia juga unggul dalam bidang kedokteran mata. Buktinya, ia menulis buku dalam kedokteran mata yang berhubungan dengan anatomi mata dan penyakit-penyakit yang menyerangnya, serta operasi yang harus dilakukan padanya dengan menggunakan peralatan khusus.

Abu Bakar ar-Razi telah menulis sekitar 232 buku. Kebanyakan dari buku-buku tersebut ditulis dalam bidang kedokteran, farmasi, kimia dan filsafat. Di samping itu, buku karangannya yang lain juga ditulis dalam ilmu astronomi, fisika, matematika, musik, dan ilmu keagamaan.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah “al-Hawi”, buku ensiklopedia kedokteran yang meliputi semua ilmu pengetahuan kedokteran Arab, Yunani, dan India. Dalam ensiklopedia itu, dia banyak menambah pengetahuan baru sesuai dengan pengalaman dan penemuannya. Buku ini menjadi rujukan penting bagi dunia kedokteran Islam maupun Eropa hingga abad ke-18. Bukunya yang lain berjudul Kitab Al-Jadari wa Al-Hishbah berisi penjelasan tentang penyakit cacar dan campak. Ar-Razi menjelaskan secara detail gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit campak dan cacar berdasarkan pemeriksaan secara klinis. Ia adalah orang pertama yang membedakan antara kedua penyakit tersebut. Buku Ar-Razi ini telah diterbitkan sebanyak 40 kali di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1498 hingga 1866 M. Puncaknya terjadi pada abad ke-18 ketika Eropa dilanda demam penelitian tentang vaksinasi dan imunisasi.

Khalifah Abbasiyah, al-Mu’tadh, ketika ingin membangun rumah sakit yang terkenal di Baghdad bernama Rumah Sakit al-Adhadi, dia bermusyawarah dengan para dokter terkemuka tentang rencana pembangunan dan letaknya. Di antara para dokter itu terdapat Abu Bakar ar-Razi yang menyarankan meletakkan potongan daging di berbagai tempat yang diusulkan, kemudian dipilih tempat diltakkannya daging yang paling sedikit busuknya sebagai tempat dibangunnya rumah sakit itu. Cara yang dilakukan oleh ar-Razi ini hingga sekarang masih tetap berlaku ketika seseorang ingin memilih tempat yang paling sedikit tingkat kelembaban dan polusinya.

***

Dokter terkenal lainnya adalah Ibnu Sina. Ibnu Sina dikenal sebagai ilmuwan, filosof, dan dokter muslim hebat yang pernah lahir di dunia. Ia lahir di Avasna, dekat Bukhara pada 980 (370 Hijriyah). Oleh masyarakat Barat, ia dikenal dengan nama Avicenna. Karyanya berjudul Al-Qanun fi ath-Thibb (The Canon of Medicine) pernah menjadi satu buku laris yang dicari-cari tidak hanya di dunia Islam tapi juga di Eropa. Al-Qanun pernah dijadikan rujukan ilmu kedokteran utama di Eropa sejak abad ke-12 hingga abad ke-17. Buku ini telah dicetak ulang sekitar 35 kali di Eropa dan diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Karya Ibnu Sina yang terdiri atas 5 volume itu selama enam abad dipakai sebagai buku wajib ilmu medis di universitas-universitas Prancis dan Italia. Buku ini terus mengalami cetak ulang hingga awal abad ke-19. Hebat, bukan?

Berikutnya adalah Abu al-Hasan bin al-Hasan bin al-Haitsam, dikenal dengan Ibnu al-Haitsam. Ia dilahirkan pada tahun 965 (354 H) di Basrah. Setelah belajar di tanah kelahirannya, Ibnu al-Haitsam menuntut ilmu ke Baghdad. Dia juga mendalami ilmu matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Secara khusus Ibnu al-Haitsam menonjol pada bidang matematika yang meliputi aljabar, geometri, dan trigonometri. Ia juga pakar dalam ilmu optik dan astronomi.

Pada masa Yunani Kuno, Euclid dan Ptolemy meyakini bahwa mata manusia dapat memancarkan cahaya sehingga ia dapat melihat benda-benda. Anggapan ini kemudian dikoreksi oleh Ibnu al-Haitsam. Ilmuwan Islam yang di Barat dikenal dengan sebutan Alhazen ini adalah orang pertama yang menemukan bahwa cahaya yang masuk ke mata sehingga manusia dapat melihat benda di sekitarnya, bukan karena adanya cahaya yang keluar memancar dari mata manusia.

Sumbangsih Ibnu al-Haitsam yang terkenal adalah aplikasi alat al-bayt al-muzhlim atau camera obscura, gabungan dari bahasa Arab dan Latin, untuk membuktikan teorinya bahwa cahaya merambat melalui gerak lurus. Camera obscura merupakan bentuk dasar kamera fotografi modern. Kamera tersebut ditemukan setelah Ibnu al-Haitsam mengamati bagaimana seberkas cahaya jatuh ke dinding setelah melewati lubang di dalam tirai penutup jendela. Camera obscura bekerja berdasarkan prinsip secercah cahaya bila dipantulkan dari objek yang dikenai cahaya akan merambat melalui sebuah celah kecil dalam ruang gelap dimana kemudian gambar objek akan diproyeksikan terbalik pada sebuah dinding dalam ruangan. Ibnu al-Haitsam juga mengungkapkan bahwa semakin kecil lubang yang digunakan, maka gambar yang dihasilkan akan semakin bagus.

Karya Ibnu al-Haitsam yang terkenal dalam ilmu optik ada dua belas buku. Di antara buku itu yang paling penting adalah Kitab al-Manazhir yang berisi berbagai penemuannya yang terpenting dalam ilmu optik. Buku ini memiliki pengaruh besar bagi pengembangan ilmu optik di Eropa dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada tahun 1572, dan diterbitkan di Basel, Swiss dengan judul Thesaurus Opticus (Rujukan lengkap dalam ilmu optik). Buku-buku Ibnu al-Haitsam masih tetap dijadikan rujukan utama di Eropa dalam ilmu optik hingga abad ke-17.

 Berikutnya, Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ilmuwan terkenal kelahiran Khawarizm[1] di Asia Tengah pada tahun 780 (164 Hijriyah) dan wafat di Baghdad pada tahun 847 (232 Hijriyah). Al-Khawarizmi terkenal pada masa Khalifah al-Ma’mun. Khalifah pernah menunjuknya sebagai direktur Bait al-Hikmah. Ia termasuk salah seorang matematikawan dan astronom terkemuka di Baghdad. Dia memiliki beberapa hasil penelitian ilmiah dan hasil karya dalam bidang matematika, astronomi, geografi, dan musik.

Al-Khawarizmi mendapatkan kepercayaan dari dua khalifah, al-Ma’mun dan al-Watsiq sehingga keduanya menyerahkan tugas-tugas penting kepadanya dan mendelegasikannya untuk mengadakan riset ilmiah dan tugas-tugas khusus. Ilmu aljabar adalah ilmu yang digagas oleh al-Khawarizmi. Asal mula penamaan aljabar diambil dari buku karyanya berjudul Aljabar wa al-Muqabalah. Kata pertama lebih identik dengan nama ilmu ini, sehingga disebut Aljabar. Ia juga menjadi orang yang pertama kali membuat dan menerbitkan tabel trigonomtri Arab yang di dalamnya terdapat sinus dan tan. Tabel-tabel ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M.

Pada masa Khalifah al-Ma’mun, al-Khawarizmi ikut andil dalam mengukur lingkaran bumi. Pengukuran ini dilakukan dengan cara menggunakan ilmu astronomi. Dia menulis beberapa buku penting dalam ilmu astronomi, di antaranya berjudul Al-Amal bi al-Istharlab dan Jadwal an-Nujum wa Harakatuha. Dalam ilmu geografi, al-Khawarizmi menulis buku Shurah al-Ardh yang membenarkan pendapat Ptolemeus dan menulis peta yang lebih detil daripada peta yang dibuat oleh Ptolemeus. Dia juga menulis buku berjudul Taqwim al-Buldan. Seorang orientalis Italia, Carlo Nallino mengakui bahwa buku-buku yang ditulis oleh al-Khawarizmi dalam ilmu geografi dan astronomi bukan hanya sekedar kutipan dari ilmu geografi bangsa Yunani dan mengulang pendapat mereka dalam hal itu, melainkan dia telah mampu membuat ilmu geografi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

***

Ehmmm ... .sepertinya kau sudah lelah membaca pembahasan di bab ini. Padahal ini baru sebagian kecil saja ilmuwan muslim yang saya sebutkan. Kau akan bosan kalau saya menyebutkan mereka semuanya. Ah, mungkin itu akan menjadi buku berjilid-jilid untuk menuliskan profil dan kisah mereka semua. Kita akan menuju bab selanjutnya yang lebih menarik.



[1] Khawarizm adalah Uzbekistan pada hari ini.

Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640