Shining Just For You
Penulis:
Sri Lestari, S.Pd., Amar Ma’ruf, Nurhayati, Autiya Nila Agustina, A. Rima Mustajab, Kana Safitri, Tania Septa Venisa, Eka Apriyani, Emelia Karta Lena
Tebal: 96 halaman
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
Harga: 55.000
QRCBN: 62-250-2926-491
Cerpen Tentang Sosok Istimewa dalam Hidup
Tukang Jamu Gendong yang tidak Bisa Membaca dan Menulis - Sri Lestari, S.Pd.
Sosok K.H. Abdur Rahman Ambo Dalle - Amar Ma’ruf
Father I Never Knew - Nurhayati
Melodi Cinta yang Abadi - Autiya Nila Agustina
Pelangi di dalam Senyumu - A. Rima Mustajab
Ahmad Sulthon El Kemen - Kana Safitri
Bebas Bermimpi - Tania Septa Venisa
Metro, April 2022 - Eka Apriyani
Matahariku - Emelia Karta Lena
Tukang Jamu Gendong yang tidak Bisa Membaca dan Menulis
Karya: Sri Lestari, S.Pd.
Ibuku adalah seorang wanita yang sangat hebat, walaupun beliau tidak tahu tanggal berapa dilahirkan, wajah bapaknya pun juga tidak tahu, karena meninggal saat ibuku masih balita. Yang beliau ingat waktu Jepang menguasai Indonesia ibuku sudah perawan, dan nama bapaknya Iman Amad Sari dan nama ibunya Ipan.
Ibuku anak ragil dari 6 bersaudara, 3 putra dan 3 putri. Kerto Samiyem, Mangun Tamin, Parto Walimun, Mul Taminah, Darmo walinem dan ibuku Daliyem. Anak-anaknya simbah yang putri tidak mengenyam pendidikan, sehingga tidak bisa membaca dan menulis. Namun ibuku bertekad akan menyekolahkan anak-anaknya setinggi-tingginya supaya tidak seperti ibunya yang tidak bisa membaca dan menulis dan hanya bisa menjejer botol jamu saja.
Bapakku hanya lulusan SR (Sekolah Rakyat) atau setingkat SD saat ini, dan pekerjaan bapakku tukang batu, walaupun temannya yang sama-sama lulusan SR bisa menjadi guru SD, namun nasib berkata lain. Tukang batu yang bapakku tekuni. Sebelum menikah dengan ibuku, bapakku juga hidup sebatang kara, karena waktu kecil bapak ibunya sudah meninggal dunia dan bapakku tidak punya saudara kandung sehingga bapakku dirawat saudaranya sebelum bapakku dewasa. Ketika aku lahir, aku sudah tidak punya nenek dan kakek, kecuali simbah Ipan, ibunya ibuku yang masih kuingat wajahnya yang berambut kriwil seperti rambutku.
Dari pernikahan bapak ibuku terlahirlah aku dan kakak-kakakku. Aku empat bersaudara dan aku seperti ibuku anak ragil. Kakakku yang pertama putri, bernama Juminah, yang kedua juga putri bernama Jumiyem, yang ketiga putra bernama Slamet Sugeng Suwito dan aku si ragil Sri Lestari. Dari empat bersaudara semuanya putri kecuali kakakku yang nomer tiga.
Kami hidup dengan pas-pasan dan kami sekeluarga mensyukuri nikmat Allah, karena yang lebih kekurangan dari keluarga kami juga banyak. Aku anak ragil tidak merasakan apa yang dialami oleh kakak-kakakku, saat kakakku butuh beli buku, bapakku mencari daun jati dari kebunku dan kakakku mengumpulkan kemudian menjualnya dan hasilnya untuk membeli buku. Untung saja ibuku punya keahlian membuat jamu, dan menjualnya keliling kampungku. Selain penghasilan dari dagang jamu ibuku,dan tukang batu dari bapakku itu, bapakku nyambi bertani dari dua sawah tinggalan simbahku. Penghasilan sawah juga tidak menentu karena satu sawahnya disewa untuk lahan berkebun tebu.
Ibuku merasa berat berjualan jamu, dan bertekad menyekolahkan anak-anaknya sampai setinggi-tingginya walaupun ibunya tidak bisa membaca dan menulis, ibuku bercita-cita supaya anak-anaknya mengeyam pendidikan dan dapat hidup yang lebih baik dari orang tuanya. Ada tetangga yang mencemo’oh ibuku,” mana mungkin bisa menyekolahkan anaknya, orang tuanya saja tidak bisa membaca dan menulis, apalagi cuma bakul jamu gendong.” Ibuku seperti mendapat pecut mendengar kata-kata itu. “Nak ... kamu belajarlah yang sungguh-sungguh, tunjukkan pada mereka, kalau kita mampu bersekolah, ibu dan bapak yang cari uang, kamu yang belajar supaya kita tidak dihina orang.” Kata ibuku pada kakak-kakakku.
Kakak-kakakku juga mendapat motivasi untuk rajin bersekolah sehingga kakakku yang pertama lulus SKP jurusan menjahit dan bekerja hingga menikah, sedangkan kakak nomer dua lulus SPG dan menjadi guru PNS, SD di Purwantoro Wonogiri dan berkeluarga serta melanjutkan jadi sarjana. Kakak yang nomer 3 tidak kalah juga, setelah lulus STM jurusan mesin mendaftar ke ABRI AL dan diterima. Alhamdulillah berkat doa dan usaha bersama, anak-anak ibuku tidak kurang suatu apapun.
Aku kelas lima SD saat itu, kakakku yang pertama sudah punya dua putra boyongan ke Jakarta mengikuti tugas suaminya. Dan kakakku di Jakarta dagang. Aku di rumah kesepian, yang biasa bercanda dengan keponakanku yang lucu-lucu. Saat liburan sekolah aku diajak bapak ibuku untuk liburan ke Jakarta sambil menjenguk ponakanku, aku ditawari kakakku untuk sekolah di Jakarta. “Pak ... bu ... aku mau sekolah di sini ya?” rayuku pada bapak ibuku untuk tinggal bersama ponakan-ponakanku. Dengan berat hati orang tuaku mengijinkan aku untuk tinggal di Jakarta. Karena aku sudah sangat dekat dengan cucu-cucu mereka.
Aku tinggal di Jakarta hingga lulus SMA. Setelah lulus aku kembali pulang ke Solo kampung halamanku. Aku ikut test SIPENMARU Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, aku ambil jurusan pertanian di UNS. Dua kali test aku gagal dan akhirnya aku menyerah untuk kuliah di perguruan tinggi negeri. Aku disarankan kakakku yang nomer dua untuk kuliah di UMS, supaya tidak kost dan tidak perlu transport, karena rumah kami di belakang UMS. Dan aku manut dengan kakakku kuliah di UMS.
Diwaktu longgarku, selain aku membantu orang tua, aku membuka perpustakaan di rumahku, yang buku-bukunya ku dapat dari teman-temanku yang di Jakarta. Setiap pulang sekolah anak-anak kecil di lingkungan rumahku bermain ke rumahku sambil membaca-baca buku dan belajar bersama. Rumahku selalu ramai dengan anak-anak dan orang tuaku juga senang, rumah tidak sepi.
Masjid di kampungku tidak begitu besar, untuk menampung sholat tarawih seluruh warga, tidak memungkinkan, maka rumah kami digunakan untuk tempat sholat tarawih warga RT kami. Yang bertugas muda mudi untuk menggelar tikar dan merapikannya kembali. Dan untuk buka puasa bersama, muda mudi masak bersama di rumah kami sekalian berjamaah magrib dan taraweh. Tidak seperti sekarang, buka puasa bersama di rumah makan.
Di sela-sela waktu aku belum kuliah, aku membantu ibuku menyiapkan dagangan jamu gendong bersama bapakku. Bapakku sakit lemah jantung, sehingga tidak boleh kerja capek-capek dan berhenti jadi tukang batu, untuk sawahnya disuruh mengerjakan saudaraku dengan bagi hasil. Setiap pagi ibuku membuat jamu dan bapakku masak air dan merebus jamu di tungku kayu bakar, aku membantu ibu sambil masak untuk sarapan bertiga.
Karena untuk biaya kuliahku di swasta, ibuku jualan jamu sehari dua kali, pagi dan sore hari, tanpa mengenal lelah. Kalau sore hujan, dagangan hanya dibagi-bagikan tetangga yang penting habis. “Jamu ... jamu mas ... yang jualan nggak butuh uang, yang penting dagangan habis.” Kata ibuku. Walaupun begitu tidak semua minta gratisan,ada juga yang membayar, dan ibuku juga menerima dengan senang hati. Yang tidak membayarpun ibuku juga iklas. Ibuku sosialnya tinggi. Walaupun ibuku tidak punya uang, ada tetangga ke rumah pinjam uang untuk biaya sekolah anaknya, tanpa pikir panjang ibuku melepas apa yang dipunya untuk dijual dan dipinjamkannya. Karena menurut ibuku sekolah itu penting, dan dengan sekolah bisa mengangkat drajat dan memperbaiki tingkat kehidupan.
Melihat perjuangan ibuku yang mencari nafkah sendiri, karena hasil dari sawah juga tidak pasti, tumbuhlah semangat belajarku. Aku kuliah Diploma dua dan Alhamdulillah mendapat beasiswa dan ikatan dinas, walaupun aku juga aktif di kegiatan kampus, prestasiku juga tidak kalah dengan yang lainnya. Setiap berangkat kuliah aku hanya jalan kaki, walaupun temen-temenku yang kost lebih dekat dengan kampus mereka memakai motor, tidak ada rasa iri dalam hatiku. Aku juga tidak merengek minta dibelikan motor, karena aku tahu kondisi orang tuaku. Aku bersyukur mempunyai seorang ibu yang mempunyai semangat tinggi untuk anak-anaknya bersekolah di perguruan tinggi. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan kepadaku, aku kuliah dua tahun, dapat bea siswa, lulus kuliah langsung penempatan jadi CPNS, betapa bersyukurnya aku dan keluargaku.
Ibuku walaupun tidak bisa membaca dan menulis, namun bisa mengantarkan putra putrinya sukses jadi sarjana dan perwira. Kakakku yang pertama menjadi seorang pedagang di Jakarta, yang kedua Sarjana Pendidikan dan menjadi kepala sekolah dan sekarang sudah almarhumah, yang ketiga Perwira Angkatan Laut di Surabaya yang saat ini sudah purna tugas dan tinggal di Gresik, dan terakhir diriku yang lulusan Diploma dan melanjutkan kuliah lagi, sehingga menjadi Sarjana Pendidikan matematika dan saat ini masih mengajar di SMP Negeri 4 Sukoharjo, Solo. Itu semua berkat doa dan dukungan dari orang tua, terutama ibuku yang punya cita-cita supaya anaknya sukses dan bahagia di dunia dan akherat.
(bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar