SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Pada zaman Rasulullah SAW, Islam satu syariat, satu
komando, satu golongan yaitu golongan kaum muslimin, setelah Nabi Muhammad SAW
wafat pada era pemerintahan Kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq RA mulai timbul
perpecahan di kalangan umat islam antara lain ada beberapa orang yang mengaku
nabi palsu, seperti Musailamatul Kazzab, Sajjah Tamimiyyah dan lain-lain, ada
beberapa orang yang murtad. Kholifah Abu Bakar Shiddiq mengambil tindakan tegas
menumpas para nabi palsu dan memerangi orang-orang yang murtad demi menyatukan
kembali umat Islam di bawah satu komando kholifah.
Pada masa Kholifah Umar bin Khottob RA, persatuan umat
Islam dapat dikendalikan dengan baik sekalipun pada akhir hayatnya beliau
dibunuh oleh Abu Lu’lu seorang budak dari Persia karena sakit hati kepada
Beliau dimana kerajaan Persia lenyap karena Umar bin khottob bukan karena
adanya perpecahan di kalangan umat islam pada waktu itu, setelah Umar bin
Khottob wafat digantikan Kholifah Utsman bin Affan RA timbul gejala-gejala perpecahan
di kalangan umat Islam saling fitnah satu sama yang lain, muncul kaum
pemberontak yang membunuh Sayidina Utsman bin Affan RA,
Kemudian pada zaman kholifah Ali bin Abi Tholib RA, muncul
Kaum Khowarij, sehinga pada waktu itu umat Islam pecah menjadi 3 golongan yaitu
Syiah ( Pendukung Ali bin Abi Tholib RA, Khowarij, dan pendukung Muawiyah. Guna menguatkan kekuasaan dengan dalil agama,
Muawiyah membuat aliran atau golongan baru bernama Jabariyah.
Salah satu ajarannya yaitu setiap tindakan manusia adalah kehendak Allah SWT.
Dalilnya adalah:
وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلكِنَّ اللهَ
رَمىَ- الانفال :17
Artinya : “Tidaklah engkau memanah, pada saat memanah, akan tetapi Allah-lah
yang memanah.” Al-Anfal [8]:17)
Merebaknya ajaran Jabariyah membuat situasi menjadi rumit. Banyak orang yang malas bekerja karena yakin bahwa apa yang dilakukan adalah kehendak Allah SWT. Melihat situasi yang tidak baik itu, cucu Ali bin Abi Tholib yang bernama Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib membuat aliran baru yang dikenal dengan Qadariyah. Aliran ini mengajarkan bahwa manusia memiliki kehendak dan bertanggung jawab atas setiap perbuatannya. Allah SWT. Tidak ikut campur dalam setiap kehendak manusia. Dalilnya yang populer adalah:
اِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ – الرعد : 11
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d [13]: 11)
Estafet kepemimpinan kemudian beralih dari kekhalifahan Muawiyah ke Dinasti Abbasiyah. Di masa ini, doktrin Qadariyah menjadi aliran yang paling populer dan menjadi pondasi untuk melakukan pembangunan. Paham ini dianggap paling berjasa dalam melakukan reformasi besar-besaran dan menjadi negara maju dalam berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya, Qadariyah bermetamorfosa menjadi aliran Mu’tazilah. Ajarannya adalah menggunakan logika dalam setiap Ijtihad. Bahkan kemudian aliran ini menjadi aliran resmi negara. Setiap warga wajib menggunakan doktrin Mu’tazilah sebagai manhajul fikr (aliran pemikiran). Akibatnya, terjadilah pemaksaan doktrin sampai pada pembunuhan terhadap setiap warga yang tidak mengikuti aliran itu.
Ketika
Kekhalifahan Abbasiyah dipegang oleh Al-Ma’mun (827 M), Al-Ma’tashim, dan Al-Wasiq
(813-847 M), para ulama dipaksa untuk mengikuti paham bahwa al-Qur’an adalah
makhluk, bukan kalamullah. Siapa
saja yang tidak setuju maka akan disiksa atau dibunuh.
