Penulis: Saifullah. S.Ag., M.HI.,
ISBN: 978-623-6271-91-9
Tebal: 114 halaman
Dalam
hukum Islam (fiqih) perdebatan tentang mut’ah telah menyisakan dua
kelompok besar: sunni dan syi’ah[1]
kelompok sunni lebih dikenal dengan istilah Jumhur, kelompok diluar sunni
identik dengan kelompok sempalan yang terkadang kreteria dari masing-masing
kelompok masih terjadi kontroversi. Seperti kelompok Ahlussunnah Waljamaah, kelompok
mana yang dimaksudkannya, semua mengklaim dirinya yang paling Ahlussunnah.
Perdebatan-perdebatan
diatas telah menimbulkan sebuah jurang pemisah yang sangat dalam, sehingga
terasa sulit dan mengalami kesukaran untuk menjembatani kompromi diantara keduanya[2].
Keduanya bagaikan air dan minyak tanah, sulit untuk dipertemukan, kalaupun
dipertemukan sulit untuk membaur (dalam bahasa fiqihnya dikatakan tidak mukholit).
Dan masing-masing kelompok mengklaim, bahwa kebenaran hanyalah sesuatu yang
berasal dari kelompoknya, namun penulis disini akan mencoba melihat lebih jauh
polemik yang terjadi diantara mereka sebagai bahan kajian yang kemudian
pembahasannya akan dititik beratkan pada pemunculan permasalahan keabsahan
nikah mut’ah dipandang dari aspek nasakh dan dari segi sosiologi hukum yang ada
di Indonesia. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah : mengapa memilih nasakh
bukankah konsep nasakh sudah jelas, penulis bukannya ingin membongkar kembali
konsep nasakh yang ada, namun penulis melihat belum ada yang mencoba menerapkan
konsep nasakh kedalam kajian nikah mut’ah secara intens khususnya yang
berbahasa Indonesia.
[1] Terdiri dari
kalangan sahabat, seperti Asma’ Binti Abi BakrAsshiddiq, Jabir Bin Ibn
Abdullah, IbnMas’ud,Ibn Abbas, Muawiyah, Amr bin Huraits, Abu Said al Khudri.
Kalangan tabiin serta golongan syi’ah sendiri.
[2] H. Chuzaimah T.
Yanggo dan HA. Hafiz Anshariy AZ. Problematika hukum islam kontemporer (jakarta
pustaka firdaus. 1999), hal, 76-77.
Tebal:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar