Ilmuwan-Ilmuwan Hebat
Suatu hari, seorang pasien
laki-laki mendatangi dokter terkenal di Baghdad. Dokter itu bernama ar-Razi.
Pasien itu mengeluhkan muntah darah yang dialaminya. Ia mengutarakan
kepercayaannya kepada ar-Razi. Ia juga beranggapan apabila ar-Razi gagal
menyembuhkannya, maka dokter lainnya tidak akan dapat menyembuhkannya. Ar-Razi
kemudian memeriksa pasien dengan sangat teliti.
Ia mencari air yang diminum oleh sang pasien dalam perjalanannya, karena
barangkali dia meminum air kotor. Ar-Razi menyuruh pasien itu untuk datang lagi
keesokan harinya dan ia akan mengobatinya dengan maksimal. Ar-Razi memberi
syarat agar anak dari laki-laki itu mau menaati apa yang diperintahkan ar-Razi
padanya. Laki-laki Bagdad itupun setuju.
Esoknya, Ar-Razi telah siap dengan
dua bejana berisi lumut cair. Dia menyuruh pasiennya itu menelan isi dua bejana
itu. Dia pun menelannya cukup banyak. Akan tetapi dia tidak mampu untuk
menghabiskannya. Pada saat itu, ar-Razi menyuruh anak dari pasien itu untuk
meminumkannya dengan paksa. Lalu lumut yang tidak sedap itu mulai bereaksi di
dalam perut sehingga pasien muntah. Ar-Razi kemudian memeriksa muntahnya dan
ternyata dia mendapatkan lintah yang selama ini menjadi biang penyakit di dalam
tubuh pasien itu.
Ketika pasien itu meminum air yang
keruh, ia tidak tahu bawa di dalam air itu terdapat lintah yang telah masuk ke
dalam perutnya. Lintah itu lengket di rongga perut hingga ada lumut yang masuk,
kemudian menggantung kepadanya dan keluar bersama muntahan. Sang pasien
akhirnya kembali sehat.
Kisah ini baru satu di antara
sekian banyak kisah kehebatan dokter-dokter di Baghdad dan negeri-negeri Islam
lainnya. Pada masa keemasan ini, ilmu kedokteran, matematika, astronomi,
geografi, farmasi, botani, fisika, dan biologi berkembang dengan pesat tak
terbendung. Jika pada masa Yunani Kuno, ilmu kedokteran (kesehatan) baru
sebatas teori-teori tanpa pembuktian. Maka, di masa kejayaan Islam, ilmu
kedokteran dikembangkan dengan praktik-praktik dan eksperimen. Ia pun
melahirkan cabang ilmu lainnya seperti farmakologi yang khusus mempelajari dan
meracik obat-obatan.
Pada masa itu, telah tersedia rumah
sakit-rumah sakit sebagai tempat mengobati orang-orang sakit dan tempat para
ilmuwan mendalami ilmu kedokteran. Padahal sebelum masa kejayaan Islam, dunia
belum mengenal konsep rumah sakit. Rumah sakit Islam dibangun di Baghdad pada
masa Khalifah Harun ar-Rasyid. Setelah Rumah Sakit Baghdad berdiri, muncul
rumah sakit-rumah sakit lainnya di dunia Islam. Rumah sakit Islam yang dibangun
melayani semua pasien tanpa membedakan agama, ras, dan latar belakang. Para
dokter rumah sakit telah menerapkan pemisahan bangsal. Pasien laki-laki dan
perempuan ditempatkan di bangsal yang terpisah. Penderita penyakit menular
ditempatkan terpisah dengan pasien lainnya. Hal ini menunjukkan kemajuan rumah
sakit Islam.
Pihak rumah sakit juga
memperhatikan kamar mandi dan pasokan air. Air merupakan kebutuhan setiap
muslim karena mereka harus bersuci sebelum melaksanakan shalat. Di rumah sakit,
tidak sembarang dokter bisa berpraktik. Hanya dokter-dokter berkualitas yang
diizinkan untuk mengobati pasien di rumah sakit. Dokter yang mendapat izin
praktik di rumah sakit hanyalah mereka yang lolos seleksi yang ketat. Khalifah
al-Muqtadir contohnya, ia memerintahkan kepala dokter istana, Sinan bin Tsabit,
untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad.
Rumah sakit Islam pada masa
kekhalifahan tidak hanya sekadar tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit
tetapi juga berfungsi sebagai tempat belajar mengajar bagi mahasiswa kedokteran
dan pusat penelitian. Rumah sakit besar dan terkemuka dilengkapi dengan
perpustakaan yang mengoleksi berbagai macam buku. Rumah sakit juga dilengkapi
dengan auditorium untuk pertemuan dan perkuliahan serta dilengkapi dengan
perumahan mahasiswa kedokteran dan staf rumah sakit. Perumahan itu terletak
dalam kompleks rumah sakit.
Seiring berdirinya rumah
sakit-rumah sakit di berbagai negeri Islam maka lahir pula para ilmuwan Islam
dalam bidang kedokteran. Saya tidak mungkin menyebutkan semua dokter pada masa
kejayaan Islam saking banyaknya. Tapi saya akan menyebutkan beberapa saja. Di
antaranya yang telah kau baca pada kisah pertama di atas. Muhammad bin Zakariya
ar-Razi, yang akrab disapa Abu Bakar ar-Razi. Dia adalah guru besar dalam ilmu
kedokteran di dunia Islam. Ar-Razi lahir di provinsi Rayy, Iran pada tahun 854
(240 Hijriyah), menguasai masalah-masalah kedokteran dan farmasi. Dia tidak
hanya mempelajari kedokteran Arab dan Yunani seperti para ilmuwan muslim
lainnya, melainkan dia juga menambah pengalamannya dengan mempelajari
kedokteran India. Di samping itu, dia sangat berpengalaman dalam bidang kimia
sehingga memiliki kemampuan khusus dalam bidang kedokteran yang tidak dimiliki
oleh ilmuwan lainnya.
***
Ar-Razi adalah pelopor dalam bidang
klinik kedokteran dan orang yang pertama kali melakukan eksperimen pengobatan
kepada hewan sebelum dipraktekkan kepada manusia. Metode ini yang hingga
sekarang menjadi pedoman terpenting bagi ekdokteran modern. Dia menemukan
pengaruh alergi atau hipersensitif pada sebagian orang sakit, sekalipun dalam
bukunya dia tidak menggunakan kata “alergi” namun dia menyifatinya dengan jelas
yang menunjukkan pada keadaan seperti itu.
Ar-Razi mampu membedakan antara
penyakit cacar biasa dengan cacar air pada masa sakit pertama yang hampir
serupa pada dua gejala ini. Dia menulis tesis yang sangat berharga dalam hal
ini. Ar-Razi adalah dokter yang pertama kali membedakan antara mulas di usus
kecil dengan gangguan usus besar. Dia juga unggul dalam bidang kedokteran mata.
Buktinya, ia menulis buku dalam kedokteran mata yang berhubungan dengan anatomi
mata dan penyakit-penyakit yang menyerangnya, serta operasi yang harus
dilakukan padanya dengan menggunakan peralatan khusus.
Abu Bakar ar-Razi telah menulis
sekitar 232 buku. Kebanyakan dari buku-buku tersebut ditulis dalam bidang
kedokteran, farmasi, kimia dan filsafat. Di samping itu, buku karangannya yang
lain juga ditulis dalam ilmu astronomi, fisika, matematika, musik, dan ilmu
keagamaan.
Salah satu karyanya yang terkenal
adalah “al-Hawi”, buku ensiklopedia kedokteran yang meliputi semua ilmu
pengetahuan kedokteran Arab, Yunani, dan India. Dalam ensiklopedia itu, dia
banyak menambah pengetahuan baru sesuai dengan pengalaman dan penemuannya. Buku
ini menjadi rujukan penting bagi dunia kedokteran Islam maupun Eropa hingga
abad ke-18. Bukunya yang lain berjudul Kitab
Al-Jadari wa Al-Hishbah berisi penjelasan tentang penyakit cacar dan
campak. Ar-Razi menjelaskan secara detail gejala-gejala dan tanda-tanda
penyakit campak dan cacar berdasarkan pemeriksaan secara klinis. Ia adalah
orang pertama yang membedakan antara kedua penyakit tersebut. Buku Ar-Razi ini
telah diterbitkan sebanyak 40 kali di Eropa dalam kurun waktu antara tahun 1498
hingga 1866 M. Puncaknya terjadi pada abad ke-18 ketika Eropa dilanda demam
penelitian tentang vaksinasi dan imunisasi.