Di antara ulama yang menolak paham tersebut sehingga disiksa adalah Imam Ahmad bin Hambal. Pendiri mazhab Hambali ini harus mendekam dalam sel dan mendapat siksaan fisik yang sangat berat. Adapun ulama yang dibunuh adalah Imam Al-Buwaithi, murid Imam Asy-Syafi’i. Ia disiksa sampai meninggal karena menolak keyakinan tersebut. (Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah), 10/369).
Saat
itu ada seorang ulama besar yang mulanya pengikut Mu’tazilah namun kemudian
menyatakan keluar. Beliau adalah Abu Hasan
Al-Asy’ari, yang menyatakan netral. Bukan menjadi bagian dari Jabariyah,
Qadariyah, atau Mu’tazilah.
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari ingin membangun kembali
semangat ajaran yang dipesankan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti sunnah Nabi dan para sahabat. Imam Abu Hasan Al-Asyari
inilah tokoh utama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu sebetulnya sudah dipakai
sejak zaman sahabat. Contoh Ibnu Abbas ketika menafsirkan surat Ali Imron {3} : 106, :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ فَاَمَّا الَّذِيْنَ اسْوَدَّتْ
وُجُوْهُهُمْ اَكَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ فَذُوْقُوا الْعَذَابَ بِمَا
كُنْتُمْ تَكْفُرُوْنَ – ال عمران :106 وَاَمَّا الَّذِيْنَ
ابْيَضَّتْ وُجُوْهُهُمْ فَفِيْ رَحْمَةِ اللّٰهِ هُمْ فِيْهَا
خَالِدُوْنَ - ال عمران :107
Artinya : “Pada
hari ada muka yang berseri dan ada muka yang hitam,maka adapun orang-orang yang
yang berwajah hitam apakah engkau semua kufur sesudah beriman maka rasakanlah
azab sebab kekufuranmu” ( Ali Imron 106 ). “Dan adapun
orang-orang yang wajahnya berseri-seri maka mereka kekal di dalam rahmat Allah”
(Ali Imron 107).
Ibnu
Abbas berkata : “yang dimaksud ‘muka yang putih berseri’ yaitu Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya adalah
ahli bid’ah.” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an Adhim, 2/92)
Di Kalangan Tabi’in juga telah digunakan istilah Ahlus Sunnah Wal jama’ah. Ibnu Sirrin menjelaskan bahwa syarat diterimanya
seorang perawi Hadist yaitu harus dari kalangan Ahlus-Sunnah. (Muqaddimah
Muslim)
Tokoh lain yang mendorong agar umat Islam kembali
kepada Ahlus-Sunnah adalah Abu Mansur Al-Maturidi. Aliran ini semakin kuat di
tengah derasnya arus Jabariyah, Qadariyah, dan Mu’tazilah yang membingungkan
umat. Sehingga bisa
dikatakan bahwa pencetus Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah Imam Abu Hasan
Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
Jadi
lahirnya aliran Ahlus Sunnah Wal jama’ah adalah untuk mengembalikan umat Islam
yang telah terjerumus ke dalam aliran Jabariyah, Qodariyah dan Mu’tazilah yang
jauh dari sunnah Nabi Muhammad SAW dan sahabat untuk kembali kepada sunnah Nabi
dan sahabat yang murni.
Tokoh
yang mempelopori kembali kepada sunnah Nabi SAW dan sunnah Sahabat adalah Imam
Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari ( 260 H ) yang terkenal dengan sebutan Imam
Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Muhammad bin Muhammad Al-Maturidi (333 H ) yang
terkenal dengan sebutan Imam Al-Maturidi, sehingga beliau berdua sebagai tokoh
pendiri Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Sumber buku: https://www.alqalammedialestari.com/2022/10/pedoman-amaliyah-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar