Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Stasion Juanda - NakahTerpilih Juara 1 Event Cerpen Tema Doa

 

(Foto: Foursquare city guide)


Stasion Juanda

Karya: Masehud

 (Sebagai Cerpen Terpilih Juara 1 dalam Event Cerpen Tema Doa dalam Buku Mengejar Cahaya, pada Desember 2022)

 


T

elat satu jam dari rutinitas hariannya. Ketika terbangun Tahira tidak melihat suaminya yang sudah bangun lebih awal. Selain lelah setelah bolak-balik Jakarta-Sukabumi, ada yang mengganjal dalam hatinya. Ada barang berharga yang hilang, namun bukan itu penyabab kegalauannya. Tahira kesal pada suaminya yang menurutnya tidak simpati pada masalahnya. Karena itu dia beraktifitas tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Sumber masalahnya adalah Tahira kehilangan handphone dalam perjalanan pulang dari Sukabumi.

Tahira terus mengerjakan rutinitasnya tapi diam seribu bahasa. Hanya sesekali terdengar entah kursi atau meja diseret. Tapi akhirnya, "Mas, tahu ga sih semalam aku ngomong apa?" Tahira membungkuk di depan suaminya dan berusaha melembutkan suaranya tapi merapatkan gigi atas dan bawah. "Tahu, paling juga ketinggalan di toilet." Suaminya asal bicara dan sambil tersenyum. Tahira tercengang. Pikirannya merawang ke toilet stasion Bogor. Dia mengingat-ingat di mana dia meninggalkan handphone-nya. "Mas ... .benar mas, sepertinya tertinggal di toilet. Kok mas tahu?” Tahira mulai menemui titik terang jejak handphone-nya. "Ga tahu sih, cuma tebak-tebak aja. Sudahlah lupakan saja HP itu, beli yang baru." "Mas..!" Tahira mendekatkan mukanya satu jengkal dari muka suaminya. Beberapa saat mereka bertatapan. Tahira menatap muka suaminya dengan wajah memelas. "Iya ... tar diambil." Dan akhirnya Sam mengalah. "Yea ... terima kasih Mas." Suaminya janji setelah salat subuh akan ke stasion Bogor. Akhirnya kekesalan Tahira hilang dan mereka pun berbincang sampai terdengar adzan shubuh.

Ainu Syams biasa dipanggil Sam sengaja memperpendek dzikirnya agar tidak tertinggal kereta. Dia tutup doanya dengan doa, "Raabana hab lana min azwajina wa dzuruyatina qurrata a'yun wa ja'alna lil muttaqina imaama." Hari ini dia harus berpacu dengan waktu menuju stasion Bogor untuk sebuah janji dengan isterinya, Tahira. Pasalnya sebelum zhuhur Sam harus sudah berada di rumahnya kembali untuk aktifitas yang lain.

Sebelum berangkat San duduk di bangku teras depan sambil menikmati teh buatan isterinya. Sementara Tahira mondar mandir berjarak lima langkah di depan suaminya. Sam paham benar watak isterinya pasti sedikit lagi dia bicara. "Aku berangkat ya!" Sam berkata pada isterinya pas saat isterinya menghampiri dan akan membuka mulut. "Ih ...." Umpat Tahira sambil menghentakan kakinya dengan manja. Tahira merasa kena prank dari suaminya. Beberapa saat kemudian Sam sudah jauh dari pandangan isterinya.

_____***_____

Sam sudah melihat masjid istiqlal di depannya yang berarti dia akan segera tiba di Stasion Juanda. Tepat pukul 5.45 Sam tiba di stasion. "Maaf pak, parkir paling dekat di mana ya?” tanya Sam pada seorang pemilik warung. Sam tidak mau parkir jauh seperti kemarin. Setelah dapat parkir seperti petunjuk pemilik warung itu, Sam masuk stasion dari pintu utama. Terasa sepi karena memang masih sangat pagi, terlebih ini hari minggu.

Bangunan Stasion Juanda terlihat memanjang dengan jalan di sisi kiri dan kanannya. Bagi orang yang belum pernah ke Stasion Juanda tidak akan mengira itu adalah bangunan stasion. Selain karena bentuk bangunannya juga orang tidak akan menjumpai rel yang memotong jalan karena Stasion Juanda ini adalah stasion layang.

Sam sampai di Peron menuju Bogor. Tidak sampai 10 menit menunggu, kereta sudah tiba. Tepat di depan Sam berhenti gerbong enam. Sam segera naik dan duduk di kursi yang tidak jauh dari pintu masuk. Hanya ada beberapa orang dalam gerbong itu. Di pojok kiri seorang wanita bergamis hitam dengan anak laki-lakinya seumuran siswa SD. Tidak jauh dari wanita itu ada seorang laki-laki tua dengan tas besar duduk sambil memejamkan mata, tampaknya mengantuk sekali. Selain itu ada beberapa anak muda terlihat membawa peralatan camping. "Mari saya bantu, Nek." Sam melihat seorang nenek melintas dari gerbong sebelah. Dia membantunya sampai tempat duduk agak ke tengah gerbong. Setelah itu dia kembali ke tempat duduknya semula.

Baru saja melewati kawasan Monas Sam sudah menguap dan tak beberapa lama dia tertidur pulas. Sebelum tidur Sam sempat memikirkan tentang asal usul stasion ini dinamakan Stasion Juanda. Beberapa stasion dilewati Sam dengan tertidur pulas. Stasion Gambir, Gondangdia, dan Cikini sudah berada di belakang.

Suara dari bagian informasi dan suara gaduh orang yang akan naik membuat Sam terbangun. Dia mengintip keluar jendela. "Oh, sudah di stasion Manggarai." Beberapa orang berdiri didekatnya. Tiba-tiba ada seorang wanita berkata, "Maaf mas bolehkah saya duduk?" … “Oh, tentu, silakan, bu!" sahutnya. Wanita menggendong bayi meminta tempat duduknya, tentu saja dia berikan dan dia berdiri bersama beberapa laki-laki lain.

Sam memandang sekeliling. Dia melihat ke tempat duduk bapak-bapak tua dan nenek yang dibantunya sudah tidak ada. Matanya tertuju ke ujung gerbong dia melihat wanita yang membawa anak kecil itu masih ada di tempat duduknya.

Kereta terus melaju dan tiba di Stasion Cawang. Tinggal Sam penumpang yang masih berdiri. Dia berdiri sambil memandang ke luar jendela. Barulah di Stasion Duren Kalibata penumpang tepat di samping wanita yang membawa anak itu turun. Sam pun menuju ke sana. "Permisi, boleh saya duduk,” pintanya. "Silakan, Pak." Wanita itu mempersilakan dan menggeser duduknya ke kiri. Sam menduga walau pun memakai gamis sepertinya wanita ini seorang karyawan. Di lehernya tergantung name tag tertulis nama Jamila. Kalau dalam bahasa Arab, Bu Jamila berarti Bu Cantik. Dia tidak melihat foto di name tag itu karena tertutup jilbabnya. "Maaf pak!" wanita itu berkata sambil memandang Sam dan memberi isyarat ke bangku. Rupanya Sam menduduki sedikit bajunya. "Oh, maaf ." Ucap Sam sambil melihatnya. Dia hanya melihat bagian matanya karena wanita itu memakai masker.

Kereta terus melaju seiring lamunan Sam. Sesekali telinganya dikagetkan suara dua kereta berpapasan. Dia melihat semua penumpang asik dengan handphone masing-masing. Sam pun mengeluarkan handphone. Dia yakin pasti ada pesan dari istrinya. Dugaan Sam tidak salah, ada chat dari isterinya. "Mas, sudah sampai mana, maaf ya ngerepotin. Terima kasih ya Mas." Sam tidak banyak kata-kata untuk membalas pasan itu. Dia cuma bilang, "Tadi kayanya di Manggarai, sekarang sudah di Duren Kalibata." Sam menutup whatsapp-nya. Sejenak dia memegang handphone tanpa aktifitas.

_____***_____

Sam teringat lamunannya sebelum tertidur tentang asal-usul Stasion Juanda. Dia berpikir mungkinkah tentang sejarah penting Indonesia. Yang pasti Ir. H. Juanda seorang tokoh nasional. Sam membuka Google. Orang menyebutnya mbah google karena tahu tentang banyak hal. Dari dunia anak-anak, bapak-bapak, sampai pada dunia ibu-ibu.

Sam mulai membaca sementara wanita di sampingnya mulai mengantuk, menutup mulutnya yang menguap. Tampaknya tak kuat memahan kantuk dan cape akhirnya dia tertidur dan tubuhnya miring ke kanan sehingga tepat kepalanya bersandar di pundak Sam. Sam ingin membangunkannya tapi merasa kasihan. Akhirnya Sam membiarkanya saja. Selanjutnya dia asik membaca sejarah Stasion Juanda.

_____***_____

Nama Stasion Juanda diambil dari nama tokoh nasional Ir. H. Juanda. begitu juga nama jalan di depan stasion ini. Ir. Juanda adalah tokoh nasional Indonesia yang banyak memberikan jasanya pada bangsa Indonesia. Salah satunya adalah sebagai perdana menteri Indoneaia ke-10 di masa presiden Soekarno, pernah juga menduduki jabatan menteri keuangan, menteri pertahanan, menteri pekerjaan umum, menteri perhubungan. Sam bahkan tidak menduga ternyata Ir. Juanda pernah menjabat kepala Jawatan Kereta Api. Sumbangannya yang terbesar bagi bangsa ini adalah Deklarasi Djuanda tahun 1957.

Sam terdiam sejenak memikirkan prestasi yang diukir Ir. Juanda sambil melihat keluar jendela dan dia merasakan kepala wanita di sampingnya masih bersandar di pundaknya.