Khalifah Abbasiyah, al-Mu’tadh,
ketika ingin membangun rumah sakit yang terkenal di Baghdad bernama Rumah Sakit
al-Adhadi, dia bermusyawarah dengan para dokter terkemuka tentang rencana
pembangunan dan letaknya. Di antara para dokter itu terdapat Abu Bakar ar-Razi
yang menyarankan meletakkan potongan daging di berbagai tempat yang diusulkan,
kemudian dipilih tempat diltakkannya daging yang paling sedikit busuknya
sebagai tempat dibangunnya rumah sakit itu. Cara yang dilakukan oleh ar-Razi
ini hingga sekarang masih tetap berlaku ketika seseorang ingin memilih tempat
yang paling sedikit tingkat kelembaban dan polusinya.
***
Dokter terkenal lainnya adalah Ibnu
Sina. Ibnu Sina dikenal sebagai ilmuwan, filosof, dan dokter muslim hebat yang
pernah lahir di dunia. Ia lahir di Avasna, dekat Bukhara pada 980 (370
Hijriyah). Oleh masyarakat Barat, ia dikenal dengan nama Avicenna. Karyanya
berjudul Al-Qanun fi ath-Thibb (The
Canon of Medicine) pernah menjadi satu buku laris yang dicari-cari tidak hanya
di dunia Islam tapi juga di Eropa. Al-Qanun
pernah dijadikan rujukan ilmu kedokteran utama di Eropa sejak abad ke-12 hingga
abad ke-17. Buku ini telah dicetak ulang sekitar 35 kali di Eropa dan
diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Karya Ibnu Sina yang
terdiri atas 5
volume itu selama
enam abad dipakai sebagai buku wajib ilmu medis di universitas-universitas
Prancis dan Italia. Buku ini terus mengalami cetak ulang hingga awal abad
ke-19. Hebat, bukan?
Berikutnya adalah Abu al-Hasan bin
al-Hasan bin al-Haitsam, dikenal dengan Ibnu al-Haitsam. Ia dilahirkan pada
tahun 965 (354 H) di Basrah. Setelah belajar di tanah kelahirannya, Ibnu
al-Haitsam menuntut ilmu ke Baghdad. Dia juga mendalami ilmu matematika,
astronomi, kedokteran, dan filsafat. Secara khusus Ibnu al-Haitsam menonjol
pada bidang matematika yang meliputi aljabar, geometri, dan trigonometri. Ia
juga pakar dalam ilmu optik dan astronomi.
Pada masa Yunani Kuno, Euclid dan
Ptolemy meyakini bahwa mata manusia dapat memancarkan cahaya sehingga ia dapat
melihat benda-benda. Anggapan ini kemudian dikoreksi oleh Ibnu al-Haitsam.
Ilmuwan Islam yang di Barat dikenal dengan sebutan Alhazen ini adalah orang pertama yang menemukan bahwa cahaya yang
masuk ke mata sehingga manusia dapat melihat benda di sekitarnya, bukan karena
adanya cahaya yang keluar memancar dari mata manusia.
Sumbangsih Ibnu al-Haitsam yang
terkenal adalah aplikasi alat al-bayt
al-muzhlim atau camera obscura,
gabungan dari bahasa Arab dan Latin, untuk membuktikan teorinya bahwa cahaya
merambat melalui gerak lurus. Camera
obscura merupakan bentuk dasar kamera fotografi modern. Kamera tersebut
ditemukan setelah Ibnu al-Haitsam mengamati bagaimana seberkas cahaya jatuh ke
dinding setelah melewati lubang di dalam tirai penutup jendela. Camera obscura bekerja berdasarkan
prinsip secercah cahaya bila dipantulkan dari objek yang dikenai cahaya akan
merambat melalui sebuah celah kecil dalam ruang gelap dimana kemudian gambar
objek akan diproyeksikan terbalik pada sebuah dinding dalam ruangan. Ibnu
al-Haitsam juga mengungkapkan bahwa semakin kecil lubang yang digunakan, maka
gambar yang dihasilkan akan semakin bagus.
Karya Ibnu al-Haitsam yang terkenal
dalam ilmu optik ada dua belas buku. Di antara buku itu yang paling penting
adalah Kitab al-Manazhir yang berisi
berbagai penemuannya yang terpenting dalam ilmu optik. Buku ini memiliki
pengaruh besar bagi pengembangan ilmu optik di Eropa dan telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin pada tahun 1572, dan diterbitkan di Basel, Swiss dengan
judul Thesaurus Opticus (Rujukan lengkap dalam ilmu optik). Buku-buku Ibnu
al-Haitsam masih tetap dijadikan rujukan utama di Eropa dalam ilmu optik hingga
abad ke-17.
Berikutnya,
Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ilmuwan terkenal kelahiran Khawarizm[1] di
Asia Tengah pada tahun 780 (164 Hijriyah) dan wafat di Baghdad pada tahun 847
(232 Hijriyah). Al-Khawarizmi terkenal pada masa Khalifah al-Ma’mun. Khalifah
pernah menunjuknya sebagai direktur Bait al-Hikmah. Ia termasuk salah seorang
matematikawan dan astronom terkemuka di Baghdad. Dia memiliki beberapa hasil
penelitian ilmiah dan hasil karya dalam bidang matematika, astronomi, geografi,
dan musik.
Al-Khawarizmi mendapatkan
kepercayaan dari dua khalifah, al-Ma’mun dan al-Watsiq sehingga keduanya
menyerahkan tugas-tugas penting kepadanya dan mendelegasikannya untuk mengadakan
riset ilmiah dan tugas-tugas khusus. Ilmu aljabar adalah ilmu yang digagas oleh
al-Khawarizmi. Asal mula penamaan aljabar diambil dari buku karyanya berjudul Aljabar wa al-Muqabalah. Kata pertama
lebih identik dengan nama ilmu ini, sehingga disebut Aljabar. Ia juga menjadi
orang yang pertama kali membuat dan menerbitkan tabel trigonomtri Arab yang di
dalamnya terdapat sinus dan tan. Tabel-tabel ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin pada abad ke-12 M.
Pada masa Khalifah al-Ma’mun,
al-Khawarizmi ikut andil dalam mengukur lingkaran bumi. Pengukuran ini
dilakukan dengan cara menggunakan ilmu astronomi. Dia menulis beberapa buku
penting dalam ilmu astronomi, di antaranya berjudul Al-Amal bi al-Istharlab dan Jadwal
an-Nujum wa Harakatuha. Dalam ilmu geografi, al-Khawarizmi menulis buku Shurah al-Ardh yang membenarkan pendapat
Ptolemeus dan menulis peta yang lebih detil daripada peta yang dibuat oleh
Ptolemeus. Dia juga menulis buku berjudul Taqwim
al-Buldan. Seorang orientalis Italia, Carlo Nallino mengakui bahwa
buku-buku yang ditulis oleh al-Khawarizmi dalam ilmu geografi dan astronomi
bukan hanya sekedar kutipan dari ilmu geografi bangsa Yunani dan mengulang
pendapat mereka dalam hal itu, melainkan dia telah mampu membuat ilmu geografi
sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
***
Ehmmm ... .sepertinya kau sudah lelah
membaca pembahasan
di bab ini. Padahal ini baru sebagian kecil saja ilmuwan muslim yang saya
sebutkan. Kau akan bosan kalau saya menyebutkan mereka semuanya. Ah, mungkin
itu akan menjadi buku berjilid-jilid untuk menuliskan profil dan kisah mereka
semua. Kita akan menuju bab selanjutnya yang lebih menarik.
Sumber Buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/sejarah-islam-untuk-pemuda-muslim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar