Produk Hukum Perkawinan di Masyarakat Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat
Penulis: Arif Sugitanata., S.H.,M.H.
Tebal: 98 halaman
Harga: 55.000
Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm
ISBN: 978-623-8043-27-9
Sasak adalah nama suku asli yang ada di
Lombok, Nusa Tenggara Barat yang masih eksis hingga saat ini di tengah
peradaban teknologi yang kiat maju. Masyarakat Suku Sasak juga masih begitu
kuat memegang budaya-budaya yang telah dijalankan dan mengakar di tengah
masyarakat. Pada ranah perkawinan, masyarakat sasak juga masih mempertahankan
budaya-budaya yang menjadi bagian dari pelaksaan perkawianan.[1]
Istilah
perkawinan dalam masyarakat disebut sebagai merariq, Merariq merupakan
salah satu budaya lokal yang masih sampai saat ini eksis di tengah-tengah
masyarakat Sasak saat hendak membangun hubungan rumah tangga. Tradisi merariq
yang sudah sejak lama berlaku secara turun temurun merupakan ciri khas dalam
perkawinan adat Sasak di Lombok yang dapat dianggap sah baik menurut hukum adat
ataupun hukum Islam.[2]
Awal
mula hadirnya tradisi merariq sampai saat ini masih menimbulkan
perselisihan pendapat antara tokoh agama dan tokoh adat di Lombok. Pendapat
pertama mengenai sejarah masuknya tradisi merariq lebih umumnya
bersumber dari tokoh Agama yang kemudian diaminkan oleh sebagaian masayarakat
mengungkapkan bahwa tradisi merariq lahir karena kehadiran Hindu Bali
saat menguasai Pulau Lombok pada tahun 1740. Kekuasaan Hindu Bali di Lombok
memakan waktu yang cukup lama yakni berkisar antara kurang lebih 100 tahun
lamanya.[3]
[1] M. Fachir Rahman, Kerajaan-kerajaan
Islam di Nusa Tenggara Barat (Mataram: Alam Tara Institute, 2014), hlm.
206.
[2] Arif Sugitanata, “Larangan adat nyongkolan
dalam perkawinan masyarakat Sasak Lendang Beso pada masa pandemi COVID-19.”
Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 13, No. 1, (2020), hlm. 68-78.
[3] Nur Yasin, Hukum perkawinan Islam Sasak,
Cet. Ke-1(Malang: UIN-Malang Pres, 2008), hlm. 156.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar