Menunggu Langit Menuang Warna
Aku tak pernah mengerti apa yang harus ku terbangkan. Sudah sering aku mengagumi sosokmu, berputar di atas kota, pantai, hutan, memperhatikan sosokmu di puncak-puncak gunung. Sungguh tak pernah ada rasa yang tiba. Bayanganmu seolah sirna ditutup awan berbadai, hanya hitam dan angin yang menghempas wajah berkali-kali lagi.
Aku pernah menghitung hari-hari, berapa kali langit mendera ujung hatiku, terhempas lalu tumpah ruah sampai bawah. Aku mencoba bangkit, mengambil sepucuk harapan baru. Berselimut dalam hangat sekali lagi. Sampai akhirnya aku mengeluh, percuma saja ranting yang dari kemarin kesusun ulang, seseorang justru mematahkan lagi, hingga pepohonan akhirnya gugur, dedaunan pun terbang diterpa musim kering yang kembali menghampi
Akhirnya langit-langit dalam jiwa seperti tak memiliki warna, hanya hitam saja yang terlihat menggoda. Bahkan kamu pun tak mau meliriknya. Lantas, bagaimana aku harus duduk menikmati senja dengan cuaca yang lebih romantis adanya? Ah sudah, tak perlu muluk-muluk mengharapkan sesuatu yang kadang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Buang saja, langit punya cara terbaik membimbing jiwa menemukann
Kita harus menyadari, bahwa rentang waktu yang kita pikul teramat kilat. Jika kamu justru menunggu langit menuangkan warna dalam hidupmu, kamu tak akan pernah menemukan bahkan hingga kamu memangku awan sekalipun. Sibak saja ilalang yang menghalangi jalan juangmu. Kita akan menemukan, jika kita benar-benar menginginkannya sekarang, cepat atau lambat, pertemuan kita akan tiba.
Sumber Buku:
https://www.alqalammedialestari.com/2020/01/kita-akan-menemukan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar