Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Etika Bertutur di Dunia Siber

 



Etika Bertutur di Dunia Siber


Sesungguhnya setiap manusia itu memiliki potensi kebaikan yang telah dikaruniakan oleh Allah. Potensi ini bersifat universal, artinya dimiliki siapapun. Apapun agamanya, negaranya, warna kulitnya. Dalam sebuah ayat Qur’an Surat Ar-Rum ayat 30 yang artinya sebagai berikut: Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), tetaplah diatas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu...”

Coba kita perhatikan pula didalam Asma’ul Husnaa. Ternyata sifat-sifat Allah pada Asma’ul Husnaa itu dimiliki pula oleh manusia. Hanya saja kadar sifat Allah bersifat Maha, sedangkan manusia hanya sebagian kecil saja. Sifat yang dimiliki Allah tidak ada batasnya, sedangkan manusia terbatas. Inilah salah satu bukti bahwa manusia memiliki fitrah dari Allah swt sebagaimana ayat tersebut diatas. Meskipun fitrah manusia terbatas, namun kita harus belajar meneladani sedikit-demi sedikit dan terus menerus. Kontinyu dan konsisten, Islam menyebutnya dengan istiqomah. Amal baik yang disukai rosulullah saw adalah yang sedikit tetapi terus menerus dilakukan.

Jika kita pernah melakukan perbuatan yang tidak disukai Allah. Maka perasaan apakah yang timbul? Pasti ada rasa takuut, cemas, didalam hati kita, bukan? Hati nurani manusia akan membisikkan hal-hal yang baik. Hati nurani mengingatkan jika manusia melakukan dosa. Nah, ini adalah sebuah indikator bahwa setiap jiwa itu memiliki fitrah yang bersifat baik yang berasal dari Allah. Sebagaimana dialog antara ruh manusia di alam ruh sebelum ditiup ke dalam rahim ibunya sebagai berikut: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Q.S Al A’raaf ayat 172).

Salah satu potensi dasar (fithrah) manusia adalah suka bicara. Itu adalah fitrah yang dikaruniakan oleh Allah swt. Tentunya dalam bertutur kata pun kita pada dasarnya memiliki potensi bertutur kata yang baik. Bicaranya di dunia maya tidak lagi menggunakan mulut, namun diwakili oleh jari-jemari yang mengetikkan pada layar smartphone. Hal ini kadang membuat kita terlena dan kebablasan dalam bertutur kata. Maka sudah sepantasnya jika kita harus menjaga etika bertutur kata di cyber space. Berikut etika kita bertutur kata sehingga mempermudah dakwah online kita:

·         Berkata yang baik itu ditentukan oleh ucapan dan cara penyampaiannya. Kata yang baik, namun cara menyampaikannya tidak baik, dapat merubah makna. Informasi pun tidak tersampaikan, dan ditambah timbulnya kesalahpahaman dan berakhir pada konflik. Repot jadinya, bukan? Perkataan buruk yang kerap terjadi dalam cyber space yang harus kita hindari seperti: mengumpat, mengejek, menghina, mengancam, dan memfitnah. Hadits riwayat Bukhori menyebutkan : “Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” Jadi dalam kondisi apapun, seorang mukmin harus bisa menahan dari perkataan buruk.

·         Selektif mengambil informasi. Banyak sekali infromasi yang mengandung berita bohong (hoaks). Hal ini terjadi karena setiap orang dengan bebas membuat dan menyebarkan berita tentang apapun. Maka supaya kita tidak mudah terjebak dengan berita bohong, maka kita seleksi dulu kebenarannya. Saring dulu, kemudian share.

·         Menghindari perdebatan. Cara berkomunikasi secara daring membuat orang bebas berkomunikasi tanpa ada sekat perasaan malu dan takut dengan siapapun. Hal ini memicu perkataan kotor, dan kasar. Tak jarang komunikasi berujung pada sebuah adu argumen. Sebagai muslim, ketika mengalani hal tersebut, hendaknya jangan memperkeruh suasana yang tidak nyaman itu. Jika ada orang yang terlihat mengeluarkan kalimat yang mendebat, maka tanggapilah cukup dua (2) kali saja merespon kalimatnya. Jika kita hendak meluruskan anggapan salah dari orang lain, sampaikan dengan kalimat yang sopan dan lemah lembut tanpa mengandung unsur menjatuhkan, apalagi merendahkan orang lain. Hanya demi menunjukkan kebenaran argumen kita. Jika mereka masih membantah, maka sebaiknya kita tinggalkan obrolan itu.

·         Tidak berkata dusta. Indikator mukmin sejati salah satunya adalah jika berkata benar adanya. Lain dengan orang munafik, apabila berkata ia dusta, jika dipercaya ia khianat, jika janji ia ingkar. Meskipun secara daring, seorang muslim hendaklah menjunjung tinggi perkataannya dari sifat dusta, sekalipun hanya untuk sekedar bercanda. Mari kita perhatikan hadits berikut: “ Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia dan celakalah dia.” (H.R Abu Daud).

·         Meninggalkan pembicaraan yang sia-sia. Asyik saling berbalas chat dengan teman baik di grop maupun pribadi, mungkin menjadi hal yang biasa kita lakukan di layar gadget kita. Terkadang kita terlena dengan waktu bahkan tak terasa hingga larut malam, sampai menjelang pagi. Padahal rosul saw memberikan contoh pola tidur dengan cepat-cepat tidur, dan cepat-cepat bangun. Sehabis isya’ beliau terbiasa tidur, dan bangun pada sepertiga malam terakhir untuk tahajjud. Ada kalanya sesekali beliau bersilaturahim, atau bermusyawarah dengan sahabat di waktu malam. Jadi, begadang semalaman dengan berbicara yang sia-sia bukanlah hal yang dicontohkan oleh rosulullah saw. Sudah sepatutnya umat muslim meninggalkan kebiasaan berbuat sia-sia. Hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah : “Termasuk kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguana (sia-sia).”

·         Tidak menghibah dan fitnah. Ghibah dan fitnah adalah perkara yang terkadang kita lakukan tanpa disadari. Karena mungkin hal ini sudah menjadi hal yang biasa dilingkungan kita. Betapa bahayannya akibat dari ghibah dan fitnah. Sampai-sampai rosulullah saw. bersabda: “Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.” Juga terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al Hujurat ayat 12: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

·         Menjaga tulisan yang tidak menyinggung perasaan. Indikator seorang mukmin salah satunya yaitu menjaga perkataannya. Karena keyakinan bahwa kelak semua ucapannya dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana Hadits berikut: “Tidaklah wajah dan leher manusia dijerembabkan ke dalam api neraka kecuali akibat apa yang diucapkan lisan-lisan mereka.” (H.R Tirmidzi). Dan bukanlah seorang muslim, jika lisan kita tidak terjaga dari menyakiti hati orang lain.

·         Menghargai pendapat orang lain. Salah satu fungsi media sosial yaitu sebagai wadah untuk menyalurkan ide atau pendapat. Wajar jika pendapat orang lain berbeda dengan pendapat kita. Maka disini perlu kita mengendalikan diri dari sikap suka beradu argumen yang berujung pada perdebatan yang sia-sia, yang hanya menimbulkan perpecahan, perselisihan, bahkan permusuhan. Bila hal itu berlanjut di dunia nyata, bisa bahaya! Akibatnya terjadi perkelahian, tawuran, bahkan sampai pada pembunuhan, hanya dikarenakan perbedaan pendapat di dunia maya. Hal semacam ini harus kita redam. Sebisa mungkin kita bersikap rendah hati. Jangan merasa sombong dengan pendapat kita. Barangkali pendapat orang lain itulah yang lebih baik, atau meski pendapat kita yang lebih baik sekalipun, Islam tidak mencontohkan umatnya untuk bersikap sombonng. Karena kesombonngan sebesar biji sawi saja, bisa mengharamkan kita masuk ke syurga. Maka, hati-hati dengan hati kita ya!   

·         Tidak melakukan hal yang menimbulkan bahaya, atau kerugian pada orang lain. Apa saja contoh bahaya atau kerugian yang dilakukan di dunia maya? Memata-matai, membuka aib orang lain, memfitnah, melakukan sindiran dengan kata kasar, dll. Semua perbuatan yang dapat menimbulkan resiko buruk orang lain sebaiknya kita hindari. Karena kerugian hanya akan kembali kepada diri kita. Sebagaimana kita menebar kebaikan, sesungguhnya kita berbuat kebaikan kepada diri sendiri. Perhatikan bunyi Q.S Az Zalzalah ayat 7-8 berikut ini: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.”


Sumber buku: https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/etika-muslim-siber.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640