Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Di Balik Pertolongan

DI BALIK PERTOLONGAN
Karya: Riyan Pradika

Hujan di kala malam masih menemani Ilham di rumah kecil yang ditinggalinya. Hanya rumah itu yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya semenjak orang tuanya meninggalkannya untuk selamanya tepat di saat kelulusannya waktu SMA karena kecelakaan. Kini usianya telah 19 tahun, dan dia hanya sebatang kara tidak punya siapa-siapa lagi. Lantunan ayat-ayat indah Al Qur’an yang selalu ia baca mengobati rasa sepi yang menyelimuti hatinya. Di sepertiga malam selalu ia panjatkan do’a-do’a untuk kedua orang tuanya yang telah tenang di alam barzah. Tiada lupa ia pula panjatkan sebuah do’a tentang harapannya untuk bisa melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang kuliah. Tetesan air mata di kala orang-orang tertidur pulas membasahi sajadahnya. Tapi apalah daya, ia hanya lah seorang pemulung muda yang penghasilannya tidak seberapa.
Setelah subuh seperti biasa ia lantunkan keindahan ayat-ayat Al Qur’an, merdu suaranya menghiasi pagi yang menampakkan cahaya di ufuk timur. Matahari yang mulai terang menemaninya memulai untuk beraktifitas. Setelah menyiapkan bekal berupa nasi dan sepotong tempe sisa makanannya semalam, dengan kata bismillah ia mulai mencari rupiah untuk memenuhi kehidupannya sambil membawa tas kecil. Dia berjalan kesana kemari dari suatu tempat ke tempat yang lain mencari barang-barang bekas yang masih bisa dijual seperti botol plastik, kardus dan lain-lain. Meskipun usianya masih muda tapi dia tidak malu akan pekerjaannya itu. Baginya selama pekerjaan itu tidak merugikan orang lain dia tidak malu untuk menjalaninya dan yang terpentingan adalah halal, karena dia selalu berpegang teguh pada agama. Selain ia menjadi pemulung ia juga mengajar anak-anak jalanan yang tak mampu melanjutkan pendidikan. Karena dengan memulung ia bisa membagi waktu untuk mengajar anak-anak. Dia pernah bekerja di sebuah toko tapi justru waktunya terbengkalai, ia tidak punya waktu untuk beribadah dengan baik dan tidak punya kesempatan untuk mengajar anak-anak jalanan. Ia mengajar anak-anak itu dengan cuma-cuma, bahkan kebutuhan alat-alat tulis semua di tanggung olehnya sendiri.
Suatu saat ketika ia sedang mencari barang bekas, di bawah teriknya panas matahari di siang hari ia melihat seorang kakek tua renta sedang tersandar lemas di tembok sebuah toko. Banyak orang yang melintasi kakek itu tapi semuanya tidak peduli  seakan tiada orang di sana. Pemuda itu ingin membantu tapi dirinya sendiri justru tidak punya uang sepeser pun karena sisa uangnya kemarin digunakan untuk membeli alat tulis yang sudah habis, berharap hari ini mendapat pendapatan yang lumayan untuk membeli makan, tapi barang bekas yang dia dapatkan masih sedikit. Lalu pemuda itu pun mendekati si kakek tersebut mencoba untuk bisa membantunya.
“Kek, kakek kenapa kok berbaring di sini?” tanya Ilham.
Tidak ada jawaban dari si kakek karena tubuh si kakek benar-benar sangat lemah.
“Kakek sudah makan?” tanyanya.
“Belum nak...” jawab si kakek dengan nada yang sangat pelan.
Pemuda itu pun kemudian memberikan makananya pada si kakek. Karena tubuh si kakek itu terlihat lemah Ilham pun menyuapi si kakek tanpa rasa malu meski banyak orang yang melihatnya. Si kakek pun makan dengan lahapnya dan kondisi si kakek sudah mulai membaik. Sambil menyuapinya Ilham bertanya pada si kakek.
“Kakek kok bisa di sini gimana ceritanya? Terus kenapa kakek tiduran di sini dengan keadaan lemah pula?”
“Kakek nyasar nak... kakek udah dua hari tidak makan.”
“Terus rumah kakek di mana?”
“Kakek lupa nak.”
Mendengar kata-kata si kakek Ilham pun memahami bahwa si kakek sudah pikun, karena pikun sudah wajar terjadi di usia-usia manula seperti si kakek.
“Kalau nama si kakek siapa? Tentunya tidak lupa kan kek dengan nama sendiri?”
“Nama saya Joyo nak....”
“Emm... kakek Joyo... ya udah kalo gitu ke rumah saya dulu saja ya kek, nanti biar aku bantu cariin di mana rumah kakek.”
“Kakek belum bisa jalan nak, tubuh kakek masih terasa lemas, belum kuat jalan.”
“Ya udah kalau gitu aku gendong aja ya kek.”
Tak berapa lama ketika Ilham menggendong si kakek menuju rumah Ilham tiba-tiba hujan turun. Dalam derasnya hujan yang lebat tiada tempat berteduh di sepanjang jalan, tiada rumah-rumah atau bangunan untuk dijadikan berteduh, pemuda ini terus menggendong kakek yang tua renta ini hingga sampai di gubug kecilnya yang ia sebut sebagai rumah. Sesampai di rumah si kakek pun dibaringkan di tikar yang biasa ia pakai untuk tidur dan Ilham pun tak segan untuk merawatnya.
Keesokan harinya Ilham pun pamit untuk mencari nafkah dan Ilham pun sudah menyiapkan makanan untuk si kakek. Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 di sebuah mushola di pinggir jalan yang sepi lham pun beristirahat dan sholat dhuhur terlebih dahulu. Karena jama’ah sudah selesai 1 jam yang yang lalu mushola pun telah sepi. Selesai sholat Ilham ke luar dari dalam mushola dan tiba-tiba ia melihat ada seorang yang berpakaian rapi di begal oleh seorang preman yang menodongkan pisau. Setelah si begal mendapatkan tas itu si preman pun lari secepat mungkin. Melihat kejadian itu Ilham dengan cepat mengejar preman itu. Jauh dari TKP akhirnya Ilham berhasil menangkapnya dan terjadi perkelahian antara Ilham dan preman. Si preman kalah tapi kemudian si preman berteriak minta tolong.
“Tolong... tolong... maling... maling...” teriak si preman.
Tak berapa lama banyak orang berdatangan dan si preman pun berkata “itu malingnya pak itu maling” sambil menunjuk ke arah ilham yang telah berhasil mendapatkan tas itu. Si pemuda tersebut di tuduh mencuri dan akhirnya di masa warga, dipukuli, ditendang bahkan ada yang memukulnya dengan bongkahan kayu hingga tubuhnya babak belur dan kepalanya sampai bercucuran darah. Ia mengerang kesakitan, dan berkata ALLAH, ALLAH, ALLAH dan terus berdo’a memohon pertolongan Allah, “LA HAULA WALA QUWATA ILLA BILLAHIL ‘ALIYIL ‘ADHIM”. Setelah lama ia dipukuli ada seseorang yang menghentikan masa tersebut. Sambil menahan rasa sakit ia terus berucap dalam lirih suaranya yang pelan “ALLAH, ALLAH, ALLAH’’.
“Ada apa ini?” tanya seseorang yang menghentikan masa itu.
“Dia telah mencuri.” Jawab salah satu warga yang memukulinya.
“Apa ada buktinya?’’
“Ada, ini tas yang telah dicurinya.”
“Ya sudah kalau gitu panggil polisi, biar pihak berwajib saja yang menanganinya.”
Setelah polisi datang pemuda itu langsung dibawa ke rumah sakit untuk diobati terlebih dahulu.
“Bagaimana dok?” tanya salah satu polisi.
“Lukanya tidak begitu parah, dia tidak perlu dirawat, hanya memar dan beberapa luka berdarah di kaki, tangan, dan kepalanya.” Jawab dokter.
Menunggu Ilham untuk beristirahat, sorenya Ilham pun dibawa ke kantor polisi. Dengan kaki terpincang-pincang ia berjalan dan dituntun polisi keluar dari rumah sakit dan menuju mobil. Setelah sampai di kantor polisi Ilham terus berkata bahwa ia tidak mencuri, berkali-kali ia mengatakan yang sebenarnya tetapi polisi tidak mempercayai karena dapat keterangan dari salah satu warga bahwa Ilham telah mencuri, maka ilham pun dimasukkan ke dalam penjara dan menunggu keterangan lebih lanjut.