Terakhir Sam membaca setelah wafat Ir. H. Juanda dinobatkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Namanya terukir pada Bandara Internasional Surabaya, Taman Hutan Raya Ir.  H. Juanda, Stasion Juanda, Universitas Juanda, bahkan uang kertas pecahan lima puluh ribu rupiah. "Memang luar biasa tokoh-tokoh perjuangan dan kemerdekaan Indonesia," decak kagumnya dalam hati. "Mudah-mudahan negeri ini akan melahirkan Juanda-Juanda abad 21 yang akan memajukan negeri ini"

Tiga stasion terlawati Sam untuk membaca sejarah Ir. H. Juanda. Tepat kereta berhenti di stasion Lenteng Agung.

_____***_____

Sam melanjutkan literasinya tentang Stasion Juanda. Kali ini dia baca sejarah masa lampau Stasion Juanda. Alam pikiran Sam menuju masa pendudukan Belanda di Indonesia.

Stasion Juanda dibangun pada tahun 1871 oleh perusahaan belanda yang bernama Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Diresmikan pada tanggal 15 September. Pada waktu itu stasion ini bernama Noordwijk yang berada di jalur kereta Batavia - Buitenzorg.

Batavia tidak lain adalah nama Jakarta periode penjajahan Belanda. Sedangkan Buitenzorg adalah gelar yang diberikan Belanda untuk kota Bogor yang secara harfiah berarti "Kota tanpa Rasa Risau."

Stasiun Juanda pada saat dibangun oleh Belanda bernama Noordwijk yang kemudian berganti nama menjadi Stasiun Pintu Air pada dasawarsa 1950-an. Pada tahun 1990-an, Stasiun Pintu Air dirombak besar-besaran menjadi stasiun layang. Dengan diganti namanya menjadi Stasiun Juanda.

Sampai di sini Sam menyudahi literasinya tentang Stasion Juanda. Sementara wanita yang bernama Jamila masih bersandar di pundak kirinya. Sam berpikir harus membangunkannya. Ketika akan membangunkannya, anaknya terbangun dan memanggil ibunya. Mendengar anaknya memanggil beberapa kali wanita itu terbangun. Dengan tersipu malu wanita ini berkata, "Maaf pak, maaf!" Sam hanya tersenyum menjawab ucapan wanita itu.

Beberapa saat Sam terdiam. Pikirannya tertuju pada misinya ke stasion Bogor. Ketika dia melihat ke sampingnya dia melihat wanita itu sedang menghawatirkan sesuatu sambil memegang handphone-nya. Walaupun memakai masker

Sam dapat melihat kepanikannya itu. "Ada yang bisa saya bantu bu?" Sam tampak memahami persoalaan wanita itu. "HP saya mati bagaimana saya memberi tahu suami saya." Mendengar penjelasanya, Sam menawarkan untuk memakai handphone-nya tapi wanita bernama Jamila itu menolak. "Kalau gitu nanti Bu Jamila mem-charge handphone di stasion Bogor. Maaf saya menduga nama ibu adalah Jamila dari name tag". Wanita itu hanya tersenyum memimpali ucapan Sam. Sam memperkenalkan dirinya dan mengeluarkan charger dari tas kecil yang dibawanya. Kali ini wanita bernama Jamila itu menerimanya.

_____***_____

Sam turun dari kereta dan mengantar wanita bernama Jamila itu ke Charger Center. "Maaf bu, saya ada keperluan di sekitar sini, kalau suami ibu sudah datang menjemput tinggalkan saja charger saya di sini, nanti saya ambil." Sam segeta meninggalkan wanita itu.

Sam bergegas ke arah toilet tempat isterinya meninggalkan handphone. Beberapa meter dari pintu toilet langkahnya terhenti. "Inikan toilet wanita, ga mungkin aku masuk." Sam berdiri di sisi kiri orang lalu lalang ke toilet. Sam berharap ada petugas datang.

"Maaf pak, toilet pria di sebelah sana!" terdengar suara petugas kemanan menegur Sam karena berdiri di tempat yang salah. "Oh, iya terima kasih. Kebetulan mas datang. Saya boleh minta tolong." Sam menjelaskan mengapa dia berada di lokasi toilet wanita. Setelah paham petugas kemanan itu memanggil rekan wanitanya. Petugas wanita itu masuk, namun tak lama kemudian keluar kembali. "Tidak ada HP pak, tapi ada ini." Petugas itu menunjukan sobekan kardus yang sudah kotor terinjak-injak dengan tulisan Kepada pemilik HP yang tertinggal di sini hubungi Ranti di ruang petugas kebersihan.

Bersambung. []


kumpulan kisah lengkap dalam buku Mengejar Cahaya https://www.alqalammedialestari.com/2022/12/mengejar-cahaya.html



________________________________________________________________________________

PROFIL PENULIS

Masehud adalah guru sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 11 Jakarta Barat. Lulusan jurusan Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang waktu itu masih bernama IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bukan penulis tetapi mencoba untuk belajar menulis, belum memiliki buku dalam bidang apapun yang dicetak. Ini adalah kali pertama memposting puisi atau tulisan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640