Kami adalah penyedia jasa penerbitan dan percetakan yang telah beroperasi sejak tahun 2016, dan bergabung menjadi anggota IKAPI dengan nomor 258/JTE/2023. Jika Anda memiliki naskah yang masih nganggur, daftar dan terbitkan bukumu sekarang !!!LIHAT PAKET TERBIT- Menulis Untuk Kemanfaatan -

no-pad-v widgetNoTitle noCapSlider

6/slider/Featured/16-9/1480

Produk Hukum Perkawinan di Masyarakat Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat

 



Produk Hukum Perkawinan di Masyarakat Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat

Penulis:  Arif Sugitanata., S.H.,M.H.

Tebal: 98 halaman

Harga: 55.000

Ukuran: 14,5 cm x 20,5 cm

ISBN: 978-623-8043-27-9


Sasak adalah nama suku asli yang ada di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang masih eksis hingga saat ini di tengah peradaban teknologi yang kiat maju. Masyarakat Suku Sasak juga masih begitu kuat memegang budaya-budaya yang telah dijalankan dan mengakar di tengah masyarakat. Pada ranah perkawinan, masyarakat sasak juga masih mempertahankan budaya-budaya yang menjadi bagian dari pelaksaan perkawianan.[1]

   Istilah perkawinan dalam masyarakat disebut sebagai merariq, Merariq merupakan salah satu budaya lokal yang masih sampai saat ini eksis di tengah-tengah masyarakat Sasak saat hendak membangun hubungan rumah tangga. Tradisi merariq yang sudah sejak lama berlaku secara turun temurun merupakan ciri khas dalam perkawinan adat Sasak di Lombok yang dapat dianggap sah baik menurut hukum adat ataupun hukum Islam.[2]

   Awal mula hadirnya tradisi merariq sampai saat ini masih menimbulkan perselisihan pendapat antara tokoh agama dan tokoh adat di Lombok. Pendapat pertama mengenai sejarah masuknya tradisi merariq lebih umumnya bersumber dari tokoh Agama yang kemudian diaminkan oleh sebagaian masayarakat mengungkapkan bahwa tradisi merariq lahir karena kehadiran Hindu Bali saat menguasai Pulau Lombok pada tahun 1740. Kekuasaan Hindu Bali di Lombok memakan waktu yang cukup lama yakni berkisar antara kurang lebih 100 tahun lamanya.[3]



[1] M. Fachir Rahman, Kerajaan-kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat (Mataram: Alam Tara Institute, 2014), hlm. 206.

[2] Arif Sugitanata, “Larangan adat nyongkolan dalam perkawinan masyarakat Sasak Lendang Beso pada masa pandemi COVID-19.” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, Vol. 13, No. 1, (2020), hlm. 68-78.

[3] Nur Yasin, Hukum perkawinan Islam Sasak, Cet. Ke-1(Malang: UIN-Malang Pres, 2008), hlm. 156.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Iklan Tersedia ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads left available col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B1
10k / bulan
25k / 3 bulan

Iklan Tersedia ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9

Iklan Tersedia <a href="wAC">ads right unavailable col-xs-12 col-sm-6 img-16-9</a>
SPACE IKLAN - B2
10k / bulan
25k / 3 bulan

Mungkin Kamu Sukacol-xs-12 col-sm-12 col-md-12 col-lg-10 col-lg-offset-1

8/grid/random/1-1/640