Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Cinta dalam Kenangan - Naskah Terpilih Juara 2 Event Cerpen Tema Kenangan

 


Cinta dalam Kenangan

Oleh Emelia Karta Lena

(Sebagai Cerpen Terpilih Juara 2 dalam Event Cerpen Tema Kenangan dalam Buku Memori yang Tersimpan Rapi pada Februari 2023)


G

erimis kecil luruh mengiringi langkah pertamaku menjejakkan kaki di kota Senentang. Langkah pertama setelah lebih lima tahun kutinggalkan kota yang melukis banyak warna di hidupku. Sendiri aku menyusuri setiap sudut yang pernah kulalui. Banyak yang berubah karena lima tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah perjalanan. Namun, lima tahun juga  belum cukup bagiku untuk melupakan seseorang yang sangat berarti bagiku.

“Jangan sampai nggak datang ya, reuni nanti, seru lho ketemu lagi sama teman-teman,” bujuk Yan seminggu yang lalu, hanya Yan teman putih abu-abuku yang masih setia berbalas kabar.

“Siapa aja yang datang, Yan?”

“Rame, Ben, udah 90% dapet kontak teman-teman dan semuanya pengen datang, rugi lho kalo nggak gabung,” rayu Yan lagi.

“Nggak janji ya, liat situasi dulu. Kantor lagi sibuk ni,” aku masih berusaha mencari-cari alasan.

“Nggak pengen ketemu Ziren lagi, Ben? Dia juga masih sendiri lho sekarang kayaknya kalian sama-sama gagal move on deh,” tembak Yan langsung.

“Kisah kami udah selesai, kamu yang paling tahu kan,  Yan,” kataku lemah.

“Tapi Ziren nanyain kamu lho di grup, makanya gabung sama teman-teman di grup.”

Aku terdiam, tak ingin bercengkerama dengan teman-teman di grup putih abu-abuku adalah caraku melupakan kenangan yang terus membelenggu.

“Kalo mau ketemu Ziren ini kesempatan, Ben, karena kamu nggak punya alasan untuk nemui dia sendiri kan, lagian emang kamu nggak penasaran seperti apa Ziren sekarang?”

Dan kata-kata Yan membuatku kembali menjejakkan kaki di kota ini. Setelah seminggu bergumul dengan keraguan akhirnya kuputuskan untuk datang di acara reuni setelah lebih lima tahun saling terpisah. Reuni berarti bertemu dengan teman-teman lama, mengenang kisah-kisah lama, dan membuka luka lama.

Langkahku terhenti di dermaga sungai Kapuas. Banyak yang berubah dari ingatanku dulu. Lebih modern, rapi, dan indah. Tak ada lagi bangku kayu di bawah pohon bungur tempatku biasa menemani Ziren menunggu senja menghilang di kaki langit.

“Aku selalu terpesona pada senja, Ben, apalagi senja di tepi sungai seperti ini, sinar temaram jingganya yang terpantul di riak air seperti kilauan mutiara yang indah,”  ingatanku kembali pada satu senja yang tak bisa kulupa dari sekian banyak senja yang kulukis bersama Ziren.

“Tapi senja nggak akan indah kalo nggak ada kamu,  Ren,” gombalku kala itu, pipinya memerah di balik helai rambut yang luruh di bahunya.

“Sebenarnya ada hal penting yang pengen aku sampaikan, Ben,” Ziren menatapku.

“Apaan, Ren, serius amat kayaknya, pengen dilamar ya?” godaku.

“Aku pengen kita putus, Ben,” lirih suara Ziren hampir tak terdengar. Namun, mampu memacu detak jantungku.

“Ziren?” aku tak percaya dengan pendengaranku, “Maksud kamu apa, Ren?”

“Aku nggak bisa lagi melanjutkan hubungan kita, Beno.” tegas Ziren dengan suara yang lebih nyaring.      

“Tapi kenapa, Ren, kita baik-baik aja kan selama ini?” tanyaku tak mengerti.

“Maaf, Ben, selama ini aku hanya menganggapmu sebagai teman, aku nggak bisa menumbuhkan rasa cinta untukmu, aku nggak bisa lagi melanjutkan hubungan kita, jadi kita  berhenti sampai di sini, mungkin kamu akan lebih baik tanpaku.”

Kemudian senja berganti malam, seperti hatiku yang diselimuti kegelapan karena kecewa dan merasa terhianati. Apalagi setelahnya Ziren menghilang tanpa kabar. Tak kutemukan jejaknya ketika aku masih ingin meyakinkan hati, benarkah tiga tahun yang kurajut bersamanya tak menumbuhkan setitik cinta di hatinya. Begitu mudahnya ia menghempaskan mimpi yang ingin kuraih bersamanya. Dan kebencian membentengi hatiku hingga kuputuskan semua hal yang mengingatkanku pada Ziren termasuk teman putih      abu-abu yang menjadi saksi perjalanan cintaku. 

***

 Aku masih berkelana di dunia mimpi saat benda pipih di samping bantalku tak henti berdering. Setengah terpejam kutekan tombol hijau dan seperti dugaanku suara Yan langsung memenuhi gendang telingaku.

“Di mana posisi, Bro?”

“Udah nyampe kemarin sore, Yan”.

“Kok nggak ke rumah, Ben, masih ingatkan rumahku?”

“Ntar sore aja selesai acara aku langsung nginap ke rumahmu,” janjiku.

“Benar ya, mama sama papa udah nanyain tu”.

“Pasti…bilang tante masak yang enak untukku, udah rindu ni sama masakan tante”.

“Oke… ntar kusampaikan ke mama, eh iya, Ben, aku juga pengennyampaikan pesan, Ziren pengen ketemu sama kamu.”

Lama aku terdiam dengan perasaan yang bergejolak, antara rindu, marah, benci, dan cinta yang masih setia di dasar hatiku. Bukankah tujuanku untuk datang karena ingin bertemu Ziren, menuntaskan tanya yang tak kunjung kutemukan jawabannya.

“Ketemu di mana Yan, kenapa nggak dia aja yang ngomong langsung?” tanyaku penasaran.

“Aku jemput ya, Ben, ntar  kamu tanya aja sendiri.”

***

Aku terpekur menatap gundukan tanah merah yang masih basah dengan taburan bunga yang mulai layu. Hening. ZIRENNA tertulis di batu nisan yang masih berhias karangan bunga, wafat empat hari yang lalu.

“Maaf, Ben, ini semua permintaan Ziren, dia titip ini buat kamu.” Yan meletakkan amplop putih di tanganku, perlahan kubuka dan butir bening di sudut mataku luruh bersama kerinduan yang tak bertepian.

‘Hai…. Ben, apa kabar?

Sampai kutulis surat ini aku tak punya keberanian untuk bertemu denganmu.

Lima tahun yang lalu aku didiagnosa dokter mengidap leukemia, dan vonis dokter usiaku tak lebih dari lima tahun. Duniaku runtuh Ben, semua impian dan cita-citaku lenyap, juga cintaku padamu kehilangan harapan. Aku mohon maaf tak berbagi denganmu karena aku tak ingin menjadi belenggu hidupmu. Perjalananmu masih panjang Ben, banyak mimpi yang hendak kau gapai. Aku mencintaimu Ben, karena itu aku ingin kau bahagia tanpaku. Biarlah cerita kita hanya menjadi kenangan manis yang menemaniku menghitung hari. Kita hanya punya masa lalu untuk dikenang, tapi tak punya masa depan untuk diperjuangkan.

Ben, berjanjilah padaku suatu hari nanti kamu mengunjungiku di sini bersama cinta terakhirmu’.


 “Dua bulan yang lalu Ziren ngubungiku, dia cerita tentang sakitnya dan ngelarang aku ngasi info ke kamu. Dia tahu kamu kecewa padanya, reuni ini ide Ziren supaya kamu mau datang lagi ke kota ini,” Yan bercerita dalam perjalanan pulang.

“Apa aja yang Ziren ceritakan, Yan?” tanyaku lirih.

Bersambung. []


kumpulan kisah lengkap dalam buku Memori yang Tersimpan Rapi https://www.alqalammedialestari.com/2023/03/memori-yang-tersimpan-rapi.html



PROFIL PENULIS

Emelia Karta Lena, S.Pd merupakan salah satu guru di SMPN 5 Ketungau Hulu, daerah terpencil di perbatasan Indonesia –Malaysia. Penulis lahir di Sintang dan berulang tahun setiap tanggal 20 Oktober. Dari hobi membaca ia baru belajar menulis untuk memotivasi para siswanya agar berani berkarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640