Suara adzan maghrib terdengar, Ilham memanggil-manggil polisi untuk membukakan jeruji besi untuk mengambil wudhu. Polisi itu pun keheranan, “masak kriminal mau sholat” gumamnya dalam hati.
“Awas ya jangan coba-coba kabur kamu, dengan beralasan mau wudhu!” bentak polisi tersebut.
“Tidak pak, aku hanya ingin wudhu setelah itu kembali lagi ke sini, bila perlu bapak bisa mengawasiku dan menjagaku ketika mengambil wudhu.”
Setelah mendengarkan pernyataan Ilham akhirnya dibukakan pintu itu, polisi pun mengiringi pemuda itu dan menunjukkan tempat wudhu. Setelah wudhu mereka pun kembali dan Ilham kembali ke dalam jeruji besi. Dia melihat orang-orang yang di dalam penjara hanya santai-santai saja seperti tidak menyadari sudah masuk waktu untuk sholat maghrib.
“Kalian tidak sholat? Sudah waktunya maghrib lho.” Tanya Ilham.
Tapi kata-kata Ilham tidak ada yang menghiraukan bagaikan angin berlalu saja. Ilham pun kemudian langsung sholat, setelah sholat maghrib ia pun tidak lupa untuk mengqodlo’ sholat ashar yang tadi tidak bisa ia lakukan karena kejadian yang dialaminya. Selesai sholat ia kemudian berdzikir sambil menunggu waktu isya’ tiba dan tetap menjaga wudhunya agar tidak batal dan supaya tidak merepotkan polisi terus. Waktu isya’ pun tiba waktunya ia untuk menjalankan kewajibannya untuk sholat. Setelah isya’ ia bertadarus surat-surat juz amma’ yang sudah ia hafal. Suara merdunya menghiasi penjara dan membuat napi dan polisi yang mendengarnya berdecak kagum dan merasa tentram hati. Kemudian karena dia belum mengantuk ia tetap berdzikir tanpa menghiraukan orang-orang satu selnya yang sedang berbincang-bincang. Di sepertiga malam seperti biasa ia bangun. Ia memanggil petugas yang sedang berjaga untuk membuka pintu penjara untuk ia mengambil air wudhu. Di dalam jeruji besi ia pun sholat. Dalam do’a sepertiga malam ia mengadu pada Allah atas apa yang dialaminya.
“Ya Allah apa yang telah terjadi pada diriku, aku hanya ingin menolong tapi kenapa justru aku dipukuli dan masuk penjara. Ya Allah jika aku dipenjara bagaimana dengan anak-anak jalanan yang kuajar, bagaimana dengan kakek Joyo yang pasti di rumah sedang menungguku, siapa yang akan merawat beliau nantinya. Ya Allah tolong hamba, hamba percaya Engkau pasti kan menolong hambaMu yang sedang mendapat musibah. Dan aku selalu percaya pada Engkau, pasti lah Engkau kan membalas kebaikan seorang hamba dengan kebaikan pula. La haula wa la quwata illa billahil ‘aliyil ‘adhim.” Dia teringat akan sebuah ayat dalam Al Qur’an dalam surat Ar Rahman ayat 60 : tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). 
Air mata mengalir di pipinya, dia terus terjaga di tengah orang-orang yang sedang terlelap tidur, mulutnya terus berdzikir hingga tiada sadar suara adzan subuh terdengar, dan ia pun segera untuk sholat subuh sebelum wudhunya batal. Keesokan harinya tiba-tiba ia dipanggil polisi di sebuah ruangan untuk dimintai keterangan. Ia melihat seorang laki-laki yang kemarin ia tolong, dan laki-laki itu bernama Pak Drajat. Pak Drajat pun menuturkan kejadian kemarin di depan polisi dan Ilham. Dia memberitahukan kepada polisi justru Ilham lah yang menolongnya. Dari keterangan korban penjambretan yaitu Pak Drajat akhirnya Ilham pun dibebaskan. Ilham sangat bersyukur sekali, Allah pasti kan menolong hambaNya yang sedang kesusahan, Ilham tak henti-hentinya mengucap hamdallah. Mendengar cerita dan keadaan Ilham, Pak Drajat pun kasihan dan mengantarkan Ilham ke rumahnya.
 Sesampai di rumah Ilham, Pak Drajat terheran melihat seorang kakek dan kakek itu adalah ayah Pak Drajat yang sudah beberapa hari dicarinya. Kemudian Ilham pun menceritakan kejadian sejak ia berjumpa dengan si kakek hingga ia merawatnya di rumahnya. Pak Drajat sangat terharu, ia merasa sudah banyak merepotkan dan menyusahkan Ilham hingga Ilham jadi korban fitnah, di masa warga hingga masuk penjara. Tapi di saat tiada orang yang menolong Pak Drajat, justru ilham lah bagaikan malaikat penolong baginya. Pak Drajat menceritakan bahwa ayahnya yaitu kakek Joyo kabur dari panti jompo. Ilham pun berpesan pada Pak Drajat, “maaf kalau boleh saya sarankan, kakek Joyo lebih baik dirawat di rumah saja dan dirawat langsung oleh bapak, karena yang beliau butuhkan adalah kasih sayang dan perhatian bapak dibandingkan dirawat di sebuah tempat lain meskipun semua terpenuhi tapi jauh dari kasih sayang dan perhatian dari bapak. Semua orang tua pasti menginginkan hal itu pada anaknya yang diasuhnya selama ini, jadi kalau bisa luangkan waktu untuk memberikan perhatian pada kakek Joyo Pak, karena itu adalah yang diinginkan orang tua bukan materi.” Mendengar itu Pak Drajat tersadar dia memang kurang memperhatikan Kakek Joyo.
“Kamu benar nak, aku kan berusaha melakukan saranmu itu. Sebagai imbalannya apa yang kamu inginkan, bilang saja, aku akan kasih sebagai tanda terimakasihku atas pertolongan dan pengorbananmu ini.” Ujar Pak Drajat.
“Tidak usah Pak tidak perlu repot-repot, karena kan memang sudah kewajiban sesama manusia untuk saling tolong menolong.”
“Emm gini aja, kamu lulusan SMA kan? kebetulan saya adalah seorang wakil rektor di sebuah perguruan tinggi sekaligus saya mempunyai usaha rumah makan yang sudah mempunyai cabang di beberapa tempat. Jadi saya akan memasukkanmu untuk kuliah dan kamu bisa bekerja di salah satu rumah makan saya. Saya yakin kamu pasti anak cerdas jadi kamu bisa pula untuk mengambil beasiswa, nanti biar saya yang bantu ngurusin.”
“Tapi Pak saya ikhlas beneran menolong bapak dan kakek Joyo jadi bapak tidak perlu repot-repot dengan semua itu, lagian saya juga harus mengajar anak-anak jalanan Pak, saya khawatir jika saya menerima justru saya malah tidak punya waktu untuk mengajar mereka.”
“Kamu jangan khawatir, saya akan menempatkan kamu sebagai pemimpin di rumah makan yang di sana itu yang tak jauh dari rumah kamu ini, jadi kamu bisa mengelola sekaligus kamu bisa mengajar anak-anak dan kuliah kapan pun kamu mau.”
“Tapi pak...”
“Tidak usah tapi-tapian, kan kamu sendiri tadi yang bilang kalau sesama manusia sudah sewajibnya saling tolong-menolong.”
Hati Ilham tertegun hingga air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. Harapan yang selama ini ia impi-impikan akhirnya terkabul juga. Tak henti-hentinya ia ucap syukur pada setiap do’anya.
“hal jazaa ul ihsaani illal ihsaanu”. Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula). Q.S. Ar Rahman : 60
 




Tentang penulis
Riyan Pradika Kurnia Putra, atau yang sering di sapa Riyan lahir di Pati, 2 oktober 1992. Pemuda yang menyukai surah Ar Rahman ini berdomisili di kecamatan Juwana, kabupaten Pati dan mengajar di sebuah yayasan pendidikan islam di tempat tinggalnya. Ia mempunyai minat di bidang musik dan sudah menciptakan beberapa buah lagu, selain itu ia pula suka main rebana dan muncak. Penulis dapat dihubungi melalui FB: Riyan Pradika, HP/WA: 085288275751.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640